Aku membaca ulang pesan terakhir yang dikirim Elfin setengah jam lalu, melihat sekeliling, dan memastikan obyek pencarianku berada di jarak pandang. Mencari orang bukan keahlianku di malam hari, apalagi dengan fakta Blok M selalu ramai pengunjung dan aroma makanan angkringan mengganggu fokus.
Satu tangan melambai-lambai ke arahku. Aku berjalan mendekat.
"Bukannya manggil," gerutuku setelah bergabung di meja angkringan. Aku susah menemukan perempuan berkulit eksotis satu ini di jajaran meja lesehan. Biasanya Elfin selalu tampil menonjol.
"Malas banget teriak-teriak. Suara gue jualan gue ya." Elfin mengibas rambutnya dengan tangan kanan. Pongah sekali perempuan jogja ini.
"Telpon kek," sindirku.
"Tambah males. Lo yang butuh, gue yang modal. Lo lah yang kudu modal," balasnya tak kalah nyolot.
"Gue kan membantu lo menjauhi dosa Jumat malam, sewajarnya lah take and give." Aku suka bermain lempar kata judes dengan Elfin. Kata Pak Revan, itu cara kami bertahan hidup di tengah kejamnya ibukota. Lebay. Cuma lucu-lucuan.
"Yang ngomong kayak solat aja kalo nggak diingetin emak. Gue mau ibadah nih." Elfin menyeruput teh hangatnya.
"Ibadah dari segitiga bermuda. Gue tau lo mau ke club. Mana Sherly?"
"Mabok dia."
"Hah? Serius? Baru jam setengah delapan nih?!" seruku kaget.
Elfin menoyor dahiku. "Bukan mabok itu. Dia mabok masuk angin."
"Ooh!" Aku mengangguk-angguk. "Terus kemana dia?"
"Toilet. Makan yuk. Gue lapar nih. Mestinya masih di rumah malah lo telpon paksa ketemuan. Untung itu vampir udah rapi di rumahnya. Gitu gue jemput tinggal beres-beres dikit di mobil. Tau kan lo setan di badan Sherly tuh gila kalo diganggu pas lagi dandan. Untung malaikat gue baik, bebas tuh kuping gue dari omelannya. Dia ngomel dikit sih tadi di mobil, tapi masih bisa ditoleransi."
Nah, lihat kan Elfin bak panci panas terbuka. Mengepul terus tanpa ditiup. Pengandaiannya sesuai dengan karakter Elfin.
"Gue mau bakso," kataku setelah menyisir semua tukang jualan di sekitaran.
"Pesenin teh anget buat Sherly sekalian ya," kata Elfin saat melihatku hendak berdiri.
"Oke." Aku berjalan ke tukang bakso. Memesan dua mangkuk bakso dan segelas teh hangat. Setelahnya aku memilih menunggu pesananku di meja yang sudah diduduki Elfin dan Sherly.
"Udah baikan Sher?" tanyaku. Wajah Sherly masih cerah, mungkin efek makeup tebal.
"Lumayan. Ada permen nggak San?"
Aku menyodorkan permen dari kantong kecil di tasku. Sherly langsung menyambarnya, lalu mengulumnya seperti bocah yang tidak pernah menikmati manisan.
"Asem ya mulut lo?" tanya Elfin.
"Namanya muntah mah asem. Gue nggak nyaman aroma mulut gue. Nggak kece dong bau mulut, ntar nggak ada yang mau nempel." Sherly nyengir kuda.
"Jijik," dengus Elfin. Sementara aku tertawa sambil satu tanganku meraup wajah Sherly. Membuatnya ngomel makeup-nya hancur.
"Mau ngapain sih lo ajak ke sini?" tanya Sherly.
Belum sempat jawab, abang bakso datang dengan pesananku. Aku mengarahkan teh hangat ke Sherly. "Baksonya buat lo apa Sherly?" tanyaku pada Elfin.
"Lo mau bakso Sher?" tanya Elfin.
"Nggak, gue malas makan. Tadi sore udah makan."
"Fine, jatah gue berarti." Elfin mengambil satu mangkuk bakso. "Cerita lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
You TOLD Me So
ChickLit''Miss, kenapa aku merasa jelek pagi ini?'' What?? Pertanyaan apa tuh?? Kenapa anak TK udah nanya yang susah gini? Miss aja nggak tau kenapa Miss belum punya pacar ampe sekarang, bathinku. ### Kedatangan murid baru bukan jadi hal yang seru. Kalau ta...