Aku tertawa terbahak. Responsnya sangat menghibur. "Udah ah jangan salting gitu. Credit card aja," kataku sambil menadangkan tangan.
Pipiku dicubit tanpa ampun oleh mas Dinan. Parahnya dia tidak berhenti sampai di situ. Dia menggerakkannya ke kanan ke kiri. Aku berusaha menepis tangannya, malah dia semakin ganas menarik pipiku.
"Kamu beneran niat bikin saya bangkrut ya. Kalo begini, gimana saya bisa nabung beli rumah buat kita nanti."
Rumah?
Aku menepis tangan mas Dinan yang ada di wajahku. "Mas udah kepikiran sejauh itu? Udah kepikiran beli rumah?" tanyaku antusias.
"Kamu mau tinggal di apartemen selamanya?"
"Nggak sih."
"Terus mau tinggal dimana?"
Aku mengetuk-ngetukkan telunjuk di dagu. Berpura-pura sedang berpikir. "Ya tinggal di rumah. Tapi kalo sama mas Dinan, tinggal di president suite hotel bintang lima juga saya ikhlaskan."
Mas Dinan bercebik. "Mau bayar pakai apa?"
"Kan mas anaknya Ahmad Syaidan yang pengusaha properti itu."
Aku menutup mulut dengan telapak tangan, sadar sudah melewati batas saat rahang mas Dinan mengeras dan matanya menyorot tajam.
"Mas, eng itu maaf." Aku sebenarnya jarang keceplosan kecuali pada orang-orang yang sudah aku anggap akrab. Tampaknya, aku sudah memasukan Mas Dinan dalam daftar orang dekat dan secara naluriah mulutku mengeluarkan semua pikiran tanpa double filter.
"Kamu banyak tahu saya ya San."
Mas Dinan masih menatapku dengan wajah kesal. Aku makin merasa bersalah.
"Maaf mas."
Mas Dinan tersenyum masam. "Apa kamu melihat saya karena siapa orang tua saya?"
"Nggak, nggak gitu mas."
"Sayangnya kamu salah kalo berpikir saya sehebat itu. Saya hanya karyawan biasa, tidak punya perusahaan atau apa pun itu," potong mas Dinan cepat. Napasnya memburu seperti menahan kemarahan. Pasti dia marah kepadaku.
"Mas, tolong."
"San, kita bicarakan nanti. Saya harus pergi." Mas Dinan menepis tanganku yang menahan lengannya. Dia pergi meninggalkan aku sendirian di koridor rumah sakit.
Bodoh. Aku baru saja mengatakan hal yang belum waktunya diungkap. Bakat bicaraku membawa hubungan seumur toge ini dalam situasi panas. Aku memilih masuk ke kamar rawat Kimkim. Si balita gembul sedang tertidur. Mbak Murni pamit ke kantin begitu melihatku masuk. Aku hanya mengangguk.
Kepalaku mendadak pening. Banyak konten masa lalu mas Dinan yang masih awam aku pahami mana yang boleh diungkap, mana yang belum boleh dibahas, mana yang terlarang sama sekali diucap. Dia terlalu tertutup dan aku terlalu terbuka, bahkan dengan mudah aku menjadikan lelucon kehidupan pribadinya yang sensitif.
Aku mesti berhasil mendapatkan kartu hatinya agar leluasa menguak kisah hidupnya. Yang mana berkaitan dengan baby kesayanganku yang tengah tertidur pulas ini. Ya, demi keluarga kecil yang kami rencanakan ke depannya. Aku tidak boleh menyerah karena satu kesalahan.
###
19/03/2020
Kan masalah kan...
Makanya jangan matre banget 😪 contoh dong pembaca2 di sini. Pada rajin nabung. Ye, kan?
😜
Inget ya, tabungan kamu boleh kok ditransfer ke Miss Bek gyahahaha...
KAMU SEDANG MEMBACA
You TOLD Me So
ChickLit''Miss, kenapa aku merasa jelek pagi ini?'' What?? Pertanyaan apa tuh?? Kenapa anak TK udah nanya yang susah gini? Miss aja nggak tau kenapa Miss belum punya pacar ampe sekarang, bathinku. ### Kedatangan murid baru bukan jadi hal yang seru. Kalau ta...