4 : Percaya Diri

534 94 44
                                    

Revisi
[23 Mei 2020]

Menahan sesuatu untuk kebahagiaan orang lain itu sangatlah mulia. Percaya diri bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh setiap orang. Namun percayalah semua orang mempunyai rasa percaya diri. Hanya saja mereka belum bisa mengeluarkannya.
~Batasan Agamaku~

...

Kami baru selesai menjalankan ibadah sholat Subuh. Abi belum pulang dari masjid bersama bang Ilham. Sedangkan umi nyuci baju. Dan aku? Seperti biasa, membuat artikel.

Aku masih kesel sama bang Ilham kemarin. Katanya mau cerita, ee pada akhirnya nggak jadi. Bikin penasaran orang aja. Dia mau cerita tentang apa sih.

"Aisha!!"

"Ya bi. Bentar." Aku berjalan menemui abi di ruang tamu.

"Ada apa bi?"

"Duduk dulu!" Pinta abi, aku langsung duduk.

"Aisha ada kerjaan nggak?" Tanya abi. Kenapa tiba-tiba abi nanyain itu ke aku ya.

"Enggak bi. Emang ada apa?" tanyaku penasaran.

"Kamu tau pondok milik Ustadz Jeffri Rohman? Kalau nggak sibuk bantu-bantu disana Sha, untuk menambah pahala." Penjelasan dari abi Ali yang berhasil membuatku terkejut.

"Aisha bantu apa?"

"Mengajar Sha." Jelas bang Ilham di sampingku.

"Maksudnyajadi guru?" Tanyaku sekali lagi. Aku hanya ingin memastikan saja. Benar apa tidak. Abi mengangguk. Artinya iya dong.

Jadi Guru?

Jadi murid saja aku belum bener apalagi jadi guru. Emang aku bisa menyampaikan ilmu dengan benar dan percaya diri.

Tunggu pondok Usatdz Jeffri?

Bukannya pondok itu isinya anak-anak SMP? Aku masih anak SMA dan aku disuruh mengajari anak SMP emang aku bisa? aku akan berhasil? Aku sangat tidak percaya diri.

"Aisha enggak bakat bi jadi guru." Ucapku yang mulai tidak percaya diri.

Aku memang tidak mempunyai bakat untuk menjadi guru.

"Loh adik abang kok tidak percaya diri. Ini bukan Aisha yang abang kenal." Ucap bang Ilham melihatku tertunduk.

Ini bukan Aisha yang dulu bang. Aisha sudah berubah banyak. Aisha sering mengecewakan abi dan umi bang. Maafin Aisha abi, Aisha memang anak yang tidak bisa diandalkan.

"InsyaAllah Sha, dengan mengucap bismillah kamu bisa." Ucap umi sambil berjalan ke arah keluar. Pasti mau belanja sayur.

"Jam berapa bi?" Tanyaku yang mulai percaya diri.

"Jam 8 kelas dimulai." Jelas Abi Ali yang aku balas dengan anggukan.

"Sha, mau abang ceritain kisah saah seorang sahabat Rasulullah SAW. yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi? Siapa tahu mampu memberi sedikit motivasi dan inspirasi. supaya terus semangat.." Tanya bang Ilham. Aku mengangguk, kapan lagi kan bisa di ceritain bang Ilham.

"Dalam suasana perang Uhud, Rasulullah SAW berdiri sambil memegang pedangnya. dan berkata : 'siapa yang mau mengambil pedang ini?'

"Semua sahabat yang berada disekita Beliau mengulurkan tangan dan berteriak.. 'aku... aku...' Lalu Rasulullah kembali berkata : 'Siapa yang berani mengambil pedang ini dan mempertanggung jawabkan nya?' Para sahabat semua terdiam. tiba-tiba terdengar salah seorang dari mereka berteriak lantang.

"' Aku, Abu Dujanah, yang akan mengambilnya dan mempertanggung jawabkan. karena telah berani mengambil pedang itu.' Lalu Abu Dujanah, bergegas ke medan pertempuran melawan kaum kafir dibarisan terdepan, dia mengikatkan kain merah dikepalanya. teman-temanya pun berkata : 'lihatlah Abu Dujanah, dia maju berani mati. setiap bertemu musuh pasti akan dibunuhnya, ayo mari kita membantunya'."

"Itulah kisah singkat sosok salah seorang sahabat Rasulullah SAW. yang kita tahu dia tidak setingkat Abu Bakar, tidak sekuat Umar ataupun seberani Ali. Tapi dia berani tampil dengan percaya diri untuk mengambil dan mempertanggung jawabkan pedang dari Rasulullah SAW. dengan percaya diri pula dia dipercaya Rasulullah SAW untuk membawa pedangnya dengan pasti, jantan dan berani." Cerita bang Ilham di akhiri sampai ini.

Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita sahabat Rasulullah. Kalau Abu Dujanah dengan percaya diri berani mempertanggung jawabkan pedang Rasulullah. Aku harus percaya diri juga untuk memberikan ilmu ku.

Bismillah, InsyaAllah bisa.

...

"Umi, Aisha berangkat dulu ya." Pamitku kepada umi. Ini hari sabtu, SMA libur sedangkan SMP tidak. Jadi abi harus bekerja menjadi seorang guru.

"Mau naik apa Sha?" Tanya umi.

"Jalan kaki mi." Ucapku polos.

Umi menepuk jidatnya pelan "kamu mau jalan kaki sampai sana Sha? pulang-pulang nanti kakimu bengkak." Tegur umi. Sejauh itu kah pondok pesantrennya? Aku kira deket, tapi mau bagaimana lagi.

"La terus?"

"Bentar, Ilham! Ilham!" Paggil umi. Bang Ilham sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya di luar.

"Iya mi?"

"Sibuk nggak? Anterin Aisha ke pondok Al-Ikhlas gih!" Pinta umi. Bang Ilham sepertinya agak bingung.

"Kan nggak ada motor mi. Motornya di pakai abi." Jelas bang Ilham.

Aduhh makin runyem nih masalahnya. Aku mengalah saja ya. Daripada ngrepotin semua orang.

"Gak papa mi. Aisha jalan kaki, sekalian olahraga." Ucapku kepada umi sambil tersenyum.

"Beneran nggak papa?" Tanya umi sambil mengelus kepalaku. Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Yaudah, tapi nanti kalau capek. Aisha naik apa gitu ya yang ada di sana. Entah itu angkot atau ojek." Nasihat umi.

"Siap mi."

"Aisha berangkat dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

...

Akhirnya aku jalan kaki untuk sampai ke tepat tujuanku. Sungguh udara pagi yang menyejukan badan.

"Loh Aisha, mau kemana?" Ucap seseorang yang naik motor.

Penampilan Aisha

Aku akan mengenakan kerudung panjang saat ada acara tertentu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku akan mengenakan kerudung panjang saat ada acara tertentu. Tapi biasanya kerudungku itu seperti model kerudung anak jaman sekarang.

_______B_E_R_S_A_M_B_U_N_G_______

Terimakasih buat semua yang setia membaca ceritaku. Tetap semangat kalian....

Jangan lupa Vote dan Komennya ya..

Next

📝📝📝

Author : Viki Mustika

Hari : Kamis

Klaten, 10 Oktober 2019

BATASAN AGAMAKU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang