56

19.4K 3.3K 95
                                    

Bawa ubin di atas kentangCakeeeeepPacar Soobin telah dataaaaangEerrr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bawa ubin di atas kentang
Cakeeeeep
Pacar Soobin telah dataaaaang
Eerrr

Banyak yang penasaran sosok kimkim dalam bayanganku padahal aku udah sering share sosoknya di IG. Mungkin ga follow IG aku jadi ga tahu 🤭 maap ye, cuma di IG missbebeklucu aja aku pasang foto itu di status

Kalian tau bulan apakaaaah ini?

Yes, it's February and it IS the time ( ✧Д✧)

(sila cek gambar di atas buat tau maksudku)

Nah, coba jawab pertanyaan ini menurut penerawangan kalean 😝

Sebelum baca, aku bagi foto Mas Di yang belum dapat jatah cinta dari Miss Bek *PLAK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum baca, aku bagi foto Mas Di yang belum dapat jatah cinta dari Miss Bek *PLAK

Sebelum baca, aku bagi foto Mas Di yang belum dapat jatah cinta dari Miss Bek *PLAK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kimkim?" potong Mas Novan dan Bu Tiara bersamaan.

Aku cengengesan. Sudah susah payah membangun feel serius, ada saja iklannya. "Kimmy, bu, mas, Kimberly."

"Panggilan sayang di sekolah Kimkim," tambah Mbak Vel antusias.

Tante dan keponakan itu mengangguk anggun. Tidak ada yang membulat mulutnya menyuarakan 'o'. Aku kagum pada gaya elegan mereka.

"Kamu tau status Dinan?" tanya cepat Bu Tiara sebelum aku melanjutkan kata-kata diplomatisku soal PMMP-ku dan Mas Di.

"Ya, saya tah-"

"Tahu apa penyebab perceraian Dinan?" Bu Tiara tidak membiarkanku lepas bereksplorasi kata.

"Ya." Ambil aman, jawab pendek saja.

"Orang tua kamu tidak mempermasalahkan status Dinan?"

Aku menghela napas. Mata Bu Tiara yang jeli menangkap gelagat tidak nyamanku. Sebelah alisnya terangkat.

"Orang tua saya sepenuhnya mengembalikan keputusan pada saya-"

"Kamu siap menjadi ibu?"

Silakan menyela omonganku. Sabar, itu mantra yang aku rapal dalam hati. Bagaimanapun Bu Tiara bukan hanya keluarga Mas Dinan. Dia pula yang menurunkan persetujuan gajiku utuh atau tidak bulan depan.

"Sebelum saya bertemu Mas Dinan, saya sudah mengambil peran itu di kelas. Saya tidak bisa bilang siap, mungkin pas jika disebut sudah terbiasa."

Bu Tiara memicingkan mata. Aku menemukan sangat sedikit kerutan yang terbentuk di ekor matanya. Di usia setua ini, Bu Tiara masih terlihat segar. Perawatan salonnya pasti mahal. Ok, aku melenceng dari fokus.

"Kamu siap bertemu mantan istri Dinan?" Kali ini Bu Tiara bertanya hati-hati.

"Ya, bagaimana pun mantan istri Mas Dinan adalah ibu kandung Kimkim. Saya harus berkenalan dengannya. Kami perlu menjalin komunikasi untuk mendidik Kimkim."

Tuk!

Garpu yang berada di atas meja mengetuk kepalaku. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Bu Tiara. Jika dia sudah gemas, mudah sekali benda kecil tapi keras melayang.

"Jawaban kamu kenapa kayak wawancara gitu?"

"Loh, ibu kan yang memberondong pertanyaan kayak wawancara," sahutku polos.

"Masak sih?" Kilahnya enteng. Bos mah bebas, genks.

Mbak Vel dan Mas Novan yang menjadi pengamat acara wawancara calon menantu versi Bu Tiara asyik tertawa. Mana lucunya, keringat dingin sudah meleleh di paha dan betisku.

"Dinan sudah bertemu orang tua kamu ya?" Tanya Mas Novan.

Mas Novan ini berbeda perawakannya dengan Mas Dinan. Dia bertubuh lebih tegap berisi, kulit sawo matang, rambut hitam klimis, dan rahang yang lebih besar. Aura 'Pejantan Tangguh' sekali. Kalau Mas Dinan dan Mas Novan berdiri bersebelahan, tidak akan ada yang percaya mereka saudara satu ayah.

"Sudah sebelum tahun baru," jawabku.

Bu Tiara tidak ikut menimpali karena sibuk menyampaikan pesanannya pada pelayan. Kami bertiga sudah mulai menyantap steak masing-masing. Awalnya tidak selera makan, aku malah lahap akibat ulah Bu Tiara menguras stok energi otakku.

"Keluarga kamu gimana sama Dinan dan Kim eh Kimkim ya tadi manggilnya? Lucu juga panggilan sayangnya." Mas Novan mengisi keheningan di meja kami.

Aku tertawa canggung. Sukar tertawa seelegan pria di depanku ini. Mungkin semasa muda Mas Novan masuk sekolah kepribadian.

"Kakak saya kebetulan sekantor sama Mas Dinan, mereka sudah akrab. Abang saya malah bikin fansclub Kimkim. Bapak ibu saya sampai nggak kebagian main bareng Kimkim, udah dimonopoli abang," ceritaku. Memalukan nggak sih bahas ini di sini.

"Fansclub Kimkim? Bilang abang kamu saya ikut daftar. Ada-ada aja ya idenya." Mas Novan tertawa sambil geleng-geleng kepala. Dari ujung mataku, Bu Tiara tersenyum tulus. OMG, bu bos bisa ya tersenyum semanis itu.

"Saya bersyukur Kimkim bisa diterima keluarga kamu. Kasihan anak itu, sejak masih di kandungan sudah menerima banyak tekanan. Ibu kandungnya sampai menyerah dan memilih pergi. Tolong beri dia kesempatan merasakan keluarga utuh. Hanya saya, kakak saya, adik, dan keluarga Tante Tiara yang menerima Dinan dan Kimkim pulang ke Jakarta. Kami berharap banyak sama kamu, San," ungkap Mas Novan pilu. Matanya merah dan berkabut.

Jika ada perempuan yang menilai laki-laki yang menangis itu cemen, aku ada di barisan pertama yang menolak statement itu. Di hadapanku, seorang laki-laki dewasa menangisi kisah hidup adik dan keponakannya penuh sayang. Momen ini menggetarkan hatiku.

"Sa-saya menyayangi Kimkim, hanya itu... alasan saya sampai di tahap ini bersama Mas Dinan," kataku dengan napas tercekat.

Mbak Vel sudah menitikan air mata. Kepalanya mengangguk kecil dan memaksakan senyum. Mbak Vel pasti tahu kisah hidup Kimkim.

You TOLD Me SoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang