#Episode_9
***
Hal apa yang akan kau lakukan saat mendapat satu kejadian seperti yang kualami tempo hari. Lebih tepatnya saat malam Minggu itu.Menghindar, menanggapi, atau membiarkannya seolah tak pernah terjadi. Diantara banyaknya option yang kumiliki, aku memilih untuk tetap diam, membiarkannya mengalir.
Untuk menghindar rasanya akan susah, karena atap yang sama masih menanungi, menanggapi pun bukan pilihan yang cukup tepat menurutku, jadi membiarkannya dirasa adalah pilihan aman saat ini. Membiarkan semuanya mengalir apa adanya. Kemanakah arah angin akan membawanya, entahlah.
Aku bersikap biasa, pun dengan nya. Di depan khalayak umum semua nya terlihat seperti sebelumnya. Tak ada yang istimewa ataupun perlu untuk dijabarkan. Namun, pesan-pesan serupa melalui benda pipih nan pintar terus menerus mengingatkan ku akan kejadian malam itu.
Sebagai orang yang memiliki perasaan juga otak yang masih waras untuk membedakan antara kanan dan kiri, depan dan belakang, putih dan hitam, serta baik dan buruk, maka aku pun memperlakukan pesan-pesan yang muncul dengan semestinya.
Hari demi hari terus berganti, matahari masih berputar pada porosnya, bermula di ufuk timur melaju ke ufuk barat, begitu seterusnya sampai hari ini. Begitu juga dengan diriku.
Aku yang berdiri hari ini bukanlah aku yang kemarin. Kondisi eksternal ku tampak sama, namun kondisi internal ku tak lagi serupa. Ada sesuatu terusik di sudut ruangan itu, ketenangan yang tak tersentuh, kini mulai merasakan sesuatu yang aneh.
Agenda kegiatan hari ini adalah melakukan pengecatan ulang di posyandu desa, yang berada tepat di samping kantor kepala desa, kami diminta tolong untuk hal ini. Jelas saja kami sambut dengan tangan terbuka, saat matahari mulai meninggalkan peraduan dan memulai tugasnya hari ini, aku dan teman-temanku sudah bersiap untuk berangkat ke balai desa.
Namun, ada yang sesuatu yang hilang dalam pandangan mataku. Aku tak menangkap sosoknya, Rahman tak ada dalam gerombolan yang tengah berjalan beriringan di hadapanku. Hanya lima orang disana. Aku tak bertanya, karena kutahu kalau dirinya sedang berada di luar, tepatnya ia pulang sejak kemarin.
Ketika kami sampai di balai desa, ternyata belum ada orang sama sekali. Hanya ada aparat desa saja yang sudah mulai berdatangan memenuhi kewajibannya.
Pak kades pun sudah hadir, bersama istrinya. Tak ayal kami pun memberikan salam, dan menyapa. Disambut hangat dan baik pula oleh keduanya. Sambil menunggu ibu Yuyun, yang memegang kunci Posyandu sekaligus penanggung jawab hal ini, kami duduk di teras posyandu dengan santai.
Dan seperti biasa candaan-candaan tak pernah terlewatkan jika kami sedang berkumpul seperti ini.
"Buah sukunnya kok banyak banget sih?"
Erni berkomentar, memang benar di depan posyandu terdapat sebuah pohon sukun yang cukup besar dan tinggi, ketinggiannya hingga melewati atap posyandu. Dan yang membuat menarik adalah buahnya sangat banyak dan besar-besar.
Pandanganku dan teman-teman yang lain kini berpindah pada pohon sukun di depan mata kami.
"Wah enak tuh kalau di kukus, terus pakai kelapa parut." Ujar Syarif.
"Jadi keripik juga enak kayaknya." Ujarku.
"Kalau di petik gak apa-apa kali ya?" Tanya Erni.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)
General FictionBagi mahasiswa, KKN tentunya bukanlah hal asing. Namun, bagi perempuan bernama Divya Safitri, KKN adalah mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terbangun. Sebuah desa di kawasan Gunung Galunggung menjadi lokasi yang harus ia taklukkan demi menunt...