Berbagi Kisah

2K 161 18
                                    

Salam kenal bagi yang belum kenal, mudah-mudahan kita bisa berteman di aplikasi ini. ☺️

Selamat membaca kelanjutan episode sebelumnya ...

🍂🍂🍂

Luka fisik mungkin bisa pulih dengan mudah, karena jelas ada penawar yang bisa dipakai untuk mengobati luka tersebut. Bahkan banyak dijumpai di pasaran. Contohnya Betadine, Bioplacenton, atau oxoferin, ia bisa memulihkan luka dengan tetesannya.

Tetapi, bagaimana dengan luka yang tak kasat mata. Ya seperti luka karena cinta. Luka itu jelas-jelas terasa tapi tidak kentara. Terluka karena cinta adalah hal yang lumrah. Itu resiko yang mau tidak mau harus dihadapi. Karena barang siapa berani untuk bermain cinta, maka ia harus siap untuk terluka. Luka karena cinta hadir karena dalamnya harapan dan perasaan. Kita bisa berharap apapun, namun kita tidak bisa memaksakan sebuah rasa. Jadi, karena hal itulah luka dalam cinta hadir.

Sayangnya, aku belum begitu siap untuk hal itu. Tapi tetap berusaha untuk siap menghadapinya, karena aku telah terlanjur jatuh dalam cinta.

"Hish ..." Arina mendesis kesal. "Aku gak habis pikir ini, Vy. Bisa-bisanya dia kayak gini." Arina nampak kesal mendengar ceritaku tentang perjodohan Rahman, juga perihal hubunganku dengannya yang kini telah ... Berakhir. Meski dirinya bersikeras tetap pada hubungan ini. "Pantes aja waktu itu kamu ngilang, susah dihubungi. Aku udah nyium bau-bau yang gak beres sebenernya, tapi ya gak mau nanya ke kamu. Aku pikir nanti juga kamu bakal cerita kalau udah siap buat cerita mah, ya kayak hari ini."

Sejauh ini, Arina merupakan sosok yang cukup care padaku, dalam hal ini. Aku senang sekali dalam hal ini. Thank you for your support and attention Rin ...

Aku ingin merahasiakan hal ini dari teman-teman yang tahu perihal hubunganku dengan Rahman. Tapi, rasanya berat kalau aku terus menyimpan hal ini sendiri. Aku butuh teman berbagi, dan ku pikir Arina, Riri dan Erni adalah orang yang tepat.

Satu pekan pasca pertemuanku dengannya di saung WiFi zone, Rahman masih tetap rajin menghubungiku, baik via pesan singkat atau panggilan telepon. Jujur aku bahagia dan senang, cukup tersanjung pula atas sikap manisnya. Yang sama sekali tidak berubah. Seolah-olah tidak ada hal yang terjadi diantara kami berdua.

Namun, aku lebih mawas diri, tak lagi berharap banyak akan semua ucapannya. Karena aku cukup pesimis bisa melewati garis, yang jelas terbentang luas diantara kami. Meski ia meminta untuk tetap berjuang bersama. Aku pasrahkan hal yang menyangkut masa depanku pada pemilik masa. Aku hanya bisa menjalankannya dengan berusaha ikhlas dan sabar.

"Ih emang gak bener geng nya si Gilang mah. Emosi aku, Vy." Riri pun tak kalah kesalnya dengan Arina.

For your information, Gilang adalah ex-boy friend Riri. Jadi, setiap mendengar nama Gilang disebut, tekanan darah Riri bisa dipastikan akan naik drastis.

Aku tertawa hambar mendengar respon Riri. "Santai santai, Ri. Tiap nama Gilang disebut, kamu pasti darting."

"Ya abisnya kesel aku tuh denger hal-hal yang berkaitan sama dia. Ternyata orang-orang disekitarnya punya sifat persis kayak dia, sama-sama tukang nyakitin orang." Riri mencebik kesal.

"Kan perangai itu menular." Kekehku. "Tapi ya udahlah, sekarang udah selesai juga, aku gak bisa apa-apa. Kita beda kasta, jadi gak bisa menjalin cinta." Jawabku murung. Menyeruput es jeruk yang jadi teman memakan seblak tulang di salah satu warung langgananku dan teman-teman.

"Apa sih, Vy? Gak zaman kali bahas kasta atau harta gituan. Harta itu cuma titipan kali, gak bisa dibangga-banggain. Kalau emang si Rahman itu bener-bener mau jadiin kamu pendamping nya, kayak omongan dia ke kamu dulu. Ya bakal diperjuangin gimanapun juga. Tapi, emang ini kayaknya dia gak bener-bener niat." Ucap Arina lagi. "Tuh dasar temennya si Erni sih, gak bener ah."

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang