⚠War

96 14 8
                                    

"Aku tidak ingin menyeretmu dalam masalah ini. Sebaiknya jaga dirimu baik-baik dan pastikan kau masih hidup ketika aku meneleponmu kembali nanti."

Tatsuya mengatupkan bibir saat Kakek Takeshi menatapnya dengan tatapan menyelidik. Sepertinya ada yang salah disini. Padahal ia hanya bertanya tentang persetujuan kerjasama kakeknya dengan Tuan Michio. Tapi ia sama sekali tak menduga kalau kakeknya akan bereaksi seperti seberlebihan ini. Tatsuya baru saja memperdengarkan percakapannya dengan Fumie pada Kakeknya. Ini pemaksaan tentu saja.

"Jadi siapa gadis itu?" Tanya Kakek Takeshi tanpa nada bercanda. Setelah mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan Fumie melalui ponsel Tatsuya tadi,  kerutan di dahinya semakin dalam.

Tatsuya menunduk memperhatikan jari kakinya yang tertempel rapat ke permukaan sandal bulu yang dipakainya. Tidak ada keberanian untuk menjawab pertanyaan itu--sesuai instruksi Fumie--maka Tatsuya memilih bungkam. Tapi bunyi pukulan meja menyentaknya.

"Cepat katakan!" Tatsuya membulatkan matanya, terkejut dengan reaksi sang kakek yang menurutnya sedikit berlebihan. Padahal Fumie sudah mengatakan tadi agar tidak ikut campur.

"I-itu ..." Tatsuya ragu. "tadi itu ... temanku. Ya, temanku. Hahaha ... mereka sedang bermain-main saja, Kakek. Tidak usah serius begitu." Tatsuya terkekeh garing.

Wajah Kakek Takeshi memerah marah. Pria tua itu tahu betul apa yang dikatakan Fumie di telepon tadi. Apalagi menyangkut dengan Michio. Meskipun dia adalah sahabat Michio bukan berarti dia tidak tahu bagaimana buruknya pria yang sudah berumur itu. Karena itulah dia tidak mau bekerjasama saat diajak Michio.

"Katakan atau seluruh asetmu kakek sita termasuk kartu kredit dan mobil!" Ancam Kakek Takeshi untuk terakhir kalinya.

Mendengar ancaman itu, Tatsuya sontak mendongak tak terima. Jika ancamannya seperti itu, dengan berat hati ia harus memberitahu Kakek bahwa orang itu adalah Fumie.

"Baiklah. Tapi berjanjilah padaku kalau aku beritahu siapa yang menelepon tadi, kakek tidak akan mencari dia." Tatsuya menatap Kakek Takeshi penuh harap.

Kakek Takeshi mengangguk membuat Tatsuya merasa tenang. "Jadi tadi itu Fumie. Anak baru itu."

Kakek Takeshi terbelalak. Tatsuya yang melihat itu mendadak khawatir. Sepertinya kakeknya tidak akan memenuhi pintanya tadi.

"Ada apa, Kakek? Kenapa Kakek seperti terkejut begitu?" Tanya Tatsuya cemas.

"Dimana anak itu sekarang?" Tanya Kakek Takeshi bangkit dari duduknya lalu tanpa terduga melepas jas mahalnya dan membuat Tatsuya tercengang pada dua pistol revolver  yang melekat di pinggang sang kakek.

"Kakek!! Apa yang kau lakukan dengan senjata api itu?! Itu ilegal!" Seru Tatsuya tak peduli bahwa yang ia teriaki adalah kakeknya sendiri. Kakek Takeshi menyesal bertanya pada cucunya karena sudah pasti pertanyaannya tidak kunjung terjawab.

Tak menggubris teriakan Tatsuya, kakek Takeshi berlalu ke pintu kamar hendak keluar dari sana. Dia tahu pada siapa harus bertanya keberadaan anak perempuan bernama Fumie itu.

"Kakek!! Tunggu aku!!"

***

"Semuanya siap?" raung Fumie kepada seluruh anggota geng berjumlah seratus orang. Mereka siap menerjang kantor Michio yang terletak di dekat salah satu  pabrik es yang berada dekat dengan sebuah jembatan. Fumie sempat mencibir karena lokasi kantor pria tua itu cukup strategis karena tertutup banyak pohon di sekelilingnya. Meski musim dingin merontokkan dedaunan pohon, tetap saja lokasi kantor itu jauh dari jangkauan manusia. Jadi, pertempuran ini tidak akan diketahui banyak orang.

Bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang