9c

46.1K 6.2K 483
                                    

"Halo, Miss Sandra."

Aku melirik nama yang tertera di ponselku. Ya Tuhan, aku masih saja lupa memeriksa nama penelepon. Kebiasaan jelek, pikirku. "Iya, Pak. Ada apa?"

Terdengar embusan napas kasar di seberang. Aku tidak paham maksud embusan itu dan malah melirik pintu masuk Lafayette. Dengan gaji akhir tahun plus bonus performance, rasanya aku sanggup membeli satu blouse atau rok di sana. Wait, focus, San, you have next year plans. Don't mess it up.

"Saya minta maaf tidak bisa datang untuk mengambil report Kimkim."

Aku turun dari eskalator saat sepasang remaja naik eskalator sambil berpegangan tangan. Kapan terakhir kali aku berpegangan tangan di mol? Aku lupa pengalaman seperti itu pernah aku alami. "Itu tidak masalah, Pak. Saya sudah tahu Bapak akan sibuk sampai akhir tahun. Saya cuma kaget melihat Pak Yadi yang datang menggantikan Bapak hari ini. Bapak masih bisa datang di hari lain untuk mengambil report Kimkim. Mungkin setelah liburan."

"Saya pikir harus ada yang datang ke sana jadi saya minta tolong Pak Yadi yang datang."

Aku turun satu lantai lagi. Aku ingin membeli susu fermentasi dan Kemchick berada di lantai bawah. "Tidak apa-apa. Saya juga yang kurang komunikasi dengan Bapak. Wajar kalau Bapak bingung."

"Ini pengalaman pertama saya, I have no experience about it. Sorry. Lain kali saya akan tanya. Saya benar-benar payah soal sistem sekolah." Keliatannya Bapak lebih paham cara menghasilkan uang, ucap hatiku sinis.

"Selamat ya, Pak."

"Selamat buat apa?"

"Pengalaman pertamanya jadi orang tua murid." Aku tertawa kecil.

"Oh iya," Papa Kimkim ikut tertawa, "terima kasih."

Aku masuk Kemchick dan bergegas menuju bagian minuman dingin. Mataku sempat melirik seorang anak yang berlarian di lorong. Pikiran konyol berbelanja bersama anak lantas meluncur di benak. Menjadi lajang di usia yang matang memang rentan menimbulkan baper. Aku harus menyibukan diri dan mencari pasangan. Menginstal aplikasi kencan seperti saran Elfin barangkali tidak buruk untuk dicoba. "Bapak jangan sungkan bertanya ke saya kalau ada yang tidak dimengerti. Atau.." aku menggigit lidahku, kelu. "Mungkin bisa tanya ke Mbak Velia."

"Velia?"

Aku mengambil satu aqua dan sebotol yogurt. Sekejap mood baikku setelah makan lenyap. Pasti dampak baper melihat remaja pacaran dan anak kecil terus gagal belanja di Lafayette, pikirku yang berkebalikan dari kebenarannya. Aku enggan mendorong Papa Kimkim saat tahu Mbak Velia juga dekat Daru. "Iya, Mbak Velia, kepala sekolah. Dia bisa bantu Bapak." Suaraku seperti cicitan.

Aku balik badan menuju kasir lalu.. BRUK!! Aku mematung. Sesuatu yang bulat menyodok dan bergesek-gesek tepat di belahan bokongku. Bulatnya besar mungkin sebesar kelapa. Duh Gusti, aku mengalami pelecehan di supermarket. Aku meneguk ludah sambil mengumpulkan keberanian, lalu pelan-pelan memutar kepala ke belakang. Ke bokongku.

"Miss San!!"

Benda bulat itu terangkat sedikit. Mataku menatap horor. Yang kutatap malah menunjukkan ekspresi menggemaskan. Ternyata itu bukan kelapa atau bola. Itu. Emm.. Kimkim? Kepalanya menyeruduk belahan bokongku lagi.

"Miss Sandra."

Aku teringat ponselku yang bergeser sejengkal dari telinga. "Iya," kataku ke arah ponsel tapi mataku masih melirik ke anak yang sekarang malah memendam wajah di tempat area pribadiku. "Mana Pak Yadi?"

"Pak Yadi?"

Kepalaku terangkat ke depan. Sosok pria yang jadi lawan bicaraku di ponsel berdiri nyata di hadapan. Tangan kanannya memegang keranjang belanja sementara tangan lainnya berada di sisi tubuh sambil menggenggam ponsel. Aku mengecek layar ponselku. "Udah dimatiin ya?"

You TOLD Me SoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang