⚠Mencurigakan

131 16 0
                                    

Fumie melepas penat setelah seharian  berada di luar rumah dengan mandi air hangat. Meski salju turun semakin lebat, tidak ada aba-aba dari Kepala Sekolah untuk berhenti--mereka akan tetap melakukan serangan kepada Michio.

Selesai mandi, Fumie menghempaskan diri ke ranjang single-nya. Baju tebal berbahan lembut yang dipakai gadis itu membawa rasa nyaman hingga kantuk mulai menyerang.

Fumie meraih sebuah bantal guling berwarna pink soft lalu memeluknya. Sebelum benar-benar tidur, pikirannya berkelana pada satu persatu kejadian yang dialaminya hari ini. Mulai dari pertemuan geng hingga Masaru. Mereka telah menemukan keberadaan Michio dengan bantuan Masaru. Keahlian lelaki itu patut diacungi jempol. Namun, jika pernyataan itu didengar Masaru, lelaki itu hanya akan berdecih dengan alasan banyak yang lebih mahir daripadanya.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Fumie. Setelah memberi izin, Tomoe masuk dengan secarik kertas di tangannya. "Kakak! Lihat gambarku. Apa ada yang buruk?" tanya anak kecil itu.

Fumie bangun lalu melongokkan kepala ke sebuah kertas bergambar karya adiknya itu. "Bagus," puji Fumie datar.

Tomoe memanyunkan bibir. "Apa ada yang kurang?" Tanyanya lagi.

Fumie meneliti lagi apa yang kurang pada gambar buatan Tomoe. Pada kertas putih itu, Tomoe menggambar jalanan yang lenggang tanpa mobil dan beberapa pohon sakura disampingnya. Tak hanya itu, ada dua buah gedung yang berdiri di sebelah kanan jalan serta pendar lampu yang dicat warna kuning. Jika dilihat lagi, Tomoe punya keahlian menggambar berbeda dengan Fumie yang payah dalam hal itu.

"Berikan warna merah muda untuk daunnya meskipun ini musim salju. Kau suka musim semi kan?" Ujar Fumie tahu apa yang disukai sang adik.

Tomoe mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mengangguk membenarkan. Lalu Fumie melanjutkan dengan mengoreksi hal lain berkaitan dengan warna, shadow, dan lain-lain.

"Baiklah. Terima kasih kakak," kata Tomoe tulus sebelum beranjak keluar dari kamar. Setelah pintu tertutup, Fumie kembali merebahkan diri. Perlahan, ia menghela napas dalam.

Bagaimana keadaan Tatsuya, ya?

Tiba-tiba pertanyaan itu muncul. Satu senyum tanpa sadar terukir di bibirnya. Ah, mengingat Tatsuya membuat Fumie ingat dengan kejadian absurd nan menggelikan saat berada di sekolah kemarin. Namun jika boleh jujur, ia suka warna mata laki-laki itu. 

Baiklah. Fumie mengakui kalau akhir-akhir ini ia sering memikirkan Tatsuya entah itu soal kejadian kemarin atau apapun yang berhubungan dengan laki-laki itu.

Fumie tak sabar bertemu Tatsuya empat hari lagi. Begitu selesai dengan segala urusan menyangkut Michiko Orochi, ia akan berangkat ke Sapporo bersama Sakura untuk melihat festival salju yang diadakan setiap tahunnya. Dan juga bertemu Tatsuya.

***

H-2

"Temui aku di taman kota. Ada hal penting yang baru kuketahui."

Fumie bergegas keluar setelah bersiap-siap secepat kilat. Bahkan ibunya yang sedang duduk di ruang tamu terheran-heran saat dirinya berpamitan tanpa memasukkan apapun ke dalam perut sebelum pergi.

Setelah mendapatkan pesan teks dari Masaru, Fumie segera menelepon Akira dan memberitahunya perihal pesan Masaru. Panggilan teleponnya bersambut pada dering pertama. Setelah memberitahu Akira, laki-laki itu paham dan segera menyusul ke tempat yang dikatakan Masaru.

Sepatu boots yang dikenakan Fumie meninggalkan bekas jejak kaki di belakangnya. Salju turun semakin lebat di penghujung tahun. Hawa dingin membuat Fumie mengeratkan mantel musim dinginnya ke leher yang terlilit syal merah. Uap dingin mengepul bersamaan dengan helaan napasnya. Cuaca benar-benar dingin diluar. Kali ini Fumie memilih untuk berjalan kaki saja karena lokasi pertemuan memang tak jauh dari rumahnya.

Sampai di taman, Fumie langsung melihat keberadaan Masaru yang tengah meminum kopi di salah satu kursi taman. Dan dari arah berlawanan, Akira nampak baru saja tiba dengan sepeda motor Ninjanya. Sudut bibir Fumie berkedut. Pasti Akira mengebut di jalanan, tebaknya benar.

"Maaf, kau pasti menunggu lama," ujar Fumie datar.

Masaru tersenyum lalu menaikkan gelas kopinya. "Tidak apa-apa. Kau mau kopi?" Tawarnya.

"Tidak. Terima kasih," tolak Fumie halus lalu memilih duduk disamping Masaru. Akira pun ikut bergabung dengan mereka dan langsung mengambil tempat di samping Fumie. Beruntung, tak banyak orang di taman sehingga mereka lebih leluasa berbicara tanpa takut ada yang mendengarkan.

Tadinya Akira sempat menawarkan untuk berbincang di kedai kopi terdekat, tapi ditolak oleh Masaru. Katanya taman lebih bagus karena lebih sepi.


"Jadi bagaimana?" tanya Fumie memulai percakapan.

Masaru meletakkan cup kopinya yang tinggal setengah. Kedua tangan bersarung tangannya ia masukkan kedalam kantung jaket musim dinginnya. "Kemarin saat kalian pulang, aku menemukan sesuatu yang mencurigakan."

Akira dan Fumie kompak mengerjapkan mata, cukup terkejut mendengar penuturan Masaru. "Aku telah berhasil mengakses beberapa CCTV yang ada di kantor Michio. Pada awalnya semua terlihat biasa saja sampai seseorang yang kukenali terlihat masuk ke lobi kantor itu. Kupikir aku salah lihat. Tapi penglihatanku tidak mungkin salah."

"Baiklah. Jadi menurutmu dia mencurigakan?" tanya Akira mengklarifikasi.

Masaru mengangguk. Ia memutar bahu sehingga badannya menghadap ke arah Fumie yang duduk di samping kirinya. "Apa kau kenal dengan seorang wanita berambut pendek dan memakai kacamata?" tanyanya pada Fumie.

Fumie mengernyitkan dahi. "Sepertinya tidak. Wajahnya saja aku tidak pernah melihatnya," celetuk Fumie serius.

"Bagaimana dengan ini?" Masaru mengeluarkan sebuah foto hasil prinan CCTV yang menampilkan sosok wanita berambut pendek dan berkacamata, seperti penjelasan Masaru. Fumie mengamati lekat-lekat siapa wanita ini sebenarnya. Jujur, ia tidak terlalu peduli pada lingkungannya apalagi soal penampilan orang. Tapi jika dilihat-lihat lagi ...

"Bukankah itu bibimu, Fumie?"

Fumie menoleh pada Akira yang memajukan tubuhnya sedikit untuk ikut melihat foto yang ada di tangan Masaru.

"Bibi? Maksudmu Bibi Jina?" ujar Fumie tidak yakin. Memang ia jarang bersua ke rumah neneknya apalagi bertemu langsung dengan Bibi Jina karena beliau adalah wanita karir. Tapi ciri-ciri wanita ini hampir sama dengan Bibi Jina.

Apa benar? tanya Fumie dalam hati.

Tapi setahunya, Bibi Jina bekerja sebagai di sebuah kantor besar--menurut penuturan nenek Hao--yang namanya susah untuk diingat.

"Yang dikatakan Akira benar. Aku juga sudah memeriksa identitasnya," tambah Masaru.

Fumie agak terkejut mendengarnya lalu berkata, "Tapi kata nenekku, Bibi Jina bekerja di perusahaan besar ..."

"Memang. Tapi itu perusahaan milik Michio." Masaru menarik sudut bibirnya.

"Lalu apalagi yang kau lihat di rekaman CCTV itu?" tanya Fumie menahan kesal setlah mengetahui kebenaran itu.

"Bibimu masuk dan duduk di ruang tunggu sebelum akhirnya dijemput oleh seorang pria berbaju hitam. Kulihat bibimu tertawa renyah bersama pria itu. Apa mungkin mereka saling mengenal?" Masaru melontarkan isi pikirannya yang membuat Fumie semakin merasa aneh pada bibinya itu.

"Aku tidak tahu," jawab Fumie lirih ketika tiba-tiba ponselnya berdering nyaring dari saku mantelnya.

***

Maaf pendek.
Maaf lama up.
Btw, dah 2021 aja ya. Hehe.

Masih penasaran nggak nih?

Mau ending happy or sad?
Soalnya beberapa bab lagi badgirl bakal tamat looh.

Pilihan ada ditangan kalian.

Luv😍

Bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang