#Episode_6
💚💚💚
Memasuki Minggu kedua suasana mulai kondusif dan terasa nyaman bagiku pribadi. Mungkin karena masa orientasi di Minggu pertama cukup baik dan menimbulkan kesan-kesan yang bisa dikenang. Setidaknya dalam bentuk penjabaran peristiwa dengan rangkaian kata yang tertuang dalam beberapa alinea dalam sebuah buku harian.
Di zaman milenial, zaman modern, zaman serba canggih dengan segala bentuk hal yang instan dan mudah, membuat eksistensi buku harian atau diary book agak tersisih. Apalagi di kalangan generasi muda zaman ini. Tapi bagiku buku harian tak sekedar lembaran tak bernyawa. Bagiku ia adalah seperempat bagian hidupku.
Aku mencurahkan sedikit banyak segalanya disana. Menulis buku harian menjadi satu rutinitas yang cukup lama dalam hidupku. Setidaknya sewindu terakhir.
Kegiatan sehari-hariku dan teman-teman sudah mulai terkontrol dan rapi, jadwal harian pun sudah hampir 55% terlaksana dalam kurun waktu hampir dua pekan. Bahkan beberapa hari lalu, Ibu-ibu PKK desa mengajak kami anggota tim perempuan untuk terlibat dalam event besar yang akan diadakan di desa. Event tersebut akan dihadiri oleh ketua ibu PKK kabupaten beserta jajarannya. Namanya Bina Wilayah Desa, akan di gelar kurang lebih tiga Minggu lagi. Kami diajak untuk menjadi tim paduan suara dan tim senam sehat, program khusus ibu PKK desa.
Tadi sore pun, kami sudah mulai latihan senam dan bernyanyi di salah satu rumah anggota PKK yang terletak tak jauh dari posko. Ibu-ibu disana sangat ramah dan menyenangkan, mereka menyambut kami dengan hangat.
Jam di ponselku menunjukkan pukul 21.10 WIB, sementara itu, aku masih mengetik agenda kegiatan harian di laptop. Tapi kali ini aku enggan melakukannya di kamar, karena rasanya ingin merasakan ketenangan, sembari menuliskan sesuatu dalam buku harianku.
Ruang tamu adalah tempat yang available untuk kutempati kali ini, karena beberapa kaum Adam sudah tidur, dan sebagian tengah menonton televisi di ruang tengah. Sedangkan teman-teman perempuanku sudah berada di kamar seluruhnya.
Tring!
Satu notifikasi chat masuk ke dalam ponselku.
Di saat aku masih berkutat dengan laptop, tak langsung ku buka karena dalam benakku, paling hanya notifikasi dari grup chatting. Aku pun tetap melanjutkan kegiatan mengetik ku sampai selesai.
Barulah di menit berikutnya, ku raih ponsel yang teronggok di samping laptop di atas meja kaca. Jantungku berdetak kencang. Mataku terbelalak sempurna, melihat chat yang masuk tersebut.
Otomatis aku melompat kegirangan sampai pencil case Di dekatku terjatuh dan mengeluarkan segala isinya, mulai dari tip x, pulpen, cutter, gunting dan segala isinya.
My Qitor : Maaf baru di bls, baru selesai bikin sketsa untuk kaligrafi masjid.
"Kenapa, Vy ...?" Arina berteriak dari kamar.
"Eh enggak. Ini tempat pensil jatuh."
Satu pesan yang membuatku sebahagia ini. Apalagi jika pesan seperti ini muncul setiap hari. Tapi mungkin akan berbeda jika pesan itu hadir setiap saat. Tak akan semenyenangkan ini.
Who is My Qitor ?
He's a reason. That's why I can write on my diary book until now, from Eight or seven years ago.
Tanpa menunggu lama, aku segera mengetikkan kata balasan di kolom chat nya. Tak berharap akan mendapatkan balasan malam ini. Yang jelas satu pesan tadi mungkin akan membuat insomnia ku kambuh.
Me : Oh iya, good luck untuk project nya.
Jeda tiga ratus detik. Aku terus menatapi layar ponsel. Tanpa mengalihkannya dari ruang chat pribadiku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)
General FictionBagi mahasiswa, KKN tentunya bukanlah hal asing. Namun, bagi perempuan bernama Divya Safitri, KKN adalah mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terbangun. Sebuah desa di kawasan Gunung Galunggung menjadi lokasi yang harus ia taklukkan demi menunt...