Sampai sejauh ini, terimakasih untuk semua yang telah berkenan membaca, memberi vote, komentar dan menyimpan cerita ini di perpustakaan kalian 🙏🏼
Selamat membaca kelanjutan episode sebelumnya ...
🍂🍂🍂
Sejak awal pun aku memang hanya seorang manusia biasa, perempuan biasa, dan semuanya biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa atau luar biasa.
Aku pun biasa melakukan segala hal sendiri, hingga sekarang saat judul dari tugas akhir ku telah disetujui oleh pihak jurusan, aku memilih untuk fokus mengerjakan proposal penelitian ku sendiri. Memulai mencari referensi kesana-kemari, berteman dengan sunyi, sepi dan sendiri.
Karena seseorang pernah berkata padaku, 'Biasakan lakukan segala sesuatunya sendiri, tak perlu merepotkan orang lain selagi otak, tangan, kaki dan seluruh anggota badan berfungsi dengan baik. Ada kalanya, mereka yang biasa kau mintai tolong tak selamanya ada untukmu'.
Mengikuti seminar proposal skripsi pada gelombang pertama, menjadi target utama ku. Berharap dan berikhtiar tak ada kendala apapun sampai hari itu tiba. Malam ini menjadi malam kesekian bagiku memulai mengerjakan proposal penelitian. Setelah beberapa hari belakangan mencari referensi di perpustakaan kampus dan di toko buku Gramedia.
Alunan aneka musik pop berputar dalam playlist, menemaniku dalam sunyi nya malam, melalui headset yang tersambung ke dalam ponselku. Jari jemari ku menempel pada tuts keyboard laptop, pandanganku terus berpindah dari buku referensi, menggali bahan-bahan yang relevan dengan penelitianku. Ponsel yang sesekali ku gunakan untuk browsing materi yang tak ada dalam buku, atau membuka aplikasi perpustakaan nasional yang telah ku unduh beberapa waktu lalu. Dan tentunya laptop, menjadi alat utama untuk mengerjakan tugas akhirku itu. Ketiga benda itu kini menjadi fokus utamaku.
Aku absen dulu nonton acara lawakan di salah satu stasiun televisi swasta yang biasa ku tonton, juga absen dulu menonton sinetron ribuan episode yang jadi favorit ibu. Itu semua kulakukan demi terselesaikannya proposal penelitian ku.
Dret ... Dret ...
Musik yang tengah ku nikmati tiba-tiba terhenti. Berganti dengan nada dering panggilan dengan getarannya mengalihkan fokus ku dari layar laptop.
A RAHMAN NEW is calling ...
Sejak hari itu, sampai kini satu pekan berlalu, aku belum sempat menanyakan hal yang menggangu pikiranku pada Rahman. Bahkan aku belum sempat mengetahui alasannya berganti nomor ponsel. Karena ia pun hanya menghubungi ku beberapa kali saja, masih bisa dihitung dengan jari, dalam sepekan terakhir, katanya masih sibuk dengan urusannya di yayasan keluarga. Aku masih cukup tau diri, tidak ingin menambah beban pikirannya.
Lagi dan lagi, jantungku berdetak kencang. Entah mengapa setiap mendapat panggilan darinya kondisi ini selalu berlangsung. Is this a normally condition?
"Assalamu'alaikum. Neng lagi apa sekarang?" Suara di seberang sana nampak sumringah.
"Ya, Waalaikumsalam, A. Lagi ngetik proposal." Jawabku jujur. Merebahkan diri di atas kasur. Meluruskan punggung ku yang terasa kaku setelah beberapa saat duduk dihadapan laptop dan buku-buku. "Tumben nelpon, pasti perlu bantuan ya?" Tanyaku to the point.
Ku dengar Rahman tergelak tanpa beban. Aku mendengus kesal. Menunggu tawanya reda.
"Tau aja sih, kamu emang paling peka ya, Neng. Aa seneng."
"Aku kelewat peka, tapi Aa gak peka-peka." Cibirku. Lagi-lagi ia tergelak.
"Ya maka nya kalau ada apa-apa kamu jangan kasih kode aneh-aneh ya, Neng, langsung bicara aja, biar Aa peka dan paham."
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN - Kuliah Khitbah Nikah (COMPLETED - Proses REVISI)
General FictionBagi mahasiswa, KKN tentunya bukanlah hal asing. Namun, bagi perempuan bernama Divya Safitri, KKN adalah mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terbangun. Sebuah desa di kawasan Gunung Galunggung menjadi lokasi yang harus ia taklukkan demi menunt...