48 : Harusnya Bahagia (END)

591 33 4
                                    

Revisi
[10 Juni 2020]

Bahagia harus dirasakan setiap manusia bukan? Aku juga ingin merasakan kebahagiaan itu untuk sekarang ini

~Batasan Agamaku~

...

Harusnya aku bahagia untuk hari ini. Ya, aku mencoba bahagia untuk pernikahanku yang aku setujui 1 bulan yang lalu. Aku mencoba melupakan kenangan masa lalu yang menghantuiku dan mencoba menyimpan kenangan baru di memoriku.

"Wah pengantin ini sangat cantik ya." Kata penata rias.

"Iya, aku baru melihat pengantin secantik ini. Teteh apa sih rahasianya untuk menjadi cantik seperti teteh?" Tanyanya

Namun aku hanya menatap datar ke arah cermin. Aku mendengar namun aku tak mau menjawabnya.

"Dia budek apa gimana sih?" Bisik penata rias kepada temannya.

Mereka kira aku tidak mendengar percakapan mereka. Aku sangat mendengarnya. Sangat jelas.

"Hust, jangan gitu." Kata temennya.

Mereka sudah selesai meriasku, dan sekarang mereka sudah keluar dari ruang rias. Aku hanya menatap diriku yang mereka bilang cantik.

Tapi ini penampilan terburukku karena di ikuti kesedihan yang aku rasakan. Aku mencoba tidak menitihkan air mata.

"Aisha kamu sudah siap sayang?" Tanya umi saat melihatku selesai berdandan.

Umi adalah sosok ibu yang luar biasa untukku. Beliau sanggup mengorbankan nyawanya hanya demi kehidupanku. Aku bangga mempunyai ibu seperti umiku.

Aku mengangguk dan mencoba tersenyum manis. Itu yang akan dilihat orang.

Tapi nyatanya aku hanya tersenyum hambar dan pahit untuk diriku sendiri.

Umi menuntunku keluar dari tempat riasanku dan berjalan menuju pelaminan yang sudah di sediakan di sana lebih tepatnya pelaminan kecil di sebuah masjid di Kota Bogor.

Aku melihat tamu undangan yang hadir menyaksikan acara yang sakral ini. Mereka begitu kagum melihat wajahku. Tapi bagiku, aku terlihat menyedihkan, sangat menyedihkan. Hingga relung hatiku mengasihaniku sendiri.

Kak Ulfa berdiri, ia menemani umi menuntunku ke pelaminan. Aku dapat melihat Farhan dan kedua orang tuanya di sana. Juga abi dan bang Ilham yang ikut duduk di sana.

Mereka tersenyum melihatku kecuali Farhan, manusia itu belum berubah dari yang pertama kali aku lihat. Aku mencoba tersenyum manis, sangat manis.

Tapi senyum ini malah melukaiku sendiri.

Aku duduk disamping Farhan menghadap abi dan di sampingnya ada penghulu yang menyaksikan pernikahanku dangan manusia di sampikingku ini. Aku harus tampak bahagia walaupun di dalam aku tampak hancur dan rapuh.

Kenangan yang aku susun selama berbulan-bulan perlahan-lahan aku hancurkan dengan mencoba bahagia dengan keadaanku sekarang ini.

Aku akan mencoba melupakan semua kenangan ku bersama laki-laki yang menyerah begitu saja untuk mempertahankan seseorang yang ia lamar dengan perkataan yang romantis keluar dari mulutnya.

Aku mencoba bertahan namun ia menghancurkan harapanku menjadi sebuah abu yang tidak ada gunanya yang bersarang di atas tanah. Dan terbang begitu saja terbawa oleh angin lalu menghilang tanpa jejak sedikitpun.

Aku terluka hingga membekas sampai sekarang ini.

Aku terhina sebagai seorang perempuan muslim. Aku sakit tapi tidak terlihat.

Aku bertahan tapi dikhianati.

Aku mencoba melupakan tapi aku yang terlupakan.

Aku jadi teringat perkataan Somi eonni waktu itu. Dia bilang aku akan kena sial atau semacamnya. Dan itu terbukti.

Seharusnya aku mencoba memikirkan itu tapi aku terlalu bodoh untuk mempercayai kata cinta, dan akhirnya aku yang di khianati oleh cinta itu.

Sekarang aku tau bahwa cinta itu hanya melukai. Cinta itu menyakiti. Cinta itu mengkhianati. Aku mencoba berpikir positif semua ini hanya mimpi buruk.

Tapi ini bukan drama Korea atau Film Indonesia yang mampu memutar balikan waktu dan fakta. Ini sebuah fakta yang harus aku percayai.

Percaya bahwa sebentar lagi aku akan menjadi milik seseorang.

Seseorang yang tak pernah terpikirkan olehku untuk menjadi suamiku kelak. Seseorang yang tidak terlalu aku kenal. Seseorang yang aku tidak tahu dia mencintaiku apa tidak. Dan terpenting seseorang yang tidak pernah aku cintai sedikitpun.

Mulai detik ini aku harus bisa bertahan dengannya tanpa ada ikatan cinta. Aku akan menghilangkan kata cinta dari kehidupanku kecuali cinta ku kepada Allah dan Rasulullah. Aku akan mencobanya. Bukan hanya mencoba tapi melakukannya demi luka yang membekas ini.

"Farhan apa kamu sudah siap nak?" Tanya abiku. Farhan menatap wajahku yang sedang melamun ini lalu dia mengangguk.

"Baiklah kalau Farhan sudah siap. Kita langsung mulai saja." Ucap lantang dari abiku.

Abi mengulurkan tangannya ke arah Farhan dan Farhan menjabatnya. Lalu penghulu mulai acara ijab kabul ini

"Farhan, saya nikah dan kawinkan engkau, Farhan Faturohman bin Jeffri Rohman dengan Aisha Ariqa Bhalwes binti Ali Bhalwes dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan rumah dibayar tunai." Kata dari bapak penghulu. Aku melihat ke arah Fahan. Laki-aki itu menarik napas dalam-dalam.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Aisha Ariqa Bhalwes binti Ali Bhalwes dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Itu adalah sebuah kalimat yang aku tunggu-tunggu tapi bukan dia yang harus mengucapkannya. Farhan mampu menyelesaikannya dengan satu tarikan napas.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah."

"Alhamdulilah." Pengulu membacakan doa untuk kebaikan pernikahan kami. Aku dan lainnya mengamininya. Aku menangis seperti yang lainnya. Tapi ini bukan tangisan bahagia. Namun tangisan menyedihkan. Sangat menyedihkan.

Namun Allah memperlihatkan kepada semua orang bahwa ini tangisan bahagia. Penghulu menyuruhku berjabat tangan dengan Farhan. Aku melakukannya dan begitupun Farhan langsung mencium keningku lumayan lama, mungkin 7 detik kalau tidak salah.

Farhan menatap manik mataku begitu pula denganku. Kami sudah halal. Tapi aku merasa ada dinding pembatas di antara kami.

Aku tidak menemukan hal yang membuatku bahagia di mata Farhan tidak ada sedikitpun. Aku tidak tahan aku memalingkan wajahku untuk menatap umi dan memeluknya. Aku menangis di pelukan umi.

Orang mengira aku menangis bahagia tapi fakta sesungguhnya aku sedang menangisi kehidupanku yang menyedihkan ini. Bukan hanya menyedihkan tapi menyakitkan.

Entah kenapa aku akrab dengan kata menyakitkan dan sakit. Seolah-olah kata itu menjadi satelit bagi kehidupanku.

_______B_E_R_S_A_M_B_U_N_G_______

Gimana END nya? Semoga kalian mendapatkan feel nya ya.

Apa pendapat kalian tentang END nya ini?

Ada yang sebelumnya menebak ENDing Batasan Agamaku seperti ini?

Eittsss tenang saja masih ada Epilog nya ko :) Jadiii tungguu saja yaaaa :)

Dukung ceritaku ya dengan Vote dan Komen. Terimakasih semuanya. 😊❤🙏

📝📝📝

Author : Viki Mustika

Hari : Jum'at

Klaten, 8 Mei 2020

BATASAN AGAMAKU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang