Aku dan Ambulance

3.9K 285 2
                                    

#Episode_19

Terimakasih banyak untuk yang telah meluangkan waktu mampir dan membaca cerita ini.

Happy Reading everyone 🤗

🍫🍫🍫

"Hai ... Pada sibuk nih ya, udah lama gak mampir ke rumah ibu. Gimana persiapan Bina Wilayah sama prokernya?"

Sosok perempuan mengenakan kaos lengan panjang belang-belang warna abu itu menyambut riang kehadiranku. Dengan suaranya yang nyaring.

"Hehe sibuk wara-wiri, bu. Sejauh ini cukup lancar juga, Bu." Arina tertawa.

"Syukur atuh ya. Yuk ah, langsung masuk aja." Ajaknya, sambil berjalan memasuki klinik tempat prakteknya.

Seperti apa yang Arina bilang tadi, setelah kami dari rumah Bapak dan ibu Kades, akhirnya kami terdampar di kediaman Bu Bidan Eka. Memang dasarnya tempat penanganan medis, jadi aroma ruangan bernuansa putih bersih itu mengeluarkan bau obat-obatan yang menusuk indra penciumanku.

Ruangan-ruangan tersebut di dominasi oleh penyekat yang terbuat dari kaca, dilengkapi dengan tirai-tirai yang menutupi setiap sekatan. Ruang persalinan, ruang perawatan, ruang konsultasi, ruang tunggu pasien, dan dua toilet tersedia dalam satu bangunan yang cukup luas ini. Sedangkan untuk rumah pribadi beliau, terletak di belakang tempat praktek ini. Hanya dipisahkan oleh sebuah taman kecil yang dipenuhi oleh aneka tanaman hias.

Tanpa sempat pulang ke posko. Beliau memintai tolong membantu mengerjakan job nya, untuk akreditasi puskesmas tempat beliau bertugas. Puskesmas Sukaratu. Salah satu pusat kesehatan masyarakat yang biasa dikunjungi oleh warga masyarakat sekitar kecamatan Sukaratu dan sekitarnya.

Bahkan aku belum sempat mandi, berganti baju saja belum sempat. Rasa lelah mendera sekujur tubuhku. Dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rasanya ingin sekali tidur. Aku, Arina dan Erni masih setia mengumpulkan tumpukan berkas-berkas yang entah apa isinya ke dalam map berbahan plastik mika. Hingga jam dinding menunjukkan pukul 19.10 WIB. Pekerjaan ku belum rampung.

"EP 1 - EP 2 ..."

Arina menyebutkan nama-nama berkas yang ku masukkan ke dalam map. Erni bertugas menyusun map-map warna warni itu ke dalam jajaran box file.

"Iya atuh gimana, Bu? Belum, saya belum sempet foto copy. Tempat foto copy disini udah angkat tangan. Makanya saya bingung mesti gimana." Celoteh Bu Bidan melalui ponsel nya.

Beliau sedang kebingungan mencari tempat foto copy yang masih buka. Dan mau menerima berkas-berkas yang akan difoto copy, sebanyak ribuan halaman. Setelah obrolan nya via telepon berakhir. Beliau kembali fokus pada touchscreen di tangannya.

"Neng, kalau di kota jam segini masih ada foto copy yang buka gak ya?" Tanya Bu bidan.

"Kayaknya masih ada, Bu. Di sekitaran Universitas Siliwangi." Jawabku.

"Aduh, gimana ya ini. Siapa ya yang mau disuruh ke kota?" Tanyanya lagi.

Di tengah-tengah kebingungan Bu bidan, tiga sosok laki-laki bersarung muncul dari balik pintu kaca tempat praktek Bu bidan. Nawa, Syarif, dan Rahman.

Setelah beberapa saat berdiskusi, akhirnya Rahma menawarkan diri untuk pergi ke kota. Membantu menyelesaikan memfoto copy berkas-berkas milik Bu bidan. Sementara Nawa dan Syarif membantu kami menyusun berkas-berkas yang ada.
Hingga jam menunjukkan pukul 22.30 WIB, Rahman belum juga kembali. Nawa sudah terlelap di ujung karpet merah, dekat pintu kaca. Begitu pun dengan Syarif. Setelah beberapa waktu lalu, kami disuguhi makan malam dan aneka camilan juga buah-buahan oleh Bu bidan.

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang