Bagai Petir ditengah Sinar Rembulan

5.4K 428 28
                                    

#Episode_8

***
Jalan berlapis aspal terbentang lurus di depan mata. Lampu penerangan jalan cukup minim, bahkan bisa dibilang sangat kurang. Sisi kanan kiri nampak sepi, tak ada orang yang berkeliaran di luar rumah. Sunyi senyap.

Sementara angin berhembus cukup kencang. Aku memasukkan dua tanganku ke dalam saku jaket, mengeratkan jemariku di dalamnya. Menahan hawa dingin yang cukup menusuk pori-pori kulit.

Bahkan bibirku sedikit bergetar karena dinginnya udara malam, apalagi motor melaju cukup kencang. Tak lupa deru mesin motor begitu bising dalam pendengaranku. Seolah memecah keheningan malam, memunculkan keramaian seketika saat motor melaju membelah jalanan desa.

Aku diam membisu, tak ada suara yang keluar dari mulutku. Kami berdua masih nyaman berteman dengan kebisuan.

"Aww ... "

Suaraku nyaring terdengar,
sepertinya bertepatan dengan roda motor yang menginjak lubang cukup besar, membuat badanku terguncang dan sedikit merosot ke depan. Tanpa basa-basi aku kembali menarik diri memundurkan diri ke posisi semula.

"Maaf, saya gak liat ada lubang ..." Teriaknya. Aku mendengus dingin.

"Hati-hati bawa motornya, Gak perlu ngebut." Teriakku.

Seperti permintaanku, Rahman melajukan motornya dengan kecepatan standar. Bisa dikatakan cukup pelan. Aku merasakan waktu berjalan lambat, seperti laju motor yang tengah kunaiki.

Aku tak ingin ambil resiko, bagaimana kalau kejadian tak diinginkan terjadi malam ini, aku masih ingin hidup lebih lama, aku tak ingin celaka konyol malam ini, kalau Rahman mengendarai motor seperti sedang berada di sirkuit balap.

Awalnya aku tak ingin berkomentar, tapi rasanya deg degan dibawa dengan laju kendaraan kencang seperti itu, dan malam-malam pula. Dengan orang yang tak cukup ku kenal pula.

"Divya ..." Rahman memanggil namaku sedikit keras di tengah perjalanan.

Menghalau suara bising knalpot motornya. Saat motor melaju perlahan diantara hamparan sawah yang baru saja ditanami, di kanan kirinya. Aku mendengar suaranya cukup jelas.

"Iya, kenapa?"

"Foto dibuku kamu itu, Beneran pacar kamu?"

Kenapa bahas itu lagi sih? Hadeuh ... Aku tak mengerti, mulai mencerna pertanyaan Rahman persis seperti malam itu.

"Divya ... Kok gak di jawab? Saya mau tahu."

Aku berpikir sejenak, menimbang jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang kesekian kalinya diajukan oleh Rahman. Hening kembali menjadi teman bagiku dan Rahman seketika. Aku bingung, tiba-tiba saja bayangan nya muncul dalam benakku.

My Qitor ...

Sewindu yang lalu rasa ini belum hadir dalam diri, namun seiring waktu berlalu, seiring angin berhembus, seiring dengan kesempatan demi kesempatan yang hadir, semuanya berubah. Sampai hari ini, sosok itu mengisi hari-hariku. Walau raga tak sering bertemu secara langsung, tapi seolah Tuhan memiliki seribu cara mendekatkan rasa yang berbeda setiap harinya.

Dia adalah salah satu alasanku bertahan sampai saat ini, semangatnya, petuah-petuah yang kadang menyakitkan hati itu menjadi pelecut bagiku. Dialah salah satu alasan ku tetap menuliskan kisah-kisah keseharian ku dalam lembaran-lembaran kertas yang tergabung dalam buku diaryku. Namanya selalu tersemat dalam lembaran-lembaran itu, kisah pahit, manis, asam dan hambar nya hidup semua kuingat dalam buku itu.

"Divya ..." Tegurnya lagi, membangunkanku yang tengah tenggelam dalam ingatan-ingatan tak bertepi.

"Eh ..."

KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang