⚠Masaru

164 21 1
                                    

Fumie duduk di antara Akira dan Ren saat Kepala Sekolah Nakamura sedang berbicara di depan semua anggota geng. Mereka melakukan rapat di sekolah dan sekarang mereka sedang berada di dalam aula yang luasnya seperti lapangan futsal.

"Kau mau minum?" Tawar Akira saat sang kepala sekolah sedang asyik berkicau di depan.

Fumie berdecak sebal lalu mengode Akira agar memperhatikan penjelasan kepala sekolah daripada sibuk menawarinya minum. Karena itu, Akira menurut saja sambil memanyunkan bibir.

"Saya beri waktu tiga hari untuk kalian melakukan persiapan. Setelah hari itu, kalian akan melakukan serangan nyata sementara aku akan menemui Takeshi untuk membicarakan masalah ini dan membuat kesepakatan dengannya." Tuan Nakamura menjelaskan.

"Anggaplah ini perang. Sebisa mungkin, bertahanlah. Aku berharap tidak ada diantara kita yang terluka atau mati di pertempuran ini." Tambahnya.

Fumie dapat merasakan jika pertempuran kali ini akan sulit sesuai dengan apa yang dikatakan Tuan Nakamura. Apalagi jika ditilik lagi, Michio bukanlah seseorang yang bisa diremehkan. Anggota dewan satu itu punya banyak koneksi dan banyak bawahan juga tentunya.

Meski sudah menghabisi banyak nyawa di pertempuran yang sudah pernah mereka lakukan, Fumie tidak berbesar hati. Ia menganggap hal tersebut sebagai sebuah keberuntungan.

Ya, keberuntungan, ulang Fumie dalam hati.

"Ini saja yang dapat saya sampaikan. Selanjutnya saya serahkan pada ketua geng." Setelah menyampaikan pidatonya, Sang Kepala Sekolah pun turun dari podium. Dengan begitu, berakhirlah pertemuan mereka.

"Kau yakin kita bisa menang kali ini?" Tanya Akira.

Fumie diam sebentar lalu membuka mulut, "Aku yakin." Jawabnya singkat sebelum bangkit dari duduknya dan menghampiri Tuan Nakamura.

Akira tersenyum miring, bangga dengan Fumie yang masih dapat berpikiran positif. Tidak sepertinya yang cenderung negatif. Entah kenapa, Akira merasa war kali ini akan menegangkan. Yah, itu yang biasa dirasakannya sebelum turun ke lapangan.

Fumie telah selesai berurusan dengan kepala sekolah lalu mulai mengumpulkan seluruh anggota dan meresum semua penjelasan kepala sekolah. Seluruh anggota mengangguk paham atas penjelasan tambahan yang disampaikan Fumie lalu mereka bubar.

Seperti biasa, Fumie pulang diantar Akira. Namun, jika biasanya gadis itu meminta untuk langsung pulang, kali ini ia dan Akira akan pergi menemui seseorang yang mereka percayai dan pernah menjadi bagian dari mereka.

"Apa menurutmu dia mau membantu kita?" Tanya Akira dibalik helm full face nya. Mata elangnya menangkap perubahan ekspresi pada wajah Fumie dari kaca spion.

"Aku juga tidak tahu. Kuharap Masaru mau membantu kita." Kata Fumie lugas. Ia ingat bahwa Masaru adalah salah satu teman mereka yang bernasib sama seperti Fumie. Laki-laki itu ditarik dari sekolah karena kekhawatiran keluarganya mengenai rumor SMA gengster itu. Sayang sekali, padahal Masaru adalah seorang remaja yang menguasai koding dan dengan mudahnya meng-hack server siapa saja.

Nilai plus dari Masaru yang sangat mereka sukai adalah Masaru tidak pernah pelit untuk membagi ilmunya. Jika biasanya seseorang yang berkutat dengan komputer terlalu lama memakai kacamata tebal dan cenderung pemalu, lain halnya dengan Masaru yang bergaya ala anak sopan yang tak pernah membuat kesalahan.

Akira membelokkan motornya ke gang sempit yang tak jauh dari pusat kota. Tak banyak berubah, cat dinding yang semula berwarna biru muda sekarang telah berganti menjadi oranye bata. Akira benar-benar ingat akan hal itu karena ia pernah datang kemari.

"Ayo," kata Fumie turun dari motor dan menghampiri satu-satunya rumah yang ada disana. Sampai di pintu, keduanya berdiri dengan mantap dan mengetuk pintu dua kali.

Tak berapa lama, pintu terbuka memperlihatkan Masaru dalam balutan piama yang dilapisi sweater merah diatasnya.

"Hai." Sapa Akira. Fumie yang berdiri disampingnya melambaikan tangan tak lupa senyum di bibirnya.

Masaru tak membalas dan hanya menatap mereka dengan malas. "Ada apa kemari?" Tanyanya lalu menguap lebar.

"Sepertinya kami mengganggu tidurmu?" Tanya Akira berbasa-basi.

Masaru menghela napas. "Masuk," ajaknya lalu membuka pintu lebar-lebar.

Fumie dan Akira pun masuk dan mereka dipersilakan duduk di sofa ruang tamu. Masaru juga melakukan hal yang sama setelah menutup pintu kembali.

"Bicara saja. Tidak ada siapa-siapa disini. Keluargaku sedang pergi ke Sapporo," kata Masaru memberitahu.

Mendengar kata Sapporo mengingatkan Fumie pada janjinya dengan Sakura. Hampir saja ia lupa.

"Baik. Sebenarnya kedatangan kami kemari karena kami membutuhkan bantuanmu." Akira membuka percakapan. Kemudian Fumie melanjutkan perkataan Akira dan menjelaskan segala hal yang dirasanya penting untuk diketahui Masaru sampai mengenai rencana mereka terhadap Michio.

"Kuharap kau mau membantu kami karena pria tua licik ini memiliki banyak koneksi dan bawahan yang kabarnya sangat kuat." Fumie menghela napas, kesal dengan kenyataan yang ada pada pria tua itu.

"Dan kami hanya punya waktu tiga hari lagi sebelum bergerak." Tambah Akira.

Masaru menopang dagu dengan sebelah kaki yang dinaikkan ke atas sofa. Matanya menatap lurus sambil mencerna setiap penjelasan Fumie. "Jadi kalian ingin menjatuhkan dia?" Tanya Masaru yang ditanggapi Fumie dengan gumaman.

"Hmm ... Jadi kalian ingin aku membantu apa?" Tanya Masaru.

"Kau yang lebih tahu. Gunakan kemampuanmu dan retas data pria tua itu dan segala sesuatu yang dirasa penting. Kami butuh semua informasi itu." Jawab Fumie menatap ke dalam mata Masaru.

Masaru membalas tatapan Fumie lalu tersenyum miring. Kemudian laki-laki itu berdiri  dan mengisyaratkan Fumie dan Akira agar mengikutinya.

Saling bertatapan, kemudian keduanya mengangguk mengikuti Masaru dan berakhir di sebuah kamar yang ditebak Fumie sebagai gudang penyimpanan.

Akira yang hendak protes pun urung ketika Masaru menarik kain putih berdebu yang menutupi sesuatu dibaliknya. Saat kain tersebut disibakkan Masaru, seperangkat komputer model lama pun terlihat.

Fumie tidak mengatakan apa-apa dan hanya memperhatikan Masaru yang telah duduk dan menghidupkan komputer tersebut. Ia yakin dengan kemampuan Masaru dan sama sekali tak meragukan itu. Karena dulu, Fumie pernah menciduk laki-laki itu sedang berkutat dengan komputernya di belakang sekolah lalu lampu di sekolah tiba-tiba saja mati. Masaru telah meng-hack sistem sekolah.

"Aku akan melacaknya terlebih dulu. Kalian tetap diam dan tenang, oke?" Ujar Masaru sebelum memulai aktivitasnya.

"Baik." Jawab Akira dan Fumie. Masaru meregangkan kedua tangannya ke depan sebelum akhirnya menyelam ke dunianya sendiri.

***

Long time no see~~
Yuhuu... Gue balik nih.
Maaf karena lama up. You know lah sibuknya mahasiswa deadliners. Wkwk.

Btw, thanks buat mampir di lapak ini dan sudah nemenin sejauh ini. Gue mau nyebutin satu readers yang buat gue tergerak buat nulis setelah melihat nama dia setiap bulan di pemberitahuan.
@dianapap3
(Sepertinya kamu belum ngevote semua bab ya? Hehe)

Meskipun gue nggak terlalu aktif update, gue tetap perhatian sama yg baca badgirl kok.  Dan ada beberapa nama lagi yang gak bisa gue sebutin satu persatu. Gue bersyukur punya kalian gaes.

Sekali lagi,
ARIGATOU GOZAIMASU MINNA-SAN!!!
BADGIRL BUKAN APA-APA TANPA KALIAN!
😭😭😭









Bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang