16 | Damn It!

475 127 15
                                    

Aarrgghhh shit! This fact drives me crazy.

***

Dua hari sebelumnya ....

Tempo hari lalu Timothy berjanji bahwa ia tidak akan menyianyiakan kekasihnya, Melody. Ia akan mengutamakan masa depan ketimbang masa lalu. Dan benar saja, kini untuk sekedar bertegur sapa dengan sang mantan, rasanya laki-laki itu terlalu malas.

Timothy kian posesif. Sambil terus berjalan, ia merangkul erat pinggang ramping Melody. Mereka terus menyusuri pusat perbelanjaan tengah kota ini hendak menuju ke sebuah studio bioskop.

Berhubung masih dalam keadaan berkabung atas meninggalnya salah satu guru SMA Angkasa, jadi hari ini mereka diliburkan. Seluruh murid SMA Angkasa memendam perasaan senang dibalik suasana dukacita. Dan imbasnya, Jack juga yang mencak-mencak. Ia iri bukan main, disaat Dajatira cuti, ia sendiri harus tetap berangkat sekolah. Rugi!

Di lain tempat, seorang laki-laki terus berjalan memasuki sebuah perkantoran ditemani kantung berisi cheesecake yang ia tenteng. Setelah sampai pada ruangan yang dimaksud, tanpa sungkan ia mengetuk pintu kaca membuat si empu-nya menyahut dari dalam.

"Lho, Daffi. Ada apa, nak?" sapa Emily setelah mempersilakan tamunya duduk.

"Gapapa, tante. Tadi Daffi kebetulan lewat sini, terus lihat toko cheesecake kesukaan tante Em. Daffi beli, terus mampir kesini soalnya keinget sama tante," jelas Daffi seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Emily menyunggingkan senyuman manisnya. Semua sahabat Timothy baik-baik, walau mereka anak motor.

"Woah, makasih Daffi. Bisa pas gitu ya, tante emang lagi pingin makan cheesecake." Daffi hanya tersenyum. "Ayo kita makan sama-sama."

Sambil menunggu Emily mengambil dua piring kue, Daffi menggigit kuku jarinya. Bingung harus mulai dari mana. Kalau langsung to the point, nanti ia disangka hanya modus mampir kesini.

Dering telepon di pagi hari membuat Daffi mendengus. Dilihatnya nama Harry pada layar monitor. Setelah menghela nafas dengan berat, ia langsung menggeser tombol hijau hingga terdengar suara di seberang sana.

"Ah? I-iya, om?" sapa Daffi dengan suara serak khas orang bangun tidur. Mumpung hari ini libur, jadi ia sedikit bermalas-malasan.

"Daffi, tolong cari tau latar-belakang Timothy, ya. Tadi om lihat dia jemput Melody di bawah."

"Iya, om. Nanti Daffi cari tau," pasrah Daffi. Yaa, bagaimana ia tidak bisa membantah apa yang diperintahkan Harry. Atau Daffa akan membentaknya sangar.

"Jangan sampai ada yang terlewat ya, Daffi."

"Iya, om."

"Makasih ya, Daffi," ujar Harry lalu menutup sambungan telepon secara sepihak. Daffi hanya bisa meratapi nasibnya yang sungguh malang. Di usia muda, ia harus menjadi bodyguard gadis gila sekaligus asisten pribadi Harry, si orang kaya bos tempat Daffa bekerja.

"Umm ... Tante." Daffi mulai angkat suara dengan ragu. Emily yang tengah melahap cheesecake pun, menghentikan sejenak aktivitasnya.

"Ya, Daffi?"

Sebelum menanyakan hal itu, Daffi tersenyum kikuk. Ayolah, Emily orangnya ramah, lemah lembut, serta penyayang. Seharusnya ia tidak perlu segugup ini.

"Daffi boleh tanya sesuatu?" Emily mengangguk disertai senyuman manisnya. "Umm ... Timothy itu anak tunggal tante Em, kan?"

Seketika raut wajah Emily berubah. Senyuman manisnya tergantikan dengan senyuman miris. Sorot mata teduh itu semakin terlihat meneduhkan saat sendu.

My Brother My Boyfriend [ SELESAI ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang