⚠Rahasia nenek

306 28 0
                                    

Nenek Hao mengajak Fumie pergi berbelanja hari ini karena rencananya mereka akan mengadakan makan malam bersama di rumah nenek Hao. Meskipun suasana dan suhu Jepang tepatnya di Tokyo sangat dingin, nenek Hao masih kuat berjalan walaupun hanya memakai mantel tebal selutut dan topi wol yang membantu menghangatkan kepala.

"Apalagi yang akan kita beli, nek?" Tanya Fumie sambil menenteng dua kantung besar berisi bahan-bahan untuk dimasak nanti. Nenek Hao menoleh padanya lalu tersenyum senang.

"Kita akan mampir ke sana sebentar." Tunjuk nenek Hao pada sebuah kedai kopi tua bercat putih di ujung jalan.

"Baiklah." Kata Fumie mengikuti langkah neneknya menuju ke kedai itu.

Sampai di pintu masuk, Fumie membantu nenek membuka pintu hingga bunyi rincingan bel memenuhi ruangan. Seluruh perhatian pengunjung juga ikut tersedot kepada keduanya. Fumie, seperti biasanya, tidak akan memedulikan hal itu dan terus melakukan aktivitasnya.

Kedai itu mirip warung kopi lawas yang memiliki beberapa pengunjung yang sedang menikmati segelas kopi atau sake di musim yang dingin seperti ini. Terdapat tujuh meja dengan empat kursi di sekelilingnya serta hiasan lampu kelap-kelip di seluruh sudut kedai, khas akhir tahun.

"Konnichiwa, Hao!" Seru seorang pria tua dari balik meja kasir dengan senyuman lebar di wajahnya yang tidak muda lagi.

Nenek Hao mengangkat tangan kanannya. "Selamat siang juga, Matsuoka. Bagaimana bisnismu? Lancarkah?" Tanya nenek Hao antusias.

Pria bernama Matsuoka itu bangkit dan menyapa nenek Hao dan melakukan jabat tangan. Fumie hanya berdiri mengamati interaksi kedua orang itu dalam diam. Dia tebak pasti pria ini adalah teman lama nenek karena jika dilihat dari umur, pria ini sepertinya seumuran dengan neneknya.

"Haha. Seperti yang kau lihat. Ayo duduk dulu." Tawar Matsuoka menunjuk sebuah kursi yang ada di meja dekat mereka.

Nenek Hao pun duduk diikuti Fumie disampingnya. Matsuoka meminta izin sebentar untuk membuatkan keduanya minuman yang bisa menghangatkan diri dari kedinginan.

"Siapa orang ini, nek?" Tanya Fumie.

Nenek Hao tersenyum penuh arti. "Dia Matsuoka, teman kakekmu." Jawabnya.

Fumie mengangguk paham. Pasti hubungan mereka sangat erat hingga masih sempat berkunjung seperti ini. Tak lama kemudian, Tuan Matsuoka kembali dengan tiga cangkir kopi dan dua mangkuk shoyu ramen.

"Arigatogozaimasu." Ucap Fumie tulus.

Tuan Matsuoka terkekeh. "Ini cucumu, Hao? Sudah besar ternyata ya." Puji beliau.

Fumie tersenyum canggung. Nenek Hao pun teringat pada keluarga Tuan Matsuoka yang sudah lama tidak dikunjunginya. "Bagaimana dengan istri dan anak-anakmu? Mereka masih tinggal disini?"

Tuan Matsuoka tersenyum. "Mereka baik-baik saja. Ya, mereka masih bersamaku." Jawabnya.

"Seandainya Junho tau kita berjumpa seperti ini, dia pasti tidak ingin melewatkannya juga." Kata Nenek Hao sedih. Sudah lama ia tidak mengungkit hal yang berkaitan dengan suaminya itu. Rasa sedih yang menguak luka lama pun tidak terhentikan.

"Sudahlah, Hao. Kau tidak usah bersedih. Junho pasti senang melihat kita bersua hari ini." Ujar Tuan Matsuoka simpati.

"Kau benar." Sahut Nenek Hao.

Fumie tidak ingin memotong obrolan kedua orang tua itu dan lebih memilih menikmati ramen panasnya. Sesekali dia memanjakan mata dengan memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dari dinding kaca kedai Tuan Matsuoka ini.

Tanpa sengaja matanya melihat seorang laki-laki yang berlari cepat dan terlihat panik. Ekor matanya mengikuti kemana laki-laki itu pergi hingga tak terlihat lagi. Lalu tak lama kemudian, tiga orang pria berbaju serba hitam ikut berlari seperti yang dilakukan laki-laki tadi.

Bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang