Terimakasih banyak atas kunjungannya di cerita ini 🙏🏼
Happy reading, Everyone 💛
___________________________________________"Bu ... Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, kok gak kasih kabar pulang hari ini?" Ibu membukakan pintu rumah. Seraya membenarkan posisi kerudungnya.
Aku memang sengaja tidak memberi kabar tentang kepulanganku hari ini, niatnya ingin memberi surprise untuk ibuku ini. Perempuan luar biasa yang menjadi tempat ku rindu pulang.
Perempuan yang paling berharga dalam hidupku. Tak akan pernah tergantikan dengan apapun itu.
"Sengaja, Bu. Biar surprise." Aku mencium tangannya. Sambil menarik koperku ke dalam rumah. Sementara ibu membawa barang-barangku yang lainnya.
"Itu tangan kenapa?" Tanyanya.
"Kecelakaan sedikit, Bu." Jawabku sambil melenggang masuk ke dalam kamar. Mendudukan diri di lantai kamar.
Namun, sepertinya ia tak puas dengan jawabanku. Hingga ibu mengikutiku ke kamar, duduk di tepi single bed bersprai krem itu.
"Kecelakaan apa maksudnya? Dimana? Kapan? Emang lagi ngapain?" Raut wajahnya menuntut jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya.
"Ih ibu ... Kayak wartawan aja nanya nya."
"Ya namanya ibu, pasti khawatir ... Itu sampe pake perban begitu." Aku tersenyum dibuatnya, mengingat siapa yang memasangkan perban yang kini menempel di tanganku.
Setelah menghela napas dalam-dalam, aku mulai menceritakan semua kejadian yang menimpaku tadi pagi. Ibu adalah satu-satunya pendengar terbaik bagiku. Ia seperti diary keduaku. Setelah buku harian yang tahu segala tentang apa yang kurasakan.
Jadi, segala keluh kesah yang kurasakan pasti akan ku bagi dengannya. Begitu pun sebaliknya.
Bibirku sebenarnya sudah gatal ingin segera menceritakan kisah-kisah yang ku alami selama KKN ini. Termasuk tentang dirinya, yang kini hadir mengisi sudut ruangan dalam hatiku.
Tapi, niat itu kuurungkan sejenak. Aku akan menceritakannya nanti saat timingnya pas. Karena selama ini, ibu hanya tahu kalau aku menyukai satu laki-laki saja. Tidak lain dan tidak bukan adalah dia, yang potretnya masih setia menetap di dinding kamarku. Ibu tahu, sejak kapan aku menyukainya dan dengan alasan apa. Beliau tak keberatan, karena memang dia bukan sosok laki-laki serampangan, setidaknya itulah yang membuat nya percaya, bahwa aku menyukai sosok yang bukan asal-asalan.
Dan ditambah lagi, selama kurun waktu itu, aku tak pernah neko-neko, tak pernah bertemu berduaan, atau pergi berduaan atau hal semacam nya. Ya hanya sebatas teman virtual saja.
Malam pertama tidur sendirian lagi, tanpa siapapun menemani, seperti malam-malam sebelumnya. Dimana selalu ada hal lucu atau unik sebagai pengantar tidur. Tapi kali ini, aku hanya berteman guling lusuh yang telah menemaniku selama beberapa tahun terakhir.
Teman-teman ku pun merasakan hal yang persis sama denganku, terbukti dengan grup chatting tim KKN yang tidak pernah sepi sejak tadi hingga sekarang, saat mataku mulai lelah memandangi, atau sesekali ikut berkomentar dalam grup.
Jam di sudut layar ponselku menunjukkan pukul 22.15 WIB. Waktu yang cukup larut untuk melakukan hal yang kurang bermanfaat, seperti menanggapi kekonyolan teman-teman dalam grup.
Akhirnya, karena tak tahan dengan rasa yang terus bergelayut di sudut mata. Aku menarik selimut hingga menutupi seluruh badanku, kecuali wajah. Membiarkan orang-orang dalam ponsel berkicau sampai puas. Aku enggan menanggapi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)
Genel KurguBagi mahasiswa, KKN tentunya bukanlah hal asing. Namun, bagi perempuan bernama Divya Safitri, KKN adalah mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terbangun. Sebuah desa di kawasan Gunung Galunggung menjadi lokasi yang harus ia taklukkan demi menunt...