Mengikis Rindu Menebas Jarak

2.3K 141 8
                                    

Sejauh ini, saya ucapkan terimakasih pada semua yang telah menyimpan dan membaca cerita ini di perpustakaan kalian. Juga untuk yang telah memberikan vote alias 'Bintang' dan komentar, terimakasih atas apresiasinya. 🙏🏼

Selamat Membaca kelanjutan episode sebelumnya ...
_______________________________________

🌲🌲🌲

Empat pekan sudah aku menjalani program PPL di tempat ini, sebuah madrasah Aliyah swasta milik yayasan yang memberi cukup banyak ilmu dan peran besar dalam perjalananku untuk meraih satu tahap menuju jalan yang orang bilang sebagai pintu kesuksesan.
Selama itu pula aku banyak belajar dari setiap kejadian yang terjadi.

Ternyata teori yang selama ini kupelajari mengenai semua hal yang berkaitan dengan program studi yang ku ambil, yaitu Pendidikan Agama Islam. Terkait metode pembelajaran, Mata kuliah dasar kependidikan,  sistem pengelolaan kelas, dan banyak lagi materi yang telah diajarkan oleh para dosen di dalam kelas. Tak semuanya bisa diterapkan serta diaplikasikan dalam realita yang terjadi di lapangan.

Aku harus belajar memutar otak dengan lebih keras menghadapi situasi yang tak terduga. Belajar menyelesaikan persoalan-persoalan yang belum pernah kutemui sebelumnya. Belajar lebih mengontrol emosi, dan belajar banyak hal lagi. Sejauh ini, aku bersyukur karena memiliki kesempatan berada di posisi ini.

Setelah waktu berlalu empat pekan itu, maka kali ini aku dihadapkan pada kegiatan baru. Yaitu ujian akhir PPL. Proses penilaian terhadap apa-apa yang telah dipelajari dan dipersiapkan sebelumnya. Mereka yang akan turut menilai adalah guru Pamong dan juga dosen pembimbing. Rencananya, ujian akhir akan dilaksanakan di Minggu ke enam. Minggu terakhir menjalani program tersebut.

Tetapi, segala hal yang berkaitan dengan hal itu tetap harus diperhatikan sejak dini.

Menurut peraturan yang tertulis di buku panduan program pelaksanaan PPL yang disusun oleh pihak jurusan, setiap mahasiswa boleh mengikuti ujian PPL dengan catatan memenuhi standar sebagai guru praktikan, dibuktikan dengan kehadiran dan keaktifan setiap harinya di sekolah.

Dari sembilan orang anggota kelompok yang ada, hanya satu orang yang tidak memenuhi standar, siapa lagi kalau bukan Yogi. Orang yang selalu membuat tekanan darahku naik tiba-tiba ketika berbicara dengannya. Tapi, karena kebaikan hati Bu Mega dan Pak Rashid, maka Yogi dibolehkan untuk mengikuti ujian, dengan syarat ia harus tetap hadir dalam pekan ke lima hingga nanti ujian berlangsung.

"Ini kebijakan buat kamu, Gi. Jangan disia-siakan. Bu Mega sama Pak Rashid udah terlalu baik sama kamu." Tukasku.

Di tengah-tengah rapat kelompok membahas tentang ujian PPL dan persiapan perpisahan program PPL, pada jam istirahat pertama, di basecamp tercinta.

"Iya, Bu Divya ... Tenang aja." Jawabnya santai. Yogi menampilkan raut wajah yang sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan. Ia masih bisa cengengesan dalam situasi seperti ini.

Aku kembali menghela napas dalam-dalam. Mencoba agar emosiku tetap stabil. "Oke. Aku pegang ucapan kamu, sama janji kamu ke Bu Mega kemarin. Awas kalau sampe ngelak atau banyak alasan."

Yogi mengangguk sambil menyesap kopi kemasan dingin dalam botol.

Riri melempar gulungan kertas ke arah Yogi. Mungkin karena geram memperhatikan tingkah laku laki-laki yang memiliki paras bak model iklan itu. "Ih si Yogi mah, hidupnya santai banget sih, kesel aku tuh ..."

Meski parasnya cukup menarik dan bisa dikategorikan sebagai manusia tampan, tapi bagiku percuma saja. Tidak membuatku terpesona akan hal itu. Tidak seperti gadis-gadis remaja yang ada di sekolah, mereka sangat mengidolakan laki-laki ini. Belum tahu saja mereka kelakuan dia ini.

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang