27 | Kambing Hitam

319 85 8
                                    

Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya akan tercium juga.

***

Ketiga kalinya gadis itu menekan tombol bel sebuah apartemen mewah milik seseorang. Tidak ada sahutan sedikit pun yang tertangkap rongga telinga.  Berani bersumpah, jika saja salah satu bukunya tidak tertinggal disini, Ficka sudah ogah-ogahan untuk menginjakkan kaki kemari.

"Ficka?" gumam seseorang di dalam ruangan pribadi Kenzie. Ia melihat melalui intercom dan seketika hatinya dag-dig-dug menahan takut.

"Sial! Sejak kapan dia ganti password?!" geram Ficka setelah mencoba berkali-kali memasukan kode yang biasanya. Orang itu semakin dibuat gemetar tatkala melihat wajah Ficka yang semakin naik pitam.

"Anjir bener-bener ya, ini orang. Kemana sih ah?!" kesal Ficka seraya menendang pintu di depannya. Jujur saja kakinya pegal bukan main.

"Orangnya gak ada."

Sontak, mendengar suara itu membuat Ficka membalikkan badan menghadapnya. Seorang pria dewasa dengan setelan santai dan cengiran khasnya. Taruhan, usianya pasti tidak jauh dari Kenzie.

"Apa lo? Siapa lo?" sergah Ficka was-was. Khawatir itu komplotan perampok. Pria itu mengulas senyuman simpul.

"Gue? Rekan bisnisnya Kenzie. Lo cari dia, kan?" Ficka mengangguk kikuk. Sebuah lenguhan, pria itu keluarkan begitu saja.

"Semenjak malam itu, Kenzie gak pernah lagi balik ke apartemen. Mungkin dia takut kena sanksi sosial kali, ya? Hahaha ..." tawanya hambar. Ficka menautkan alis tidak mengerti.

"Malam itu? Malam apa?"

Pria itu menarik salah satu sudut bibirnya, membentuk seringai. Lalu tak lama ia berdecak pelan. "Ck. Pura-pura gak ngerti ya, lo?"

Ficka yang dilanda kebingungan ditandai dengan kerutan sekitar area keningnya. Gadis itu mencoba mencerna seruntuyan kalimat yang dilontarkan sang pria. Ah, menyerah. Ficka tidak mengerti.

"Maksud lo? Pura-pura gimana nih?"

Tuk

Pria itu menyentil dahi Ficka. "Malam itu banyak yang jadi saksi. Semua penghuni apartemen ini juga dengar semuanya. Haha kalian lupa kali ya, ruangan apartemennya gak kedap suara?"

"Ck. Bisa gak sih, gak usah berbelit-belit?! Langsung ke intinya aja!" sebal Ficka menaikkan beberapa oktaf suaranya.

Pria itu tersenyum seraya terus memajukan wajahnya mendekati Ficka. "Gak usah maju-maju, ya! Awas aja lo sampai lancang!"

"Nama lo Ficka, kan?" Ficka mengangguk membenarkan. "Gini ya, Ficka. Kenzie itu pengusaha sukses. Dan beberapa kali gue sempat lihat lo datang kesini bareng Kenzie. Kita semua tau kalau kalian itu udah tunangan. Dan ya ... Malam itu kalian naena, kan? Haha desahan lo kuat banget Ficka!"

Saat itu juga Ficka merasa harga dirinya turun drastis. Entah ia yang terbawa perasaan atau ini benar-benar terasa melecehkan. Memalukan! Kenapa semua orang berpikir dirinya itu nakal?? Ficka hanya gadis biasa yang tidak alim tapi tidak bengis juga. Dia bukan jalang.

Plak

Satu tamparan mendarat sempurna pada rahang kiri pria itu. Dengan manik berkaca-kaca serta bibir bergetar menahan isak tangis, Ficka angkat suara.

My Brother My Boyfriend [ SELESAI ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang