26 | The First Month

380 85 10
                                    

Satu bulan alias tiga puluh hari tepat Melody terbaring koma. Tubuh mungilnya tampak kurus dengan kulit putih pucat pasi itu. Tidak ada lagi wangi melon yang terhirup hidung. Hanya menyisakan bau obat-obatan kimia yang disuntikkan bersama nutrisi lainnya. Alat penopang kehidupan itu ... Entahlah Apa akan bertahan selamanya sambil membawa Melody kembali?

Namanya juga sahabat dekat. Mereka seolah ogah-ogahan untuk menyerah sedini mungkin. Memegang teguh kepercayaan bahwasanya suatu saat nanti dan tak lama lagi Melody pasti akan bangun.

Lihat saja, sepulang sekolah tadi Dajatira, Nayya, Ficka, ditambah Rizal kini sudah setor wajah. Nayya yang hari ini mendapat kejadian tak mengenakan langsung saja mencurahkan isi hatinya pada sang sahabat. Ia mengaduh pada Melody lebay.

"Mel, masa sih Mel hari ini tiba-tiba ulangan fisika! Anjir kagak ulangan aja gue udah muak lihat tuh soal. Mana tadi si Anton julit banget. Tempat duduknya pakai acara diacak segala! Sialnya gue kedapatan duduk bareng si Anindita yang pelitnya auzubillah. Gue yang masih sayang nyawa akhirnya tulis aja, 'Hanya Tuhan yang Maha Tahu,' anjir dahlah gue mah pasrah aja. Bunda mau marah, yaudah gue terima dengan ikhlas," cerocos Nayya disertai bahasa tubuh gelisah.

Langsung saja tak kenal tempat, Jack sang kekasih tertawa terpingkal-pingkal. Nasib sial yang menimpa gadisnya itu membuat dia geli sendiri.

"Heh, lo kok, ketawa sih?!" hardik Nayya kesal bukan main. Lelaki yang masih disibukkan dengan game online pada ponselnya itu hanya melirik sekilas dengan sisa tawanya.

"Abis lo begonya gak tanggung-tanggung sih, Nay. Jadikan contoh kakandamu yang tamvan ruvawan bak dewa Yunani kuno dengan otaknya yang aduhai ...." Jack geleng-geleng kepala.

"Apa?!"

"Sableng," celetuk Rayhan datar. "AH, ANJIR APAAN SIH LO?! RUMAH GUE WOYLA JANGAN DIRUSAK!" heboh Rayhan sedetik kemudian.

"Savage-nya kagak main anjir si Jack," komentar Daffi. Ya, wajar saja sih. Rayhan sudah susah-payah membangun rumah impiannya untuk tinggal bersama Stella dalam permainan Minecraft dan dengan mudah tanpa dosa Jack menghancurkannya begitu saja.

"Bacot! Lo mau rumahnya gue ancurin lagi?!" ancam Jack. Avatar yang ia gunakan sudah mendekati kawasan nyaman kekuasaan Daffi.

"Datang kesini, gue bacok di rl!" ancam Daffi. Bukan apa-apa, hanya saja ia cemas saat sahabatnya itu mulai memasuki kawasan rumah impiannya sembari membawa ember api. Yang main minecraft pasti tau :)

"Ck. Apaan sih anjir. Ganti game dong. Jangan Minecraft, ML kek, atau apaan gitu yang cowok dikit!" protes Rizal. Bagaimana ya, sebenarnya ia ingin ikut mabar juga tapi tidak punya aplikasinya. Si Rizal emang sad boy.

"Cooking mama aja, yuk?" ajak Jack diangguki Daffi dan Rayhan.

"Emang lo mah punya dendam kesumat ya, sama gue! Bilang aja gue gak boleh gabung!" dengus Rizal merajuk. Sementara si oknum tersangka sudah tergelak lagi tak kuasa menahan tawa.

"Laknat anjir. Dahlah gue mau ke kantin aja," putus Rizal lalu bangkit dari tempatnya duduk. "Jangan ada yang nitip!" selanya mendahului gesture Rayhan.

"Huuffttt babu kok, gak mau disuruh-suruh sih?!"

"Rizal gue mau ikut." Rizal, laki-laki itu lebih tertarik pada ucapan Ficka. Ia mengangguk sebagai jawaban.

"Rasis!" sindir ketiga personil Dajatira bersamaan. Tapi Rizal hanya mengedikkan kedua bahunya tak peduli. Lalu berjalan berdampingan bersama Ficka.

My Brother My Boyfriend [ SELESAI ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang