#Episode_3
***
Saat cuaca panas terik tak tertahankan. Apa yang bisanya dipikirkan dan diinginkan? Makanan kah? Atau mungkin suasana sejuk seperti di dalam mall?
Kalau aku sih lebih ingin ... sesuatu yang dingin dan segar, tentunya menyegarkan tenggorokan hingga ke dalam perut, tapi itu belum lengkap kalau tidak dibarengi dengan sesuatu yang pedas-pedas dan berkuah. Ah ... Sempurna! Bahagiaku sederhana saja.
"Gerah ih ... Mana haus lagi." Arina mengipasi dirinya. Terlentang di karpet kamar sepertinya adalah posisi paling nyaman baginya.
"Iya, gerah banget. Kalau malem malah dingin banget." Jawabku. Merapikan ikatan rambut.
"Vy, jajan yuk ... Jajan es krim sama seblak kayaknya enak, euh ... Mantap." Arina berkata seolah tengah membayangkan dua makanan itu ada dihadapannya.
"Aku nitip ya ..." Ujar Erni, yang baru saja masuk ke kamar.
"Ishhh ... Nitip nitip, enak aja, ayo ah ikut ..." Arina berkomentar.
Oh iya selain es krim, seblak adalah jajanan favoritku, Arina dan Erni. Kerupuk berkuah pedas, di campur sawi, telur dan tulang ayam itu menjadi jajanan yang sering dibeli belakangan ini. Warung seblak terletak di dekat balai desa, hanya sekitar lima belas menit dengan berjalan kaki dari posko tempat kami tinggal.
"Enggak ah, nitip aja ya. Arina kan baik." Erni menyeringai geli. Mencolek-colek lengan Arina yang cukup berisi.
"Cihh ... Ada maunya aja bilang gitu." Kemudian Erni tertawa keras melihat Arina manyun.
Dengan agak-agak terpaksa, akhirnya aku dan Arina memutuskan untuk jajan ke warung seblak dekat balai desa itu. Mau bagaimana lagi, disini tidak ada yang bisa dimintai tolong untuk membeli apa yang diinginkan.
Aku berangkat dengan Arina. Sambil berjalan kaki, jalan-jalan siang, lumayan, siapa tahu dapet bonus angka timbangan badan turun. Sebenarnya alasan kali ini berjalan kaki karena Arina malas mengendarai motor dan mengirit bensin.
Maka dengan langkah santai tapi pasti, kami berdua menyusuri jalanan beraspal untuk sampai ke warung seblak. Berjalan masing-masing, karena tepian jalan untuk berjalan kaki cukup sempit.
Tiba-tiba aku yang berada di belakang Arina, hampir terantuk batu karena ia tiba-tiba menghentikan langkah kakinya mendadak, di belokan dekat pom bensin mini. Lalu segera mundur mensejajarkan diri denganku.
"Ih ... Ada apa, Rin?"
"Ssstt ... Itu, banyak orang di pom bensin mini. Aku malu, risih aja kalau harus jalan lewat kesana, kita jalan belakang aja yuk." Katanya.
Kemudian, aku melongokan kepala ke arah yang dimaksud Arina. Ternyata benar, ada beberapa pemuda tengah nongkrong di sana.
"Risih kenapa? Kita kan gak kenal?" Tanyaku polos.
"Ih risih aja, malu ... Lagian ah serba salah tau, Vy ... Kalau kita nanya nanti dikira caper, kalau kita lempeng, cuek bebek gitu, nanti dikira sombong."
"Hem ... Ya udah, naik motor aja yuk."
"Enggak ah males, mending jalan belakang aja. Tuh kesana, ke kandang ayam itu." Arina menunjuk kandang ayam milik salah satu warga.
"Ya udah, ayo ..."
Aku harus Menutupi hidung karena bau menyengat dari kandang ayam yang cukup besar itu, lebih tepatnya peternakan ayam. Pun, dengan Arina, ia berjinjit kesusahan melangkah karena tempat nya cukup sempit. Sementara tubuh Arina cukup besar, dan pil pahit pun harus kutelan karena tak ada jalan yang bisa di lewati disana. Untunglah tidak ada orang yang memperhatikan ku dan Arina, kalau ada, bisa-bisa kami dituduh maling telur ayam disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)
General FictionBagi mahasiswa, KKN tentunya bukanlah hal asing. Namun, bagi perempuan bernama Divya Safitri, KKN adalah mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terbangun. Sebuah desa di kawasan Gunung Galunggung menjadi lokasi yang harus ia taklukkan demi menunt...