Kali ini Fumie pergi ke rumah neneknya menggunakan sepeda. Sore hari adalah waktu yang bagus untuk bersepeda. Apalagi sekarang sedang musim gugur. Pasti banyak sakura yang mekar. Dan benar saja, Fumie melalui rute yang cukup jauh untuk ke rumah neneknya demi melihat sakura yang berguguran.
Ia tahu kalau dirinya bukanlah seorang yang melow. Tapi apa boleh dikata kalau ia memang suka tiga hal. Sakura, langit dan senja. Perpaduan itu didapatnya dari seseorang yang sangat berharga baginya. Orang itu adalah ayahnya yang sudah lama meninggal.
Hidup dalam kepahitan sudah mengajarkannya untuk hidup mandiri. Belajar karate serta ilmu bela diri lainnya sudah ditekuni Fumie untuk hidup tegar. Semua orang punya masa lalu yang gelap termasuk dirinya. Mulai dari dikejar rentenir hingga tidak punya tempat tinggal. Tetapi untunglah ia masih punya saudara jauh ibunya yang mau membantu mereka. Dan sekali lagi, untunglah saat itu ibunya tidak punya uang banyak untuk mengantarkannya ke sekolah bagus. Maka sekolah 'gangster' itu lah yang menjadi pilihan ibunya.
Untuk pertama kalinya ia bersyukur dapat bersekolah disana. Ia mendapat teman yang solid serta kepala sekolah yang membanggakannya karena prestasi beladirinya yang memukau.
Tapi sekarang sudah tidak lagi. Dan semua itu gara-gara seseorang yang sangat dibencinya. Sekolah baru itu sungguh membosankan. Setelah melihat muridnya saja ia sudah bisa menebak. Terlebih lagi karena cowok bodoh yang berani menghina ibunya kemarin. Rasanya ia ingin mencekik cowok itu dan melemparnya dari lantai atas. Lain kali kalau ia berjumpa dengan cowok itu, ia pastikan akan ada darah di sudut bibir si cowok.
"Awas kau." Geram Fumie.
Tak lama setelahnya ia sampai dirumah neneknya. "Nenek!" Panggilnya dari luar rumah bernuasa putih itu. Rumah kayu bercat putih sederhana itu selalu mengingatkannya pada ayahnya.
"Hhh." Fumie menghela napas dan mengetuk pintu rumah neneknya. Tak lama setelahnya seorang wanita tua berambut putih keluar dari rumah dan memamerkan senyum ramahnya.
"Fumie! Darimana saja kau? Kenapa baru sekarang kau berkunjung kesini? Dasar cucu durhaka." Nenek Hao berkacak pinggang.
Sudah Fumie duga. Nenek bar-barnya ini pasti selalu begitu. Baru lima hari lalu ia berkunjung, sekarang ia kembali lagi dan neneknya mengatakannya durhaka? Ya Tuhan.
"Wah! Nenek semakin tua saja." Balasnya dengan niat bercanda. Ia tahu neneknya tidak pernah serius dalam berbicara dengannya.
"Dasar cucu durhaka! Mana kirimanku? Cepat berikan dan pulang sana." Nenek Hao mengisyaratkan telunjuknya ke sudut kanan atas.
"Iya iya nenek ratu. Ini kirimanmu nenek ratu." Fumie memberikan keranjang itu dengan membungkukkan badannya sebagai tanda hormat.
"Dasar kau. Ayo masuk."
Fumie tersenyum menang. Nenek tersayangnya itu selalu begitu. Seperti pria yandere di cerita-cerita novel saja.
"Ayo buatkan aku teh dan kita makan sekarang." Perintah nenek Hao yang sudah duduk kursi kayunya sambil menyilangkan kaki.
"Iya nenek ratu." Jawab Fumie sebelum menghilang ke dapur. Tidak ada lagi gerutuan dalam hati Fumie saat disuruh neneknya membuat teh. Beda saat pertama kali ia datang kerumah nenek dan diperintahkan untuk membuat teh dulu. Ia pasti akan menggerutu berat dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad girl
Teen FictionTatsuya adalah seorang berandalan disekolahnya. ia dikenal sebagai cowok terhits sekaligus terfamous sejagad SMA Hillary yang tak lain adalah milik kakeknya sendiri. Ia suka memacari banyak cewek dan sudah menghasilkan puluhan mantan hanya di SMA it...