Tugas di Pos Komando

7.2K 450 4
                                    


#Episode_4

*Posko adalah akronim dari 'Pos Komando'

🌼🌼🌼

Ada pepatah mengatakan bahwa, tak kenal maka tak sayang. Begitulah katanya.

Entah siapa yang pertama mencetuskan kalimat tersebut. Yang jelas sekarang aku sedang homesick, rasanya ingin pulang, rindu ibu, sang cinta pertamaku.

Padahal baru satu pekan lebih satu hari berada disini. Faktor penyebabnya karena aku merasa beberapa gelintir masyarakat tak bersikap hangat pada kami. Meskipun banyak juga mereka yang bersikap hangat. Mungkin karena pepatah 'Tak kenal maka tak sayang' itu.

Seperti biasanya, sebelum tidur dan setelah kegiatan selesai, aku akan bermain dengan laptopku, menulis agenda kegiatan harian yang telah terlaksana Itu menjadi rutinitasku selama sepekan ini, sejauh ini aku merasa menyukai tugasku. Menit selanjutnya, aku melihat jadwal piket posko yang tertera di laptop. Dan besok adalah giliranku untuk piket.

Aku berdecak kesal, pasalnya aku kebagian jatah piket bersama Rahman, yang sedari magrib tadi pun tak nampak batang hidungnya di posko, katanya ada urusan di luar. Alasan klise!

Dari gelagatnya, aku bisa melihat kalau Rahman belum kerasan tinggal bersama kami dalam satu atap. Mungkin teori 'Tak kenal maka tak sayang' belum sempat diterapkannya.

"Teh Erni ..." Panggilku, ia sedang rebahan sambil asyik chatting dengan aplikasi WhatsApp miliknya.

"Kenapa, Teh?" Jawabnya, melirikku.

"Teh, A Rahman kemana? Terus Orangnya kayak gimana? Besok dia piket sama aku, tapi malam ini malah gak ada di posko." Keluhku, masih dengan tatapan mata fokus pada laptop.

"Gak tau, teh ... Sebentar, aku coba chat dulu ya." Ujarnya. Aku mengangguk setuju.

"Katanya dia tuh kurang kerasan disini, mungkin karena belum kenal sama yang lain, Teh. Setahuku, dia emang gitu, agak susah berbaur sama orang baru."

"Oh ... Bilangin, besok piket. Jadi harus di posko." Ujarku. "Ya mau betah gimana, kalau dia nya malah menghindar gitu."

"Iya, betul itu, Vy. Ya namanya di tempat orang, mana ada yang betah 100%. Tempat yang paling nyaman ya tempat sendiri, rumah sendiri. Aku juga kan gak betah sebenarnya, tapi ya mau gimana lagi." Cerocos Arina.

Dan aku sangat setuju dengan pendapat Arina. Senyaman-nyamannya tempat orang akan kalah nyaman dengan tempat sendiri. Karena sejatinya, tempat sendiri atau rumah sendiri itu menjadi tempat untuk pulang. Sejauh apapun kaki melangkah, sejauh apapun hati berkelana, maka rumah adalah tempat untuk kembali.

"Eh kata Bang Rahman, dia di desa sebelah. Posko nya Tio, itu sohib karibnya." Jawab Teh Erni. "Terus katanya, sebentar lagi on the way pulang kok. Jadi besok piket pasti udah di posko." Lanjutnya lagi.

"Hem ... Bilangin, Teh. Awas kalau sampai gak ada. Aku blacklist jadi anggota, di catatan laporan KKN nanti."

"Iya katanya, Teh."

"Ya udah, makasih, Teh Erni ..."

Setelah itu, aku kembali meneruskan pekerjaanku. Mengetik beberapa hal di laptop, sambil sesekali melipir ke folder yang menurutku istimewa, karena berisi semua tentangnya. Hanya dengan memandangi pun membuat hatiku berdesir, dan berbunga-bunga.

"Kenapa senyum-senyum sendiri, Teh Vya?" Tiba-tiba Ilma yang sudah berbaring di sampingku, menyadari bahwa aku sedang bereaksi dengan apa yang kulihat di laptop.

"Eh enggak, Bukan apa-apa kok." Segera menutup folder itu, takutnya Ilma curiga dan penasaran dengan apa yang kulihat.

"Hem ... Cie cie, Teh Divya ..." Ilma menggodaku.

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang