Kembali Berpisah

2.2K 159 8
                                    

Selamat Malam semuanya ...
Terimakasih untuk yang sudah mampir, membaca, dan menyimpan cerita ini di perpustakaan kalian 🙏🏼
Dan untuk terimakasih juga untuk yang sudah memberi vote atau 'Bintang' dan komentarnya.

Selamat membaca, Everyone 🍂
_______________________________________

Kerudung merah maroon segiempat yang ku kenakan tertiup semilir angin yang menerpa wajahku. Sinar matahari begitu terik, padahal sekarang baru pukul 07.30 pagi.

Aku dan delapan orang temanku berjajar rapi di hadapan ratusan siswa-siswi Madrasah Aliyah, di lapangan utama, di dekat masjid pusat yayasan. Bersebelahan dengan para guru yang juga berjajar rapi dengan seragam abu-abu.

Genap enam pekan aku dan teman-teman menjalankan program PPL yang diwajibkan oleh pihak kampus. Dan hari ini adalah hari perpisahan. Semua yang bermula dengan pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan. Tak ada yang kekal abadi di dunia ini. Apapun itu. Sejatinya keabadian adalah milik Allah SWT. Sebagai dzat yang Maha Kuasa atas segala hal yang ada di atas bumi dan langit.

Bu Mega menyerahkan piagam kerjasama dan plakat akrilik yang diberikan oleh pihak Kampus kepada pihak sekolah yang telah berkenan menerima, serta memberi izin, memberi banyak ilmu, juga pengalaman kepada kami semua, sebagai mahasiswa yang berada dalam naungan salah satu lembaga pendidikan tertua di kota Tasikmalaya.

Selain dua benda dari pihak kampus, Aku dan teman-teman satu kelompok memberikan cinderamata beberapa barang yang mungkin akan berguna bagi mereka semua, baik murid-murid ataupun para guru. Diantaranya, beberapa mukena, taplak meja, dan piring rotan yang merupakan request dari salah satu guru. Katanya, supaya saat ada acara-acara tertentu, tidak repot dengan urusan mencuci piring.

"Gimana, Vy? Diangkat gak?"

Aku menggelengkan kepala cemas. Rasanya benar-benar bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Otakku mendadak buntu. Sambil terus mondar-mandir, men-dial nomor yang sedari tadi tak juga menjawab panggilanku.

Lima menit lalu, aku mohon izin meninggalkan lapangan, karena harus memastikan persiapan acara hari ini berlangsung lancar. Namun, sayangnya itu semua hanya angan-angan kosong belaka, masalah besar sepertinya tengah menghantui.

"Ya Ampun, Pak ... Kenapa gak diangkat sih?" Gumam ku, dengan ponsel menempel di telinga kiri, serta kuku ibu jari ku gigiti perlahan.

Jantungku bertalu-talu dengan keras. Keringat dingin membasahi kerudung dan blazer biru dongker yang ku kenakan. Menghalau rasa gugup, aku duduk di sebuah kursi panjang yang ada di depan UKS sekolah. Berhadapan dengan ruangan tempat acara akan berlangsung kurang dari satu jam lagi.

"Gimana ini, Ras? Masih gak diangkat juga, sama Pak Merdi nya."

Aku menatap layar ponsel nanar. Tiga kali sudah aku menghubungi beliau, tapi tak sekalipun dijawabnya.

Pak Merdi adalah salah satu dosen yang berkharisma, penuh semangat, memiliki segudang pengalaman, prestasi akademik maupun non-akademik, beliau adalah seorang dosen yang selalu menularkan semangat positif kepada tiap mahasiswa yang diajarnya. Termasuk aku.

Perangainya memang cenderung menyeramkan, wajahnya tegas, nada bicaranya lantang, cenderung keras. Karena beliau adalah keturunan Batak, yang menikah dengan orang Sunda. Hingga menetap disini di tanah priangan. Beliau juga merupakan salah satu alumni pondok modern seperti Rahman, dan merupakan bagian dari pondok pesantren ku dulu, ketika duduk di bangku SMP dan SMA. Jadi, beliau cukup mengenaliku. Karena katanya, gurumu adalah guruku juga.

"Padahal pas kemarin lusa aku telepon, beliau udah fix bisa dan setuju kan, Vy? Malah nawar sendiri buat ngajak anaknya yang lulusan Korea buat hadir di acara kita." Ujar Saras, yang duduk di sebelahku.

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang