prolog (310120)

6.9K 259 10
                                    

"Kabarnya Jungkook sudah dalam perjalanan pulang untuk liburannya. Aaa....aku tak sabar untuk menemui Jungkook oppa."

Seorang wanita tersenyum mendengar celotehan para gadis remaja berpakaian sekolah yang menjadi langganan kedai ramennya.

Tangannya masih sibuk membersihkan bekas ceceran kuah ramen di atas meja yang ditumpahkan oleh seorang pelanggan yang baru saja pergi. Kendati demikian pendengarannya masih ia pasang ke arah tiga remaja putri yang asik bergosip tentang idola mereka.

Siapa lagi kalau bukan Jeon Jungkook.

Salah seorang member BTS yang namanya tengah melambung tinggi melampaui segala batasan dan tolak ukur yang pernah dicapai para idol korea pendahulunya.

"Tapi kalau pun Jungkook oppa datang ke busan kita tetap saja tak bisa bertemu. Ini menyebalkan." kesal salah seorang diantara mereka.

Membuat si gadis kedai kembali tersenyum "Bahkan aku pun yang sudah bertahun-tahun menunggu juga sangat sulit untuk bisa bertemu, lalu bagaimana kalian bisa punya keberuntungan untuk dapat menemuinya?"

"Kurasa kau hanya perlu menabung yang banyak jika ingin bertemu dengannya. Dengan uang itu kau bisa membeli tiket fansign mereka."

"Kau benar eonni tapi mendapatkan tiket mereka juga butuh keberuntungan karena kita harus rebutan dengan ribuan penggemar lainnya." jawab seorang dari mereka yang memiliki perawakan langsing wajah oval dengan hidung mancung dan mata indahnya yang dihiasi kaca mata remaja masa kini. Dia gadis yang feminim.

"Apa kau sudah pernah mencobanya?" si penjaga kedai kembali mencoba beramah tamah.

"Sudah eonni tapi gagal."

"Yah sayang sekali. Seandainya aku bisa, pasti menyenangkan untuk membantu kalian. Tapi...kurasa aku juga sama dengan kalian..hanya seseroang yang tak beruntung." jawab si penjaga kedai dengan lesu.

"Apa kau juga seorang fans? Army?" kali ini yang bertanya si cewek manis dengan rambut pendeknya. Pipinya sedikit gembil meski tubuhnya tampak langsing. Bola matanya tampak lebih besar dari yang lain. Ia selalu tersenyum dan memancarkan aura yang positif.

"Bukan, aku hanya seorang warga yang merasa bangga pada boygroup itu dan berharap memiliki keberuntungan yang sama seperti kalian untuk bisa bertemu dengan salah satu dari mereka."

"Oh.." jawab mereka akhirnya.

"Seya, apa kau sudah selesai dengan pekerjaanmu di sana?"

"Ah ya bibi, sudah." jawab Seya lalu bergegas melangkah ke belakang untuk menemui bibinya. Tapi sebelum itu ia masih sempat memberi semangat kepada tiga orang gadis remaja yang tadi sempat berbincang dengannya.

"Aku sudah selesai bibi, apa bibi punya tugas lain untuk ku kerjakan?"

"Iya, bibi kehabisan beberapa bahan untuk membuat ramen. Jadi kau pergilah sebentar ke supermarket. Aku sudah buatkan daftar belanjannya."

"Oh baiklah bibi." Seya pun bergegas masuk ke ruang ganti kemudian melepas epronnya dan menggantung di tempat biasa.

Kemudian dalam waktu kurang dari lima menit ia pun keluar dengan topi kupluk dan kacamatanya. Sedikit berlari Seya mengambil sepedanya yang terparkir di belakang warung. Kemudian seperti biasa pula ia meletakan dua keranjang berlanja di bagian kanan dan kiri sepedanya.

Dengan riang sambil bernyanyi kecil Seya pun mengayuh sepedanya menuju supermarket yang jaraknya cukup jauh dari kedai bibi Sua. Tapi karena semua itu sudah biasa ia lakoni maka jarak tempuh tiga puluh menit dengan sepeda gayung bukan masalah lagi baginya.

"Hai Seya," seorang pria melambaikan tangannya, kemudian dibalas oleh Seya sambil tersenyum manis. Pria itu pun berderap mendekatinya. "Cari apa? Sini biar aku bantu." ia menengadahkan tanganya meminta daftar belanjaannya.

"Memangnya kak Kwon Wu tidak sibuk?"

"Seperti yang kau lihat. Setiap kau datang maka seluruh kesibukanku langsung menguap."

