sideway

307 35 32
                                    


"Kenapa aku dan Zach sangat serasi di foto ini!" Jena yang kini tengah memakai kacamata barunya itu masih belum bisa berhenti tersenyum menatap ponselnya yang manampakkan bebera foto ia bersama Zach kemaren saat konser.

Sedangkan Aza ia kini tengah bersiap-siap untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan atas perintah Liliana. Ibunya itu menyuruh Aza pergi bersama Jena membeli sebuah perhiasan sebagai hadiah ulang tahun untuk nenek Aza.

"Sepertinya kita juga harus membeli hadiah untuk Oma. Tapi apa ya, Jen?" Sambil sibuk menyisir rambut, Aza menghampiri Jena dan duduk di samping perempuan itu.

"Bagaimana kalau merch Why Don't We?" Bukannya mendapat persetujuan dari Aza, Jena malah langsung ditoyor oleh perempuan itu. "Memang tidak akan ada jawaban yang benar kalau bertanya denganmu," balas Aza.

Setelah selesai bersiap-siap Aza dan Jena segera turun ke bawah untuk menemui Liliana mengenai perhiasan yang akan dibeli juga untuk berpamitan.

"Ini gambar anting yang Oma mau, kalau berbeda sedikit mungkin tidak apa-apa," Mendapati Aza dan Jena sudah mengangguk, Liliana kemudian menarik kembali ponselnya dari hadapan keduanya. "Nanti Mama akan kirim gambarnya." Aza dan Jena langsung mengangkat jempol mereka bersamaan menandakan mereka setuju dengan Liliana.

"Satu lagi, jangan kemana-mana, ini sudah pukul delapan malam. Paling lambat kalian pulang jam sebelas," tambah Liliana.

"Iya," jawab Aza dan Jena serempak.

✿ ✿ ✿

"Kau tau, Za? Kasir di kafe yang ku kunjungi tadi benar-benar tampan. Apalagi saat tersenyum!" Sambil menyeruput kopi yang baru saja ia beli, Jena mencoba membuka obrolan sambil menunggu si pemilik toko perhiasan mengambil barang yang mereka inginkan.

Aza yang tidak tertarik dengan obrolan itu, hanya melirik ke arah Jena sebentar lalu mengangguk.

"Astaga kau ini. Kita harus cepat-cepat mencari pendamping, Aza. Kau tidak baca drama-drama dari Why Don't We, the boys itu sekarang dikabarkan dekat dengan beberapa perempuan. Kita harus melangkah lebih dulu dari pada mereka, agar kita tidak sakit hati."

"Lalu kau mau dengan kasir kafe itu?"

"Bukan itu juga maksudku. Jadi—"

"Apakah anting yang kalian inginkan seperti ini?" Tiba-tiba saja pemilik toko perhiasan itu kembali sambil membawa satu kotak hitam mengkilap berisi anting berlian yang bentuknya sangat mirip seperti gambar yang Lilian kirim.

"Kalau dari bentuknya iya, tapi bukan warna seperti ini. Apakah ada warna yang lebih putih? Karena Mamaku ingin yang warna itu."

"Ini satu-satunya yang tertinggal."

"Sudahlah, Za. Anting ini untuk Oma, Oma itu sudah tua, dia tidak akan memperhatikan warnanya. Atau mungkin dia sudah tidak bisa membedakan warna," celetuk Jena. Dengan cepat Aza langsung menoyor kepala Jena sampai perempuan itu meringis kesakitan memegangi kepalanya. "Tidak ada sopan-sopannya kau dengan Oma."

"Aku berbicara fakta, Aza."

"Diamlah." Aza lalu kembali menghadap ke arah si pemilik toko, "Baiklah, aku ambil yang ini saja." Si pemilik toko langsung tersenyum lalu mengemasi anting itu.

Setelah selesai dari toko perhiasan, Aza dan Jena sempat mampir ke toko roti yang ada di sana sebagai pengganjal sebelum makan malam. Rencananya mereka nanti akan mencari makan di pinggir jalan, karena mereka tidak bohong rasanya lebih enak daripada yang ada di mall ini.

Setelah lima belas menit menghabiskan waktu di toko roti, Aza dan Jena langsung menuju parkiran karena mereka hanya punya waktu sampai pukul sebelas.

"Bagaimana kalau kita cari makan dekat bandara saja?" ucap Jena setelah mobil yang dikendarai Aza sudah keluar dari area mall.

𝒔𝒕𝒂𝒚 || 𝒅𝒋𝒔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang