Aku mengemut sedotan pada gelas strawberry smoothies-ku dan tidak menyedot sama sekali. Hanya membiarkan isinya tetap utuh layaknya baru disajikan pelayan. Ujung sedotan yang berada di dalam mulutku berubah keriting karena aku gigiti.
Peristiwa kemarin masih jelas di kepalaku. Oke, otakku memang payah namun masih lumayan aktif mengingat bagaimana interaksi Mas Dinan, Kimkim, dan anggota keluargaku.
Kak Sabria tidak lagi melanjutkan protesnya soal aku yang dilamar duda. Kak Sakha mendadak luluh karena fall for Kimkim. Bapak dan ibu, mereka mengembalikan keputusan padaku. Hanya satu yang masih mengganjal dari ucapan bapak saat sesi sidang tertutup kami bertiga kemarin.
"Bapak tidak larang Sandra berhubungan dengan papa Kimkim, bapak percaya Sandra sudah besar dan tahu apa yang terbaik untuk kamu sendiri. Bapak hanya minta kamu tanya diri kamu, 'apa ini yang memang kamu inginkan?'. Karena nantinya pernikahan ini kamu yang jalani."
Ibu hanya mengiyakan kata-kata bapak. Dan tanpa aba-aba, air mataku lolos menyusul isakan yang susah aku kontrol. Sore itu di kamar Bapak dan Ibu, aku merasakan perasaan campur aduk. Bahagia, sekaligus sedih. Bapak dan Ibu memberikan aku kuasa atas lamaran mas Dinan. Di sisi lain, aku sedih karena aku selangkah meninggalkan mereka.
Satu pertanyaan pun menguar di hatiku, 'apa hubungan kami tidak terlalu cepat?'.
"I'm sorry for coming late." Mbak Velia duduk di kursi di seberangku.
Penampilannya lebih santai dengan blouse tanpa lengan dan celana jeans biru muda. Aku selalu menyukai gaya berbusana Mbak Vel, terlihat up to date dan sesuai. Perempuan cantik memang punya keuntungan dalam mode, lain cerita denganku.
"Nggak apa-apa," jawabku setelah melepas sedotan yang keriting.
"Ini kopi siapa?" Mbak Velia menunjuk kopi espresso yang masih mengepulkan asap di meja kami.
"Buat lo." Aku sengaja memesankan Mbak Vel minuman setelah melihat meja sebelah memesan minuman itu. Lapar mata karena hiasan di atas kopinya berupa double heart yang lucu.
Alis Mbak Vel bertautan. "Nggak ada ingredients absurd kan?" Tanyanya hati-hati.
Bibirku mengerucut. Dikira aku mencoba terkenal dengan 'kopi beracun' jilid dua.
"Nggak usah minum kalo nggak mau," sahutku ketus.
Aku mengambil cangkir kopi itu yang kemudian direbut Mbak Vel. "Yeee, ngambek. Becanda. Becanda."
Mbak Velia menyeruput kopinya perlahan. Aku tidak paham alasan Mbak Vel sangat menyukai minuman pahit itu. Kisah hidupku sudah banyak diisi hal-hal pahit, sehingga satu kopi pahit tidak aku perlukan sama sekali.
"Mbak, kalo gue nikah ama wali murid gimana?" Tanyaku sambil menyondongkan tubuh dan menautkan kedua tangan pada meja.
Mbak Velia berdehem. Mulutnya terbuka lalu tertutup, terbuka lagi lalu tertutup lagi. Mbak Velia sedang olahraga rahang wajah?
"Mbaaakk," geramku.
Mbak Vel menatapku sesaat. Kemudian membuang pandangan ke luar jendela kafe. Meja kami berada di lantai dua dan duduk dekat jendela tapi sejauh mata memandang hanya ada jalan Bangka yang kebetulan lengang dan kafe lain di seberang. Tidak lebih.
Aku paham Mbak Velia sedang memroses pertanyaanku. Hanya saja menunggu bukan aktivitas yang menyenangkan. Kecuali menunggu Mas Dinan mandi, nikmat mata setelahnya nggak hoax. He's handsome as hell.
"San, kamu nggak bisa basa-basi dikit? Nanya kabar kek, cuaca kek, gosipin cowok baru Sherly kek, bahas parents yang pakai baju aneh."
Mbak Velia dan otaknya yang sudah ditempa di negeri Kanguru adalah misteri dunia nomor sembilan. Di saat aku berpositif ria dia sedang memilah jawaban, nyatanya oh nyatanya principal muda ini mengomentari hal yang lain.
"Nggak bisa, maaf." Bawahan mah say sorry saja. Basa-basi busuk bukan tindakan yang diperlukan saat ini. Aku telah menahan gugup sejak tadi pagi demi menanyakan pertanyaan ini pada Mbak Velia, mana mungkin aku bisa mengalihkan sesaat satu pertanyaan ini untuk small talk yang tidak aku perlukan.
Mbak Velia mengetukan jemarinya di atas meja. Dia mengatur napas lalu berkata, "Lo lagi deket sama Mas Dinan? Sejauh apa hubungan lo berdua?"
Aku sudah menebak Mbak Velia tahu ke mana arah pertanyaanku. Memang kecantikan dan kecerdasan Mbak Velia berjalan beriringan.
"Dia lamar gue," jawabku agak malu.
Mbak Velia bertepuk tangan sekali. Menarik perhatianku padanya. Wajahnya luar biasa sumringah. Memangnya siapa yang dilamar, siapa yang bahagia.
"Finally he made a step forward!!" Serunya.
Mas Dinan maksudnya? Aku merasa terasing dalam omongan Mbak Vel.
"Bisa jelasin, mbak," pintaku.
"Dinan udah cerita soal lo sejak Kimkim trial. Lama-lama kok dia nanyain lo mulu kalo ketemu ato nelpon gue. Sandra ini, Sandra itu. Weird! Akhirnya gue ngeluh soal Mas Dinan ke abang gue, terus gue tau kalo dia nyeritain semua tentang lo ke abang gue. Jadi kita menyimpulkan dia suka sama lo," cerita Mbak Velia senang.
"Oh oke." Aku mengangguk ragu. Bukan itu yang ingin aku dengar tapi mengetahui jika Mas Dinan mencari tahu seputar diriku ke Mbak Velia, bolehkah aku berbangga diri?
"Soal gue yang punya hubungan sama wali murid gimana?" Kembali ke topik utama.
"What's the problem?"
"Yakin sekolah mengizinkan?"
"Sekolah nggak pernah ada case guru dan wali murid punya hubungan personal begini. Tapi kenapa nggak minta Mas Dinan bahas masalah ini ke owner aja?"
"Nggak berlebihan pake Mas Dinan yang bahas ini ke owner?" Aku tidak habis pikir Mbak Velia menyuruhku menyodorkan Mas Dinan yang lembut ke Bu Tiara si owner judes yang perfectionist. Kasihan.
"Loh kenapa berlebihan? Dia kan keponakan Bu Tiara," kata Mbak Velia.
Keponakan owner. Gusti, aku bakal nikah ama cowok yang sebanyak apa misterinya, jerit bathinku.
Dan seberapa kaya keluarganya, lanjut iblis di hatiku.
# # #
25/04/2020
Miss Bekcu: San nih ga sadar banget ya kalo pembaca di mari demennya ama tokoh utama cewek yang pantang matre. kamu tuh harus berubah, Saaaaaan...
Sandra: Padahal yang baca juga mata duitan heleeeh *rolling eyes
Pembaca: *Jleb
KAMU SEDANG MEMBACA
You TOLD Me So
ChickLit''Miss, kenapa aku merasa jelek pagi ini?'' What?? Pertanyaan apa tuh?? Kenapa anak TK udah nanya yang susah gini? Miss aja nggak tau kenapa Miss belum punya pacar ampe sekarang, bathinku. ### Kedatangan murid baru bukan jadi hal yang seru. Kalau ta...