42 : Diambang Restu

218 29 16
                                    

Revisi
[10 Juni 2020]

Jika ingin melakukan sesuatu mintalah restu orang tuamu. Karena saat orang tua ridho Allah pun ridho

~Batasan Agamaku~

...

Aku dari habis subuh sibuk sekali. Pertama aku harus masak makanan yang lezat. Kedua bersih-bersih rumah, sebenarnya tidak wajib sih. Tapi ini bentuk rasa terimakasihku kepada keluarga Arin yang mengizinkanku menginap disini. Ketiga mandi dan bersiap-siap.

"Sha,, buruan mandinya! Aku juga mau mandi, ada kelas pagi ni aku." Teriak Arin dibalik pintu kamar mandi. Aku hanya diam, karena di kamar mandi tidak boleh bicara. Maaf Arin,tapi aku juga sudah cepat mandinya.

Sebenarnya tidak hanya satu kamar mandi yang ada di rumah Arin. Tapi kamar mandi yang lainnya sedang dalam proses perbaikan, entah kenapa bareng aja rusaknya.

Tok tok tok "Aisha eonni, mog-yog-i ​​gasogdoeeossseubnida. achim-e tteonago sip-eo [Kak Aisha, mandinya di percepat. Aku mau berangkat pagi]!" Teriak Lira. Tidak biasanya Lira mau berangkat pagi. Berarti ini aku ditungguin Arin dan Lira. Aku harus cepat selesain nih.

Aku sudah selesai mandi, dan aku sekarang keluar dari kamar mandi. Aku kaget saat aku keluar karena Arin, Lira dan eomma tepat berada di depan pintu. Ternyata ada eomma, aku sangat tidak enak. Aku harus minta maaf.

"Joesonghabnida. imi yeoleobun-eul gidalige mandeul-eossseubnida. Mian, eomma [Maaf ya semua, udah bikin kalian nunggu. Maaf eomma]." Aku berusaha untuk cepat tapi tidak kelar-kelar juga. Aku tidak tahu kenapa aku bisa lama sekali mandinya. Aku harus bagaimana lagi untuk mempercepat mandiku.

"Janglaeui beob-eul mannago sipgi ttaemun-e mog-yog-i gilda. [Mau ketemu calon mertua, jadi mandinya lama]." Ejek Arin kepadaku.

Aku sangat malu. Gimana ini mereka jadi menggodaku. Eomma juga ikut-ikutan, aku malu sekali. Untuk kali ini aku agak tidak sopan, aku langsung berjalan menuju ke kamar meninggalkan mereka di depan pintu kamar mandi.

Saat aku hampir sampai di kamar tiba-tiba ada Gyung Dam Oppa. "Oppa museun il-iya? oppa mwongaga pil-yohae [Ada apa oppa? Oppa butuh sesuatu ]?" Tanyaku kepada Gyung Dam Oppa. Tidak biasanya dia berdiri di depan pintu kamar Arin. Biasanya langsung masuk aja.

Gyung Dam Oppa berjalan menemuiku "Aisha gyeolhonhago sip-eo [Aisha mau menikah]?" Tanyanya.

Aku terkejut kenapa Oppa jadi nanyain hal begituan ada apa. Memang kami tinggal dalam satu atap tapi kami tidak begitu akrab. Dan secara tiba-tiba dia menanyakan hal seperti itu kepadaku.

"Ne, wae? [Iya, kenapa]?"

Gyung Dam Oppa menghela napas "hangug-ingwa gyeolhon hal wiheom-iissda [Kamu tahu resiko menikahi orang Korea]?" Tanya Gyung Dam Oppa.

Ada apa dengannya. Tapi memang benar aku belum mengetahui resiko menikahi orang Korea. Aku menggeleng.

Gyung Dam Oppa tersenyum. "Naega saeng-gaghaessdeus-i hangug-in-eul sangdae hal ttae jigmyeonhage doel geosdeul-i issseubnida [Sudah aku duga, ada beberapa hal yang akan kamu hadapi jika berhubungan dengan orang Korea]." Jelas Gyung Dam Oppa. Aku mendengarkan penjelasan Gyung Dam Oppa dengan serius.

"Yeop-eulo idong [Minggir-minggir]." Potong Arin secara tiba-tiba saat Gyung Dam Oppa sedang menjelaskan kepadaku. Kebiasaan Arin. Tapi memang tempat kami berdiri menghalangi pintu kamar Arin.

"Iyagihaneun salamdeulgwa maeneo [Begitu tata krama sama orang yang sedang bicara]." Tegur Gyung Dam Oppa. Arin berhenti melangkah saat mendengar teguran Oppa. Arin berbalik badan menghadap Oppa nya. Lalu Arin tersenyum.

BATASAN AGAMAKU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang