47

38.4K 4.9K 70
                                    

Setelah menghabiskan sejam mengobrol dengan Mbak Velia, aku berniat mengunjungi teman kerjaku yang lain. Mbak Velia mulanya mau ikut, sayang dia terpaksa cancel karena satu pesan. Tanpa bilang pun aku tahu dia menerima pesan dari si Daru.

Ojek online yang aku tumpangi berhenti tepat di depan Citywalk. Senangnya Jalan Kyai Haji Mas Mansyur lengang dari kendaraan bermotor, aktivitas berpanasan di bawah terik matahari pukul dua siang gagal membuatku dongkol. Seandainya Jakarta putus hubungan sama macet, tingkat stres kota ini pasti menurun.

Aku turun dari ojek dan mengucapkan terima kasih sesudah membayarkan sejumlah uang. Please nggak usah nanya berapa digit uang ngojek dari Bangka ke sini. No problemo asal bokongku bisa bernapas lega lepas dari jok motor. Pegel genks!

Aku melesat menuju unit apartemen Gendis. Kangen sangat dengan perempuan satu itu. Kabarnya Gendis batal menikah dengan laki-laki yang sudah dia kencani selama lima tahun. Alih-alih laki-laki itu malah menikahi perempuan lain yang berasal dari kampung sehalaman.

Apa yang dialami Gendis serupa dengan pengalamanku dulu. Ada baiknya aku memberikan support padanya.

Aku mengetuk pintu unit Gendis. Karena unit yang dia sewa berada di ujung koridor, aku bisa melihat pemandangan dari jendela koridor sembari menunggu pintu dibuka. Gendis payah tidak memasang bel, kan buku-buku tanganku jadi merah mengetuk pintu berkali-kali.

Cklek!

Pintu terbuka. Aku menganga seketika. Arsee? Aku mengecek nomor unit yang berada persis di sebelah atas pintu. Benar ini nomor unit Gendis, kenapa bocah gendeng ini yang membukakan pintu?

"Mau masuk apa minta sumbangan kak?" Ledek Arsee.

Tanpa ampun aku cubit bibirnya. Membuatnya mengaduh dan menyingkir dari depan pintu. Aku meringsek masuk. Gendis dan Elfin sedang duduk di sofa depan tv.

"Kenapa ada bocah itu di sini?" Aku menunjuk Arsee dengan ibu jari yang mengarah ke belakang pundakku.

Gendis terkekeh. "Jadi murid Elfin tuh anak."

"Murid?" Aku berbaur duduk di sofa.

Elfin geleng-geleng kepala. Wajahnya mendramatisir ucapannya. "Gue ditempelin mulu ama bocah lo, San. Nggak ada kesempatan gue jalan ama cowok. Setannya wujud nyata gitu."

"Yeee siapa yang setan. Aku itu lagi diajarin flirting ama Kak Elfin," adu Arsee. Dia kebagian duduk di atas lantai. Sofa Gendis hanya satu dan sudah tidak bisa menampung tubuh lain.

"Flirting? Ngebet banget pengen punya cowok?" Godaku. Ya, aku tahu Arsee tidak punya record berpacaran. Ck, mungkin dia tertekan dengan fakta teman seumurannya seperti Yossa dan Winta sibuk bersama kekasih.

"Kakaak mah bukannya kasih wejangan ke aku biar punya cowok sekeren papanya Kimkim."

Lihat, bagaimana bisa aku marah kalau sikap Arsee masih seperti bocah. "Nggak ada wejangan. Anak kecil belajar aja ama Suhu Elfin."

Arsee mencibir. Gendis dan Elfin tersenyum usil ke arahnya.

"Abis dari mana ato mau ke mana lo?" Tanya Elfin.

"Tadi abis nongkrong di kafe ama Mbak Vel terus ke sini." Mataku tidak teralihkan dari tv yang menayangkan kartun Upin&Ipin, ini mesti banget ya nonton beginian?

"Apa kabar tu principal seksi?"

"Makin lancar dia ama si Daru."

Elfin tertawa. Kami mengernyit bingung. Dia mengibaskan tangan kanannya sambil meredakan tawanya. "Udah tau gue kenapa Mbak Vel giat banget bikin Kimkim masuk sekolah kita. Si Daru tuh omnya Kimkim."

"Eeeeehhh??" Koor aku, Gendis, dan Arsee.

Masih ada lagi misteri Mas Dinan? Sini umbar semua mumpung jantungku masih bekerja.

###

28/04/2020

Kalian punya ga teman2 se-absurd teman2 Sandra.

You TOLD Me SoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang