Kara pulang ke rumah pukul delapan malam. Gadis itu diantarkan oleh Clara sampai rumahnya. Namun Clara tidak berani mampir, karena ia takut menganggu Besta.
Sebenarnya hubungan Clara dengan Besta tidak cukup baik. Mungkin karena efek perceraian yang telah mereka lalui.
Kara melambaikan tangannya ke arah mobil Clara yang menjauh, gadis itu kemudian menatap sekitarnya yang sangat sepi.
Suasana malam ini cukup dingin, karena sedang berangin.
Kara pun menuntun sepedanya ke dekat gerbang rumah. Ia mendorong gerbang rumahnya yang tertutup, namun gerbang itu tidak bisa di buka sama sekali.
Kara terus saja mendorong gerbang besi rumahnya yang cukup tinggi itu, namun hasilnya nihil, gerbang itu tidak bisa dibuka.
Kara melotot, apa mungkin Besta mengunci gerbangnya dan membiarkan Kara di luar?
"Pah!"
Kara memanggil, namun tidak ada jawaban.
"Pah, Kara pulang!"
Masih tidak ada jawaban.
Akhirnya Kara menekan bel berkali-kali. Namun hasilnya tetap nihil, tidak ada yang keluar dari dalam rumahnya.
Kara panik. Apa ia harus tidur di luar malam ini?
Sayang sekali di rumah Kara tidak ada satpam ataupun asisten rumah tangga. Kara dan Besta hanya tinggal berdua. Sehingga tidak akan ada yang bisa membuka gerbang rumahnya kecuali ayahnya.
"Papa!!"
Kara memanggil lagi. Namun tetap hening.
Kara menjatuhkan sepedanya, ia mundur beberapa langkah untuk menatap gerbang besi yang menjulang tinggi.
Kara tidak mungkin bisa untuk naik ke atas gerbang, ujung-ujung gerbangnya sangat tajam membuat Kara memikirkan resikonya jika naik ke atas sana.
Kara menghela napas kasar, ia cukup gelisah.
Meskipun perutnya sudah terisi penuh, tetapi Kara tidak mau tinggal di luar rumah. Ia bisa mati kedinginan di luar.
Akhirnya Kara memilih untuk diam, ia membenarkan letak sepedanya, kemudian duduk di sana untuk menunggu.
Semoga saja Besta segera keluar dan membukakan gerbang.
🌟🌟🌟
Plak!
Kara menampar pipinya sendiri kala sebuah nyamuk hinggap di pipi mulusnya. Ia kemudian mengerang sambil menggaruk pipinya yang terasa gatal dengan mata yang terpejam.
Hawa dingin merasuki tubuhnya, membuat gadis itu membuka matanya dan meringis kedinginan.
Kara melirik arlojinya, menunjukkan pukul setengah sembilan malam dan ayahnya belum juga membukakan gerbang.
"Pahh..." rengek Kara kesal, gadis itu merasa ngantuk sekali karena menunggu Besta yang tak kunjung datang.
Disaat Kara sedang berusaha menahan kantuknya, terlihat Anka yang berjalan sendirian di jalanan komplek yang sangat sepi. Cowok itu mengernyit kala melihat seorang gadis yang duduk di atas sepeda di depan sebuah rumah lengkap dengan seragam.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (COMPLETE)
Teen FictionKara kira menjadi Ketua Kelas adalah tugas yang sangat mudah. Sehingga ketika ada pemilihan Ketua Kelas ia mengajukan diri dengan percaya diri. Namun ia bersaing dengan Anka, cowok pinter yang katanya cinta sama matematika. Anka ingin menjadi Ketua...