Persiapan Pernikahan

5.8K 339 4
                                    

#Episode_11

***

Tujuh dekade lebih NKRI merdeka dari jajahan Belanda dan Jepang. Selama itu pula, berbagai kemajuan dalam segala aspek benar-benar terwujud secara nyata. Tahun demi tahun berlalu begitu cepat, kemudahan demi kemudahan pun dirasakan semakin menguntungkan bagi warga masyarakat Indonesia.

Apa yang dirasakan saat ini tentunya tak lepas dari peran penting para pejuang kemerdekaan di masa silam. Satu hal yang harus dilakukan generasi penerus saat ini yaitu mempertahankan kemerdekaan negara secara keseluruhan. Jangan sampai kejadian kelam di masa silam kembali terulang. Membuat mimpi buruk bagi anak cucu kelak.

Dua puluh satu kali bisa menghirup udara bebas pada tanggal yang sama dan tahun berbeda. Dalam kesempatan sebelumnya, pada tanggal ini aku hanya bisa memperhatikan euforia upacara bendera dalam rangka memperingati hari kemerdekaan NKRI dalam layar televisi saja.

Tapi kali ini, aku bisa turut hadir mengikuti penyelenggaraan upacara bendera itu. Ribuan orang memenuhi lapangan kecamatan. Suasana riuh suara dari pengeras suara terdengar menggema seantero lapangan beralaskan rumput nan hijau dan beratapkan langit yang biru terang.

Aku masih antusias mengedarkan pandangan ke sekeliling lapangan, jajaran aparat pemerintah, tim pengibar bendera merah putih, grup paduan suara, dan orang-orang penting berjajar rapi dibawah naungan tenda berwarna biru. Sementara aku dan peserta upacara lainnya berdiri di atas kaki sendiri, hanya beratap langit dan sorotan sinar surya.

Aku melepaskan sepatu pantofel warna merah maroon ku, menggerakkan tumit juga jari-jari kaki yang mulai protes akibat diajak menopang beban tubuh yang tak ringan. Butiran butiran peluh membasahi pelipis yang terbalut jilbab biru dongker.  dalam ponselku menunjukkan pukul 07:50 WIB. Namun upacara bendera belum juga dimulai.

"Ini kapan dimulainya sih, A?" Tanyaku pada Otong yang berada di samping kananku. Ia nampak tak merasakan kekesalan seperti yang kurasakan.

"Sebentar lagi, sabar aja, Vy ..." Jawabnya santai.

Mendengar jawaban santainya, aku sungguh kesal dibuatnya. Sabar katanya? Setengah jam berdiri dibarisan paling depan, sebelum acara dimulai? aku sungguh ingin berlari ke belakang barisan saja. Supaya bisa duduk atau sekedar jongkok. Berada di barisan paling depan bukanlah inginku. Arina, teh Erni, Dita dan yang lain enggan bertukar tempat denganku. Meski aku sudah mengiba.

Dan apa boleh buat. Aku berada di barisan ini hingga acara dilaksanakan sampai usai.
Detik itu juga, saat upacara bendera benar-benar diumumkan telah berakhir, aku langsung mendudukkan diri di rumput, lebih tepatnya berjongkok. Menepuk-nepuk lutut dan memijat kaki yang terasa kaku. Peluh pun, membasahi pelipis, dan badanku.

Apalagi kali ini aku mengenakan dua lapis pakaian. Seragam tim KKN dan jas almamater kebanggaan kampus tercinta. Andai kali ini aku berada di rumah, sudah dipastikan aku akan melepas kerudung yang membungkus mahkota ku.

Si raja siang pun mengerti dengan tugasnya hari ini. Ia menyinari bumi bagian yang ku pijaki dengan kekuatan penuh. Perutku sudah meronta meminta jatahnya, karena demi mengikuti upacara ini, aku belum sempat memberinya jatah pagi ini.

"Divya ..."

Satu teriakan masuk tepat ke dalam gendang telinga ku. Seketika aku mencerna suara yang kudengar, hingga otakku mengingat pemilik suara tersebut. Aku mencoba mencari pemilik suara.

Hingga netraku menangkap sosok perempuan berpostur tubuh tinggi, setengah berlari ke arahku dengan pakaian yang ku taksir adalah seragam kebanggaan tim KKN nya. Pakaian berwarna abu tua dan kerudung hitam berkibar diterpa angin saat ia setengah berlari menghampiriku.
Aku tersenyum lebar dibuatnya. Dia adalah Riri. Sahabatku sejak yang ku kenal sejak sewindu lebih.

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang