05 - Emosi

1.6K 327 4
                                    

Kara duduk di salah satu kursi kantin bersama Gita, Jeni dan Karin. Mereka berempat sedang menikmati makanan mereka masing-masing.

Gita memakan bakso dengan kamera yang ia simpan di depannya, ia sedang merekam, katanya lagi mukbang untuk konten di akun youtube miliknya.

Sedangkan Karin memakan ketoprak sambil memegang kaca.

"Kayaknya yang normal cuman gue sama lo, Ra." Celetuk Jeni yang menatap Gita dan Karin sambil geleng-geleng kepala.

"Gue pengen nanya deh, kenapa lo enggak bisa jauh-jauh dari yang namanya kaca, Rin?" Tanya Kara penasaran.

Karin menolehkan kepalanya ke arah Kara, gadis itu kemudian berdehem, "setiap saat tuh gue pengen liat muka gue gitu, enggak tau kenapa. Kalau semenit aja enggak liat muka, rasanya hampa." Jelasnya.

Jeni tertawa ngakak, "muka lo enggak bakal ilang, anjir!" Serunya.

"Gue tau, tapi gue takut aja tiba-tiba muka gue jadi datar kaya aspal." Balas Karin polos.

Kara bergidik ngeri membayangkannya, "serem." Ujarnya.

Karin pun tertawa kecil, gadis berambut panjang itu kembali berkaca kemudian memakan ketopraknya lagi.

"Eh, eh mau tau enggak?" Celetuk Gita tiba-tiba, gadis yang ternyata sudah selesai membuat video itu menatap Jeni, Kara dan Karin secara bergantian.

"Apa, apa?" Tanya Jeni kepo, ia mendekatkan wajahnya ke arah Gita yang duduk di hadapnnya.

"Tadi pas gue jalan ke kantin enggak sengaja lewat kelas 10. A. Terus gue denger ada cewek yang lagi ngomongin kelas kita," Gita mulai bercerita, "katanya kelas kita tuh pada enggak punya akhlak, terus muridnya pada buruk rupa, otak udang, enggak punya sopan-santun." Sambungnya.

Kara yang sedang meminum jus mangga mendadak tersedak, ia tebatuk-batuk sambil menatap Gita tidak percaya.

"Sumpah lo?!" Tanya Jeni tidak terima.

Gita menganggukkan kepala, "sumpah. Dan ceweknya itu tuh," ia memoncongkan mulutnya untuk menunjuk dua orang gadis yang sedang memesan makanan.

Jeni dengan mata setajam siletnya langsung menoleh ke arah dua orang gadis yang sedang tertawa bersama.

"Hidih najis! Muka kayak jablay aja belagu! Sok ngatain kelas orang buruk rupa lagi! Tai banget tuh cewek, ngajak berantem apa gimana?" Ucap Jeni menggebu-gebu.

Karin ikut menatap siapa pelakunya, "mentang-mentang kelas 10. A isinya murid pinter sama alim semua, berani banget hina-hina kelas kita." Ia ikut tidak terima.

Kara memperhatikan dua gadis yang menjadi tersangka itu, "awas aja kalau naksir sama anak kelas kita." Ceplosnya.

"Belum tau aja dia anak kelas kita tuh cakep-cakep meskipun pada minus akhlak. Contohnya aja Anka, Dimas, Ginan, Hito sama Billy." Timpal Gita sambil menyuapkan buntalan bakso ke dalam mulutnya. "Kita aja pada cakep, buta kali mata mereka." Lanjutnya.

Di saat keempat cewek itu mendumel karena kesal, datang Hito, Ginan dan Anka ke tempat mereka.

"Ada apa nih ciwi-ciwi? Kayak yang lagi pada emosi," celetuk Hito dan duduk di samping Kara.

Ginan dan Anka duduk di samping Gita.

"Ada yang ngatain kelas kita," Karin melapor.

"Siapa?" Tanya Ginan.

"Cewek lonte dari kelas 10. A." Jawab Jeni pedas.

Ginan membulatkan mulutnya, ia manggut-manggut.

"Ngatain apa?" Kini Hito yang bertanya, ia menyedot jus mangga milik Kara tanpa peduli jika jus itu sudah di minum oleh Kara.

"Jorok banget lo, bukannya ambil sedotan lagi." Omel Kara.

Hito terkekeh dan menarik turunkan alisnya, "bekas orang cantik ini." Godanya.

Kara hanya memutar bola matanya.

"Katanya kelas kita pada buruk rupa, terus pada otak udang." Kata Gita.

"Wah, gue enggak terima sih ini," Sahut Ginan, "enggak tau apa, kalau gue cowok paling cakep di kelas?"

"Auto buta tuh cewek kalau liat lo, Nan." Celetuk Anka.

Ginan menoleh, "iya 'kan, saking gantengnya gue gitu loh."

"Bukan, saking buruk rupanya lo mereka jadi buta." Ucap Anka lagi membuat yang lain terbahak keras.

"Mulut lo..." Geram Ginan kesal.

Anka mengedikkan bahu.

"Enggak bisa dibiarin sih ini," seru Jeni yang masih tidak terima. "Kita harus kasih dia pelajaran!" Ucapnya mantap.

"Kasih pelajaran Fisika aja biar dia mabok, " balas Karin polos, gadis itu memandangi wajahnya di cermin.

Jeni menjitak kepala gadis itu membuat sang korban meringis.

"Begonya tunda dulu." Ujar Jeni sebal.

Anka menatap Jeni, "biarin aja kali. Yang dapet dosa 'kan dia, kita dapet pahala. Kalau enggak mau nambah dosa, mending diem aja." Ujarnya memberikan pendapat.

Kara menganggukkan kepala setuju, "bener juga, lagian ini 'kan baru sekali. Ya, masih bisa di toleransi lah." Tambahnya.

Jeni diam, "ah, bener juga sih. Tapi gue tetep aja kesel dikatain gitu."

"Sabar." Balas Ginan.

Akhirnya mereka bertujuh pun sibuk dengan aktivitasnya masing-masing tanpa memperdulikan omongan yang cukup tidak mengenakan itu lagi.

Hito dan Ginan sibuk meminta makanan kepada Kara dan juga Jeni, karena makanan dua gadis itu yang masih banyak. Sedangkan Anka sibuk membaca materi Ekonomi di ponselnya.

ANKARA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang