2 | 180°

2.1K 301 158
                                    

"Really?!"

"Hmm. Lo gak suka?"

"Apaan anjer! Masa' iya, gue gak seneng punya bodyguard seganteng lo. Ups ... Keceplosan."

"Hahaha ... Bosen deh lama-lama denger semua cewek bilang gue ganteng."

Gadis itu merotasikan kedua bola matanya ke atas. Bukankah ketika berhadapan dengan Daffi dirinya tidak perlu memakai topeng? Toh lelaki itu sudah mengetahui sisi lain darinya.

"Gak denger gak denger," ujar Melody gemas. Entah sadar atau tidak, Daffi sampai mencubit kedua pipi tembam milik gadis itu.

"Lucu," gumam Daffi tertangkap baik pada kedua telinga Melody. Antara gemas dan jijik. Bisa-bisanya si gila tersipu malu. Biasanya juga malu-maluin.

"A ... Anu ... I ... Itu ... Anunya lo ... Ups ... Ini ... Umm ... Maksud gue ken-"

"Kita gak akan berangkat?"

"E ... Eh, iya, ya. Ayo deh," ajak Melody masih tersendat. Daffi terkekeh sebelum akhirnya ia bergerak untuk memakaikan gadis itu helm sebagai pelindung kepalanya. Merasa Melody sudah duduk dengan aman, Daffi segera menginjak pedal gas meninggalkan bunyi decitan antara jalan dan ban.

"Kenapa si gila berangkat bareng si Daffi? Mereka pacaran? Tapi kok bisa? Anjir, tapi gak mungkin lah. Daffi mana mau sama si gila yang bodoh," ucap seseorang dalam hatinya. Ketika melajukan motor menuju sekolah, ia tak sengaja menangkap dua objek yang tengah berboncengan dengan romantis. Hal itu sedikit mengganggu baginya. Entah karena alasan apa, tapi Timothy ingin mengetahui alasan dibalik mereka berangkat bersama.  

"Aneh, kenapa gue gak suka liat mereka mesra-mesraan?! Ah goblok gue udah gila ini!!" lanjutnya masih dalam hati. Timothy yang tidak ingin berbagai spekulasi aneh semakin merasuki pikirannya pun segera melanjutkan perjalanan dan berusaha mengabaikan apa yang baru saja ia lihat.

Setelah menghabiskan kurang lebih limabelas menit lamanya, Timothy telah sampai di parkiran sekolah. Bersamaan dengan dua orang itu lagi. Huuffttt ini masih pagi untuk ia merasa kesal. 

"Thank you honey," ujar Melody dengan senyuman manis setelah Daffi membantunya melepaskan kaitan helm yang tersangkut. Lelaki itu terkekeh dengan panggilan yang Melody lontarkan. Sementara Timothy? Ia hanya bisa mendengus geram di tempatnya berdiri. Jujur saja, ia lebih menyukai jika Melody mengganggu hidupnya. Daripada mesra-mesraan bersama lelaki lain.

"Kantin dulu, ya?"

"Emang lo belum sarapan?" 

"Emang gue pernah sarapan?" tanya balik Melody. Daffi yang merasa atmosfer mulai terasa berbeda lebih memilih untuk segera mengindahkan permintaan gadis itu. Ingatkan Daffi bahwa Harry yang sibuk tentu saja tidak bisa menyiapkan menu makanan untuk putrinya itu.

"Cih, anjeng! Terus aja panas-panasin gue, sampe gosong ini kulit," geram Timothy kemudian melangkahkan kaki menuju kelasnya. Malas sekali ia harus terus-menerus melihat pertunjukan dua sejoli itu. Tidak tahu karena apa, ini terjadi secara spontan. Menyebalkan. 

"Timothy udah deh gue gak kuat liatnya."

"Mau bawa pulang boleh?"

My Brother My Boyfriend [ SELESAI ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang