⚠️War II

79 14 3
                                    

"Anggota geng?!" Kakek Takeshi membeo lalu dibenarkan Tatsuya dengan anggukan kepala.

"Dari mana kau tahu itu?" tanya Kakek Takeshi, menginterogasi Tatsuya di dalam mobil sambil memperhatikan keadaan sekitar.

"A-aku ... aku ... pernah ke markas mereka sekali." Tatsuya menatap Sang Kakek dengan takut-takut.  Entah harus bersyukur atau tidak, Tatsuya berharap kakeknya tidak akan marah dengan pernyataannya itu.

"Bagus."

Tatsuya membelalak. "Kenapa bagus? Memangnya kakek tidak marah?" tanya Tatsuya heran.

Kakek Takeshi menoleh geram pada cucunya. "Kau ini! Rugi kakek sekolahkan sampai besar tapi kinerja pikiranmu masih seperti anak sekolah dasar! Kenapa itu bagus? Karena dengan begitu kakek bisa mendapat banyak informasi darimu," semburnya. Tatsuya ber-oh lalu ikut melihat-lihat keadaan sekitar tapi seketika tersadar.

"Sebentar ... jadi kakek memanfaatkan aku?" ujar Tatsuya tak menyangka kakeknya akan setega ini. Oke, itu berlebihan. Tapi hati nuraninya tidak setuju apabila dirinya dimanfaatkan.

"Kenapa tidak? Kau kan cucuku. Sudah sewajarnya aku mengambil manfaat darimu kan." Kakek Takeshi terlihat tidak peduli sama sekali dan terus waspada kalau-kalau ada yang melintasi jalan lagi selain anggota geng seperti yang dikatakan Tatsuya.

"Kakekkk!!"

"Ssshhhh! Jangan ribut! Ayo kita keluar." Kakek Takeshi membuka pintu lalu keluar dari mobil dengan hati-hati. Tatsuya kelihatan jengkel dan memilih mengikuti Sang Kakek.

Mereka mengendap-endap lewat pohon-pohon yang tak terlalu tinggi yang ditutupi salju diatasnya. Pikiran Tatsuya yang kurang cemerlang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi dengan situasi yang terasa cukup mencekam ini. Tingkah kakek pun terbilang tidak biasa karena diumurnya yang sudah berbau tanah, beliau masih bisa berlari-lari kecil sambil sesekali mengendap-endap seperti maling.

Teriakan demi teriakan pun terdengar. Tatsuya segera memasang telinga begitupun kakeknya. Maju beberapa langkah, akhirnya mereka dapat menyaksikan secara langsung perkelahian hebat antara geng Fumie dan anak buah Tuan Michio.

"Tunggu disini." Kakek Takeshi memberi perintah. Tatsuya mengangguk saja dan membiarkan kakeknya pergi ke arah sebatang pohon yang tak jauh dari mereka.

DOR!

Tatsuya dan Kakek Takeshi terkejut secara bersamaan saat bunyi tembakan terdengar tak jauh dari mereka.

***

Fumie mengepalkan kedua tangannya yang ternodai darah membuat kain putih yang membaluti tangannya berubah merah. Matanya berkilat-kilat memancarkan amarah saat melihat seorang pria tua bertopi hitam dengan pakaian kontras dari yang lain yaitu Tuan Michio.

Dengan ekspresi menang, Tuan Michio mengangkat pistol lalu meniup ujungnya seolah telah berhasil membunuh bandit terjahat di dunia. Lalu salah seorang pesuruh Michio mendekat dan membisikkan sesuatu yang membuat bibirnya menyunggingkan senyum misterius. Pistol yang tadi ia gunakan kemudian ia kembalikan ke tangan si pengawal.

"Kalian anak sekolah yang tidak punya aturan! Berani-beraninya datang ke tempatku lalu membuat onar," kata Michio dengan nada setenang air di laut tapi penuh bahaya di dalamnya.

Fumie menatap Michio berang. Pria tua itu masih saja berpura-pura. Ia juga tahu kalau Akira diam-diam menyembunyikan luka sayatan di lengan kirinya. Semua itu benar-benar menjengkelkan baginya.

"Sebaiknya kalian pergi sebelum aku menelepon polisi," ancamnya.

"Sebelum kau melakukan itu, akan kupastikan kau duluan yang ditangkap polisi!" seru Fumie lepas kendali. Tanpa menghiraukan keselamatan dirinya, dengan berani ia berjalan maju kedepan menghadapi Tuan Michio. Melihat pergerakan Fumie, pasukan penjaga Michio juga ikut bersiaga dengan mengangkat senjata api mereka, kalau-kalau Fumie berani mencelakakan bos mereka.

Bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang