⚠Meeting

939 43 6
                                    

Setelah mengalami banyak halangan, akhirnya rencana membuntuti target pun terlaksana hari ini. Dengan setelan jas mewah, Akira menggandeng Fumie ke sebuah meja. Mereka duduk didekat jendela setelah mengorek informasi di bagian pelayanan mengenai Michio dan Takeshi yang telah memesan tempat selang satu meja dari mereka.

Fumie yang sedang melihat-lihat suasana restoran pun terkesiap saat melihat dua orang masuk dari pintu kaca besar restoran bergaya eropa yang ia dan Akira datangi. Akira yang duduk disampingnya pun memberi kode padanya supaya bersikap santai. Misi kali ini hanya melibatkan dirinya dan Akira. Membawa banyak anggota pastinya membuat mereka mudah diketahui.

Setelah memesan makanan, Takeshi dan Michio terlihat berbincang-bincang hangat. Terlihat dari raut wajah keduanya tidak ada yang mencurigakan. Sesekali Fumie melihat kalau mereka saling melempar candaan walaupun umur sudah lanjut. Beruntung, Fumie dapat mendengar percakapan keduanya karena jarak mereka hanya berselang satu meja. Fumie telah menempelkan alat penyadap suara dibawah meja tadi.

"Bagaimana keadaan cucumu? Kudengar dia sakit kemarin." Kata Michio.

"Haha. Benar dia memang sakit. Tapi agak aneh. Maksudku dia selalu menyebut-nyebut malaikat berjubah hitam." Terang Takeshi.

Fumie terbelalak. Hatinya mencelos saat mendengar perkataan kepala sekolahnya saat ini,Takeshi. Jangan-jangan yang disebut Tatsuya sebagai malaikat maut adalah aku, pikir Fumie.

"Apa kau sudah membawanya ke dokter? Sepertinya dia sakit berat." Kata Michio lalu terkekeh merasa lucu.

"Sudah. Dokter hanya bilang kalau Tatsuya hanya demam biasa." Takeshi menjeda. "Tapi kurasa dia jatuh cinta pada malaikat itu. Hahaha..anak muda sekarang. Ada-ada saja."

Fumie tersedak sup yang ia makan. Apa yang dikatakan pria tua itu? Tatsuya jatuh cinta? Dengan malaikat maut?

"Kau kenapa? Apa kau mendengar sesuatu?" Tanya Akira yang duduk menghadap ke meja Tuan Takeshi dan Michio Orochi. Ia menyodorkan Fumie segelas air dan sesekali melirik ke arah target.

"Tidak ada." Jawab Fumie datar. Memalukan sekali kalau Akira tahu tentang hal ini. Jadi sebaiknya Fumie menyimpan masalah ini sendiri saja.

"Baiklah." Jawab Akira.

Setelah banyak berceloteh mengenai masa lalu dan berbagai hal mengenai pekerjaan, Michio berdeham. "Ekheemm. Takeshi. Mendekatlah." Kata Michio. Sontak Fumie dan Akira saling pandang. Ini dia saat yang mereka tunggu-tunggu.

"Ada apa?" Takeshi ikut mendekat serta mencondongkan badannya.

"Kau tahu, aku punya sebuah rencana besar. Kukira kau akan senang mendengar ini. Tapi kita perlu berbicara di tempat lain karena ini benar-benar rahasia." Jelas Michio pelan.

"Maksudmu?" Dahi Takeshi yang sudah berumur mengerut.

"Ini mengenai sekolah," Kata Michio. "Bisnis," Michio menjeda. "Dan cucumu. Aku berencana menjodohkan Ayumi, cucuku dengan cucumu."

Menjodohkan? Cih! Licik sekali si Michio. Demi uang cucu rela dijadikan tumbal. Memangnya Tatsuya mau dijodohkan?

Fumie terus bertanya-tanya dalam hati hingga sampai ke rumah. Akira pun tidak banyak bicara di jalan tadi karena sikap diam Fumie. Diamnya seorang Fumie berarti ia tidak mau diganggu. Akira hafal itu.

"Aku pulang."

Fumie membuka pintu. Jam tangannya menunjukkan pukul 9 malam. Ibunya pasti sudah tidur dan adiknya juga. Adiknya, Tomoe tidak banyak bicara sama sepertinya. Tomoe masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 3. Fumie pernah bertanya kenapa jarak lahir dirinya dengan Tomoe begitu jauh. Sang ibu hanya bilang kalau itu takdir tuhan.

Bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang