Aku duduk termenung di atas tempat tidur, dengan punggung ditumpu dinding kamar yang dingin, ia yang menjadi saksi bisu isak tangisku, ketika jiwa dan raga dirundung nestapa.
Memperhatikan drama Korea yang ada di dalam laptop, setelah sebelumnya aku mencoba menggarap tugas akhirku, namun sia-sia. Kali ini otakku tidak bisa diajak kompromi. Berharap dengan menonton drama favoritku, bisa mengalihkan perhatian dan mengobati luka yang masih menganga. Meski sebenarnya, aku tak benar-benar fokus memperhatikan adegan demi adegan yang terus berputar di layar.
Bicara soal drama Korea, dulu pun berawal dari sebuah cibiranku pada seorang teman. Ia sangat hobi mengoleksi berbagai macam drama Korea di dalam laptopnya. Mulai dari jadul hingga yang paling anyar. She's Drakor addict. Tapi, entah bagaimana cerita bermula, akhirnya aku termakan omonganku sendiri, hingga akhirnya aku menyukai para makhluk sempurna hasil karya para dokter bedah plastik itu. Meski tidak se-addict temanku.
Aku hanya menonton drama-drama tersebut jika sedang luang, atau sedang sedih, alasannya karena kebahagiaan, kesempurnaan yang tergambar dalam drama tersebut mampu membuatku lupa pada pahitnya persoalan yang ada dalam realita. Although it's just for temporarily.
Sementara itu ditanganku, sebuah buku masih tertutup rapat, belum sempat ku buka. Buku yang baru saja tiba satu hari yang lalu, ku beli dari sebuah toko buku di daerah istimewa Yogyakarta, melalui perantara Dias. Karena, disini buku tersebut tidak tersedia. Salah satu referensi penting untuk tugas akhirku. Dias adalah satu-satunya teman yang ku kenal di kota pelajar itu, alhasil aku meminta pertolongannya. Nasib baik ia bersedia membantuku.
Melirik kalender, aku mulai menghitung mundur setelah pertemuan terakhirku dengannya di kedai kopi itu. Dimana kami berdua sepakat untuk saling melepaskan satu sama lain. Dan tetap berusaha untuk menjalin tali silaturahmi dengan baik. Semuanya bermula dengan cara yang baik, maka sudah selayaknya diakhiri dengan cara yang baik pula. Ternyata sudah dua pekan waktu berjalan begitu terasa lambat. Padahal biasanya ku rasakan waktu berjalan begitu cepat.
Hingga ponselku bergetar, menampilkan sebuah nama yang kembali membuat jantungku berdetak kencang. Dengan perasaan yang ku kendalikan sebisa mungkin, ku jawab panggilan tersebut, setelah menghela napas dalam-dalam.
"Assalamu'alaikum, Neng." Suaranya terdengar di seberang sana.
Ada sesuatu yang membuncah dalam hati ku. Aku merasa sedikit lega bisa kembali mendengar suaranya, setelah dua pekan hanya saling bertukar kabar dengan chatting saja. Ya, akses komunikasi kami cukup baik. Tak lantas saling melupakan setelah apa yang terjadi.
Aku pernah mendengar satu kalimat, 'Kedewasaan seseorang akan terlihat ketika ia bisa berhubungan dengan mantannya, dengan cara yang baik.' Ya mungkin, maksud dari kalimat tersebut, kurang lebih saat kita bisa berdamai dengan diri sendiri, dengan keadaan, dan dengan masa lalu itu, apapun yang pernah terjadi di masa lalu, biarlah berlalu. Seperti sebuah kalimat lain yang kutemui dalam sebuah artikel psikologi, 'Forgiving your self is important as forgiving others. Guilt is toxic, don't reliving the mistake over and over. Love your self and forgive you self.
Aku sedang berusaha memaafkan diri sendiri, melupakan kesalahan yang pernah ku perbuat. Even, I don't consider that I knowing him as a mistake ... Tetapi, aku tengah berdamai dengan keadaan yang tidak bisa berjalan sesuai keinginanku. Karena tidak semua yang kita rencanakan, apa yang kita inginkan akan terwujud sesuai kehendak dan usaha kita. Kadang, usaha dan proses yang kita lakukan, akan mengkhianati hasilnya. Karena apa? Karena itu bukanlah hal terbaik menurut-Nya, sang Maha mengetahui atas segala hal yang tidak kita ketahui.
"Waalaikumsalam, ada apa nelpon, A?" Tanyaku penasaran.
Namun, ia tidak langsung menjawab pertanyaan yang kuajukan. Hening. Ponselku masih menempel di telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)
General FictionBagi mahasiswa, KKN tentunya bukanlah hal asing. Namun, bagi perempuan bernama Divya Safitri, KKN adalah mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terbangun. Sebuah desa di kawasan Gunung Galunggung menjadi lokasi yang harus ia taklukkan demi menunt...