Seya terkekeh. "Ya sudah, aku manfaatkan tenagamu." catatan belanja itu pun berpindah tangan.

"Siap nona..mari ikut saya." Kwon Wu menyodorkan lengannya, yang disambut Seya dengan rangkulannya. Kemudian mereka berjalam beriringan menyusuri setiap koridor di mana Seya memilih barang yang ia butuhkan dan Kwon Wu mendorong terolinya.

Selang satu setengah jam mereka pun tampak mengantre di kasir. Kwon Wu kembali masuk ke dalam toko untuk mengambil dua bungkus ramen dan menyeduhnya di mesin otomatis. Setelahnya ia duduk di tempat duduk yang disediakan pihak Supermarket.

Tak butuh waktu lama bagi Seya untuk menyelesaikan pembayaran semua belanjaannya. Seperti biasa kini ia dan Kwon Wu sudah duduk menghadap ramen masing-masing dengan minuman kaleng dingin sebagai pendampingnya.

"Minggu kemarin kau kudengar kau pergi ke Seoul benar?" Kwon Wu memulai percakapan setelah menegak minuman dinginnya.

Sementara Seya masih asik menyeruput mie hangat dengan sumpitnya dan langsung memasukknya ke mulut meski masih tampak asap mengepul dari mangkuk mienya.

Mendengar pertanyaan Kwon Wu, Seya hanya mengangguk. Mulutnya masih terlalu penuh untuk bisa bicara. Hingga ia menelan semua makanan yang ada di mulutnya maka Seya hanya akan mengangguk tiap kali Kwon Wu melempar pertanyaan. Syukurlah pria di sebelahnya tak memberikan ia pertanyaan yang mengharuskannya untuk menjawab dengan jawaban yang panjang.

"Masih mencari pria itu?"

Seya menatap Kwon Wu sesaat. Kemudian menelan mie yang sudah hancur dalam kunyahannya. "Kau pikir aku pengangguran hingga harus pergi ke Seoul hanya untuk mengejar seorang pria."

"Siapa tau saja. Kau kan gadis yang keras kepala." cibir Kwon Wu.

"Padahal memang sudah seharusnya kau melupakan pria itu dan mencoba melirik pria baik yang ada disekitarmu."

"Maksudmu? Kau?" Seya hanya meledek "Bahkan jika manusia di bumi ini hanya tertinggal kau seorang, aku tetap tak akan memilihmu."

"Huu!! Sombong... Ku sumpahi kau kena karma dan jatuh cinta kepadaku sampai kau tak mau lepas dariku."

"Tidak akan. Kau hanya akan menua lalu mati karena terus menungguku." cibir Seya sambil kembali memasukkan sejumput mie ke mulutnya.

Kwon Wu ngedumal kesal. "Berani sekali kau Kim Seya dasar gadis sombong." pria itu mencekik Seya dengan apitan lengannya membuat Seya tersedak lalu Kwon Wu dengan senang hati menertawakannya.

Begitulah hal yang mereka lewati dalam keseharian. Sebagai teman dan sahabat mereka memang kerap kali bercanda hal-hal yang tidak penting. Yang penting mereka bisa saling mengejek, saling menertawakan dan saling menghibur itu sudah cukup.

Biasanya tak ada yang terlalu perduli dengan seberapa akrab persahabatan mereka, bahkan sebagian dari mereka malah menganggap dua sahabat itu sebenarnya saling memiliki rasa tapi enggan untuk saling mengungkapkan dengan cara yang lebih serius. Malah mereka hanya menganggap hal itu sebagai candaan semata. Mungkin suatu saat mereka akan sadar dengan rasa masing-masing setelah mereka terpisah. Setidaknya itulah tanggapan orang-orang akan hubungan mereka.

Saking asiknya Seya bercanda dengan Kwon Wu hingga ia tak sadar jika sedari tadi ada seseorang yang menatapnya dari balik kaca mata hitam mobilnya. Ia yang sedang menunggu managernya datang dari membeli beberapa camilan di supermarket tampak menggeram menatap sejoli yang tampak mesra seperti sepasang kekasih itu.

"Kim Seya, aku pikir kau akan menungguku tapi ternyata kau sudah melupakanku." gumamnya dengan nada kecewa.

Tbc

Hai i'm back dengan cerita baru. Aku coba kembali mengambil cerita dengan gendre drama seperti I Can't semoga kali ini aku bisa membawa gendre drama dengan lebih baik lagi.

Mohon review kalian dong sebelum aku lanjut.

Kalau kalian suka maka akan aku lanjut kalau tidak ya..mungkin aku akan kembali ke gendre fantasy atau thriller.😅😅

Ma Busan BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang