Rezeki Anak Sholehah

4.9K 307 3
                                    

#Episode_12

🌿🌿🌿

"Vy ... MC ya?" Otong menodongku dengan hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

MC? Master of ceremony? Pembawa acara.

Terakhir aku menjadi MC, kurang lebih lima atau enam tahun lalu saat masih aktif dalam kegiatan pidato empat bahasa mingguan yang rutin dilaksanakan di pesantren. Itu pun hanya dihadapan sekitar tiga puluh orang saja. Dan semua nya perempuan.

Kali ini MC di acara perlombaan Agustusan di desa orang, sama sekali warga masyarakat nya belum ku kenal. Pikiranku berkelana kesana kemari, memikirkan kemungkinan yang akan terjadi jika aku menerima permintaan Otong. Atau bagaimana kalau aku menolak permintaan nya.

Tiba-tiba kepalaku berdenyut denyut. Tak siap rasanya.

"Enggak mau ah, A. Malu ih ..." Aku geleng-geleng kepala, memohon pada Otong untuk tidak dijadikan sebagai MC pada acara di dusun atas ini.

Kenapa tidak dia sendiri saja yang jadi MC? Bukannya Otong lebih dekat dengan warga disini. Pikirku dalam hati. Kenapa malah melempar nya padaku. Mana kali ini aku perempuan sendirian disini. Saat teman-teman ku di dusun bawah dan dusun ujung memiliki teman.

"Ayo lah, Vy ... Kamu pasti bisa." Otong memberikan mikrofon tanpa kabel warna hitam dan biru itu padaku.

"Iya neng ... Kalau MC nya perempuan biasanya seru. Sok atuh silahkan!" Ujar seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul di belakangku.

Tulang-tulang dalam tubuhku seolah luruh semuanya. Kaki dan tanganku bergetar, degup jantungku begitu keras, saking kerasnya tulang rusukku seperti akan jebol dibuatnya. Kalau sudah dimintai warga seperti ini, apa aku masih bisa menolak?

Andai ada pintu Doraemon, aku ingin pergi saja dari sini, aku ingin pulang! Teriak batinku.

Dengan raut wajah sebiasa yang ku bisa. Menghalau rasa gugup dalam diri, aku melapalkan doa-doa dalam hati. Semoga aku bisa melewati tantangan kali ini. Dengan ragu-ragu aku menerima mikrofon yang dari tadi di pegang oleh Otong.

Bismillah ...

Gagang mikrofon telah kugenggam dengan erat, hingga buku-buku jari tangan kananku memutih. Aku melangkah ke depan. Menyapukan pandangan ke sekeliling. Memastikan siapa saja audience yang hadir di lapangan yang cukup luas ini.

Pandangan ku terhenti di seberang lapangan, tepatnya pada jalanan umum yang menjadi salah satu akses jalan vital bagi warga desa, disana di rumah-rumah penduduk, banyak sekali mata yang menyaksikan langsung tubuh berdiri dengan kaki bergetar ini. Namun, aku terus menyemangati diri. Bahwa aku pasti bisa.

I can do it!

"Tes ! Tes !" Ucapku. Yang jelas suaraku pasti bergetar. Ah masa bodo!

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ..." Teriakku.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarakatuh ..." Serempak jawaban salamku terdengar di seantero dunia kecilku kali ini.

Mendengar jawaban yang cukup antusias dari warga masyarakat yang berada di sekelilingku. Aku mulai bisa menguasai diri. Rasa gemetar dan gugup mulai sirna perlahan.

Aku memandu acara beberapa perlombaan anak-anak. Mulai dari balap kelereng sendok, makan kerupuk dan balap karung. Sedangkan Otong, menjadi panitia yang membantu berjalannya lomba-lomba tersebut bersama pemuda-pemudi disana. Untuk Nawa, laki-laki Jawa itu tak cukup pandai bercengkrama dengan sekitar.

Meskipun aku pribadi pun tak bisa dikatakan pandai bercengkrama, tapi aku rasa lebih baik, karena aku paham dan bisa bahasa Sunda. Jadi karena hal itu, Nawa diberi tugas untuk meliput kegiatan, mendokumentasikan nya melalui lensa kamera yang menjadi salah satu keahliannya. Ia cekatan kesana-kemari menangkap angle yang pas. Dan aku melihatnya dengan jelas dari tempatku berdiri.

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang