Assalamu'alaikum teman-teman, Masih adakah yang menanti kelanjutan baru dari cerita KKN ini? 😁
Dan aku gak bosen bilang terimakasih untuk yang telah berkenan meluangkan waktu membaca cerita ini. Terlebih untuk yang sudah memberi vote juga komentarnya. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah ...
Baiklah, langsung saja. Selamat Membaca kelanjutan episode sebelumnya 🙏🏼
🌺🌺🌺
Otak manusia memiliki banyak sekali bagian, bermiliar-miliar neuron, sel-sel syaraf, dan selaput pelindung diciptakan oleh yang Maha Kuasa dengan sangat kompleks. Bahkan jika kita sadari, satu bagian tubuh yang menjadi pusat kendali manusia ini, menjadi bahan untuk bertafakur dan bersyukur atas kehebatan-Nya. Tidak ada satupun makhluk yang mampu menciptakan bagian tubuh seperti yang telah Allah ciptakan.
Dan lahirnya alat-alat canggih yang sekarang mempermudah aktivitas kita ini bersumber dari kecerdasan otak manusia yang diciptakan-Nya.
Kehebatan otak salah satunya, mampu menyimpan memori yang dianggap penting atau berkesan, dalam jangka waktu yang lama. Dan disanalah, semua kenangan itu tersimpan baik. Dalam satu folder yang kuberi nama 'KKN Story'. Setiap kejadian, mulai dari hari pertama kuinjakan kaki di tempat ini hingga aku mengangkat kaki saat semua kewajibanku usai.
Kala itu kakiku begitu berat untuk melangkah menuju tempat ini. Berbagai persepsi, pikiran buruk, terus mengikuti, sekalipun setelah mendapat nasehat dari beberapa kenalan, juga dosen.
Hal serupa kini kembali terjadi, berat rasanya harus kembali menatap saksi bisu potongan kisah yang menghadirkan resah dalam rasa pasrah.
Pandanganku tak lekang mengamati setiap sudut tempat yang memunculkan beberapa memori pahit dan manis yang tak jua terkikis dan tak jarang membuat hati meringis. Hampir genap satu tahun, namun rasanya masih seperti kemarin sore. Tidak banyak yang berubah, semuanya masih sama persis dengan waktu lalu.
"Mau kemana ibu-ibu?" Nyaring suara Pak Adang. Begitu aku dan Arina menuruni jalan setapak menuju ke rumah beliau.
"Bapake ..." Balas Arina nyaring.
Kami berdua bergegas melangkah menghampiri mereka yang berdiri di halaman rumah. Seolah-olah menyambut kedatangan tamu yang ditunggu.
"Mohon maaf lahir batin Bapake ..." Arina menyalami Pak Adang. Disusul olehku melakukan hal serupa.
Tak lama setelah itu, kami diajak untuk masuk ke dalam rumah. Sepertinya memang sudah tradisi Nusantara, hari Raya Idul Fitri memang selalu menjadi momentum yang meriah bagi mayoritas masyarakat, tak terkecuali di rumah ini dan rumah lain yang kukunjungi beberapa hari terakhir. Berbagai olahan kue kering dalam toples kaca tersedia di atas meja ruang tamu.
"Mohon maaf lahir dan batin ya, Bu, Teh." Ucapku menyalami dua perempuan beda generasi ini, di ruang tamu yang dulu menjadi spot favoritku saat menulis agenda kegiatan harian.
"Begitu juga sebaliknya ya, kami juga minta maaf sebesar-besarnya, Teh." Ucap Teh Sofia.
Sebagai manusia biasa yang pasti tak luput dari kesalahan-kesalahan dan dosa, meminta maaf dan memohon ampun sudah sepatutnya dilakukan, entah pada sesama atau pada yang Maha Kuasa, bukan hanya dalam momen lebaran saja, tapi setiap ada kesempatan. Karena kita tidak tahu lewat kata maaf mana kesalahan dan dosa kita dimaafkan.
"Berdua aja nih? Yang lain pada kemana, Teh?" Tanya Teh Sofia, putri bungsu Bu Nining, pemilik posko. Aku dan Arina disambut hangat oleh Ibu dan Bapak posko, laiknya anak yang pulang setelah lama meninggalkan kediaman.
"Yang lain masih pada di kampung halamannya, Teh. Jadi kita berdua yang sempet kesini." Jawab Arina.
Momen kali ini rasanya cukup tepat untuk bersilaturahmi, karena suasananya masih berbau hari Raya Idul Fitri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)
General FictionBagi mahasiswa, KKN tentunya bukanlah hal asing. Namun, bagi perempuan bernama Divya Safitri, KKN adalah mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terbangun. Sebuah desa di kawasan Gunung Galunggung menjadi lokasi yang harus ia taklukkan demi menunt...