Takeshi terlihat sedang mondar-mandir didepan pintu kamarnya. Setelah menelepon Tatsuya, ia cukup terkejut saat mendengar cucunya itu sakit. Seingatnya sudah lama Tatsuya tidak pernah sakit.
Di telepon, Ia mengatakan kepada Tatsuya agar cucunya itu sebaiknya dirawat di rumah sakit saja. Namun reaksi yang didapatnya berlebihan sekali. Memangnya apa yang dipelajari anak itu di sekolah sehingga masuk rumah sakit saja bisa membuatnya mati. Pusing, Takeshi menggelengkan kepalanya dua kali. Lalu merebahkan dirinya di ranjang berlapis seprai hijau itu.
Dering telepon membuyarkan lamunan Takeshi. Dengan langkah berat ia berjalan menuju telepon dan mengangkatnya cepat. "Moshi moshi?"
"Takeshi."
Takeshi bingung. Bagaimana penelepon ini mengetahui namanya?
"Benar, saya sendiri. Ini dengan siapa?"
Tawa sumbang terdengar dari seberang telepon. "Ini aku. Michio Orochi."
"Hoho! Michio! Lama tidak berjumpa. Bagaimana keadaanmu sekarang?" Seru Takeshi dengan binar senang.
"Aku baik Takeshi. Aku ingin berjumpa denganmu. Apa bisa?"
"Mengapa tidak. Beri tahu padaku kapan pun kau bisa." Jawab Takeshi masih dengan senyumnya. Seingatnya Michio Orochi adalah teman sejawatnya saat magang di sebuah perusahaan dulu. Namun ia tidak pernah lagi berjumpa dengan pria paruh baya itu sejak Takeshi memutuskan keluar dari perusahaan untuk mendirikan Hillary High School.
Setelah berbincang lama, akhirnya Takeshi menutup teleponnya. Melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 12 siang, Takeshi memutuskan untuk keluar kamar dan pergi ke dapur untuk makan siang.
Rumah megah milik Takeshi hanya ditinggali oleh dirinya, 8 orang pembantunya, 2 pekerja kebun, 5 satpam serta 2 supirnya. Istrinya sudah lama meninggal dan anaknya sudah tidak lagi tinggal dengan dirinya. Sebagai gantinya, ia meminta Tatsuya untuk tinggal bersamanya. Selain Tatsuya, ia juga punya satu cucu lagi. Namun anehnya ia tidak mengenali siapa cucunya satu lagi itu karena sebuah kejadian masa lalu.
Setelah makan, Takeshi masuk ke ruang kerjanya dan mulai menyibukkan diri dengan tumpukan kertas diatas meja. Kewajiban yang tidak dapat dihindarinya sebagai pendiri sekolah adalah menandatangani seluruh berkas dan surat-surat penting lain. Tidak jarang juga ia menyuruh asistennya untuk mampir ke rumahnya hanya untuk membicarakan hal yang bersangkutan dengan sebuah kertas penting seperti surat perjanjian.
Klek.
Suara pintu terbuka membuat netra Takeshi beralih dari tumpukan kertas ke arah seseorang berambut lebat di pintu.
"Apa kau masih sakit?" Tanya Takeshi dengan suara dalam. Ia sengaja menyuruh Tatsuya pulang saat menelepon tadi.
"Kakek! Aku baik-baik saja." Jawab Tatsuya dengan nada yang tegas. Takeshi tahu ada yang berbeda dari suara itu. Suaranya berat dan agak kecil yang menandakan kalau Tatsuya sedang flu. Meskipun ringan bukan berati boleh disepelekan. Tangan Takeshi merongoh saku dan mengeluarkan ponselnya lalu ia langsung menelepon dokter kenalannya.
"Datanglah. Cucu keras kepalaku sedang sakit." Katanya lalu mematikan panggilan telepon itu.
Tatsuya melempar diri ke sofa dan dan memandang kakeknya dengan raut kesal yang tidak disembunyikan.
"Sudah kubilang kalau aku baik-baik saja kek. Aku sehat."
Takeshi menggeleng. "Kau sakit."
"Kakek aku tidak mau mati." Kata Tatsuya lalu merengek sendiri sambil memeluk bantal. Sifat manjanya kambuh. Dari kecil tinggal dengan babysitter tanpa teman dan tanpa ibu membuatnya manja. Bukan tanpa ibu, tapi saat itu ia sudah diambil Takeshi dari ayah dan ibunya dengan alasan Takeshi tidak mau tinggal sendiri dan pun Tatsuya suka dengan kakeknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad girl
Teen FictionTatsuya adalah seorang berandalan disekolahnya. ia dikenal sebagai cowok terhits sekaligus terfamous sejagad SMA Hillary yang tak lain adalah milik kakeknya sendiri. Ia suka memacari banyak cewek dan sudah menghasilkan puluhan mantan hanya di SMA it...