26

37.3K 5K 120
                                    

"Cincinnya bagus," pujiku dengan suara bergetar.

Aku yakin pipiku sudah bersemu karena panas wajah yang kurasakan. Mas Dinan malah berkali lipat ketampanannya setelah ucapanku barusan. Pasti dia senang dengan ucapanku sebelum aku melanjutkan, "Tapi ini bukan cincin termahal kan?".

Mataku memicing curiga melihat mas Dinan serta-merta bergerak tidak nyaman di tempatnya. Demi apa seorang pria dewasa berbohong mengenai harga sebuah perhiasan. Ggrrtt!

"Eng, itu San." Mas Dinan menggaruk tengkuknya. Ini kebiasaan laki-laki di novel yang sering kubaca tapi seksi sekali kalau melihat Mas Di langsung yang mempraktikannya. Bikin tangan mau bertengger di tengkuk itu juga. Deuh kenapa pikiran mesum nongol saat serius begini sih.

"Apa?" Wajahku sengaja menampakan raut tidak suka dan curiga.

Ada sedikit perasaan khawati saat bersikap emosional begini. Semacam khawatir gagal menikahi Mas Di. Tapi aku merasa perlu mendapat kebenaran atau mendengar pembenaran tindakannya ini agar aku bisa menilai laki-laki ini bagaimana dan seberapa pantas dia menjadi suamiku. Walau kenyataannya adalah seberapa pantas aku menjadi istrinya.

"Karena hanya segitu kapasitas saya mampu membeli cincin," jawabnya dengan mata menatapku teduh dan senyum simpul di akhir.

Aku mendadak merasa menjadi tokoh antagonis. Sejahat itu membuat seorang laki-laki harus menjatuhkan harga diri dan menekan ego untuk mengakui kelemahannya di depan perempuan.

Aku menggigit bibir bawahku. "Begitu?" Entah dari mana kata paling tidak efisien itu muncul dan terlontar begitu saja dari mulutku. Aku meringis menyadari kesalahanku.

Mas Di tersenyum masam namun tetap menimpali dengan anggukan kecil. Aku makin merasa bersalah. Tangan kananku menyentuh punggung tangan kirinya, mengelus lembut. Tidak tahu dengan maksud apa. Kesadaranku makin tergerus setelah mendapat cincin itu.

Mas Dinan mengangkat kedua alisnya sedikit lalu kembali normal. Kebiasaan baru yang belum aku mengerti apa maknanya.

"Terima kasih," ucapku tulus. Dan penuh kesadaran. Satu saja yang masih belum bisa aku hentikan dengan otak yang sudah mengumpulkan kesadarannya, yaitu tangan kananku yang masih betah mengelus punggung tangan mas Dinan.

Mas Dinan tidak merespon. Dia diam dan masih memandangku dengan mata gelapnya. Jakunnya naik turun, kepalaku sedikit pusing dengan kesalahan fokus yang ditangkap mataku.

"Terima kasih," kataku lebih lembut. "Untuk cincinnya, untuk kejujurannya, dan untuk lamarannya."

Mas Dinan melirik tanganku yang belum berhenti mengelus punggung tangannya. San, berhenti mengelus, teriak bathinku. Sayangnya, punggung tangan mas Dinan seperti mempunyai kandungan narkotika, membuat kecanduan.

"Saya pikir kamu marah," katanya.

Dulu aku tidak menyukai laki-laki yang bersuara berat dan serak. Kini suara mas Dinan yang berat dan basah adalah yang paling nikmat di telingaku. Mungkinkah suka mempengaruhi selera? Aku jadi ingin lagi dan lagi mendengar suaranya.

"Nggak kok. Cuma mau mas jujur aja sama saya."

Sofa ruang tv ini rasa-rasanya mengeluarkan atmosfer yang aneh, dadaku berat bernapas normal, tubuhku mendadak panas, dan jantungku berdetak di luar batas normal. Entah atmosfer sofa yang absurd atau karena dua bola mata mas Dinan yang mengunci mataku. Aku makin kehilangan kesadaran.

Tanganku yang mengelus punggung tangannya berhenti karena ditangkup oleh tangan kirinya. Mas Dinan semakin memajukan wajahnya ke arahku.

Oh no..

Semakin maju. Aku semakin jelas melihat fokus mata mas Dinan terbelah antara mataku dan bibirku.

Please don't..

Mataku mengikuti pergerakan indera penglihatannya. Membagi fokusku pada mata kelamnya dan bibirnya. Bibir merah yang membuatku mendambanya.

Then yes...

Aku memejamkan mata. Embusan napas menerpa bibirku. Ini akan menjadi pengalaman pertama kami. Aku mendongakan kepala. Embusan napas kedua terasa lebih berat. Oh my, jantungku serasa mau copot. Embusan ketiga dan...

EH?

Aku membuka mata. Mana ciuman kami? Wajah Mas Dinan terpaut sesenti dariku, but why??????????

"Kamu lapar, San?" pertanyaan mutakhir yang dicetuskan Mas Dinan. Aku berpaling dan tertawa kecil. Dia mempermainkanku. Tidak mungkin dia tidak mengerti situasi kami tadi. Harga diriku runtuh berkeping-keping.

"Kita harus makan," desisku tanpa tenaga.

"Kamu mau yang lain?"

"Nggak ada," aku mendelik sambil pasang senyum palsu, "aku lapar. Saking laparnya aku mau makan orang."

Bukannya menjauh karena ucapanku, Mas Dinan malah mendekatkan wajahnya. "Insting saya juga mau makan orang."

"Insting?" tanyaku polos.

Mata mas Dinan reflek terbuka dan menjauhi wajahku. Dia mengerjap berkali-kali. Pandangannya menelisik. Aku tidak tahu apa yang salah dengan perkataanku barusan. Apa kebodohanku sebagai guru anaknya terbongkar? Aku tidak sebodoh itu kan menanggapi omongannya?

"Ke-kenapa?" Tanyaku berhati-hati. Gugup tepatnya.

Mas Dinan mengangkat kedua alisnya dan menarik satu sudut bibirnya. Menatapku dengan ekspresi emm jahil sepertinya.

"Maaf sebelumnya," tuturnya sopan. "Tadi itu pengalaman pertama kamu berciuman?"

Aku tertawa salah tingkah. Ini bukan pertanyaan jebakan kan?

Mas Dinan mengangkat satu alisnya. Dia tidak terpengaruh dengan tawa sumbangku. Aku jadi makin salah tingkah. Saking gugupnya, aku sampai menggaruk kepalaku tanpa tahu malu.

"Ketara banget ya?" Tanyaku lirih.

Yang kutanya malah hanya menggeleng dan tersenyum lebar menampakan deretan giginya. Aku yang tidak paham arti gerakannya hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah maluku.

Tiba-tiba mas Dinan menumpukan dagunya ke atas bahu kananku. Membisikkan telingaku kalimat "Mau tahu insting yang saya maksud?" dengan nada seduktif.

###

13/03/2020

🐷 LANJOOT THOR

Maaf, aku biasa dipanggil Miss Bekcu di sini ☺🙏

🐷 KAK, APDET TIGA KALI SEHARI

Maaf, aku harus ngerjain urusan yang lain ☺🙏

🐷 MISS, CEPETAN NIKAHIN SANDRA DAN DINAN

Maaf, saya penulis. Bukan penghulu 😊🙏

🐷 MAU KIMKIM YANG BANYAK!!

Maaf, Kimkim punya cerita sendiri di Note of Kim dan sedang dalam proses pengeditan 😊🙏

🐷 MISS BEKCU CHANTIQUE!!

Emang 😜 baru sadar?! Kemana aja???

🐷 MISS, KOK EMOT KOMENTATOR PAKE BABI?

😇 Babi kan lucu

See ya on the next part~

You TOLD Me SoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang