Sejak awal hiatusku yang gagal akibat seharian menjaga Kimkim, aku jadi lebih mengetahui keluarga Kimkim. Mas Dinan bekerja sebagai konsultan. Aku tidak menanyakan lebih lanjut konsultan apa, ingat saya guru dan setiap guru memegang tiga aturan. Satu, guru selalu tahu. Dua, guru selalu paham. Tiga, jika guru tidak tahu dan tidak paham maka kembali ke aturan satu dan dua. Sederhananya, aku menghindari konfrontasi perihal yang tidak kumengerti sehingga aku manggut-manggut sok tahu saat Mas Dinan bilang profesinya konsultan.
Mereka berdua (baca; Mas Dinan dan Kimkim) hanya tinggal berdua. Tiap siang sampai sore ada pembantu yang datang. Well, kehidupan sederhana tampaknya. Sejauh ini belum ada melodrama atau kisah tragis. Tapi ssstt... aku memasang telinga dan mata memantau keluarga ini. Jujur aku teringat perkataan Elfin soal pernikahan Mas Dinan dan Selviana yang tidak terekspos media sementara pernikahan Selviana dan seseorang itu diberitakan media. Aku tidak usil dan kurang kerjaan sampai repot mengurusi privasi Kimkim, hanya sedikit kebenaran di balik gosip yang mengawang tidak akan menyebabkan puting beliung. Ya, kan? Aku rasa, ya. Jika tidak, maka acara gosip tidak akan marak di tayangan nasional. Lagipula aku tidak sedang mengundang tunangan CEO super cetar datang melabrakku karena berdekatan Kimkim. Aku di sini mendadak jadi nanny dengan tawaran upah tiga perempat gaji bulananku selama tiga minggu. Sekarang sudah empat hari aku bekerja di sini, kecuali Sabtu dan Minggu. THANK GOD, hari libur bebas rengekan Kimkim.
Kembali soal Mas Dinan. Aku jarang berinteraksi dengannya. Saat aku datang, dia langsung berangkat kerja. Jika pulang, kalimat usiran halus menyambutku. "Terima kasih bantuannya, San". Sudah begitu saja. Aku terpaksa menyeret kaki keluar unitnya bersama Mbak Murni. Sukar sekali mengulik kehidupan pria itu. Namun penampilan paginya dengan jas dan slim fit pants ditambah penampilan sorenya dengan rambut berantakan, lengan kemeja dilipat sesiku, dan gayanya memegang jas SELALU membuatku nerimo kegagalan investigasi.
"Miss, makan."
Aku menghentikan aktivitas selancar akun belanja online di Instagram. Belakangan bahasa Indonesia Kimkim semakin baik. Kurasa aku punya bakat mengajar Bahasa Indonesia. Lain kali aku akan bertanya lowongan mengajar bahasa Indonesia untuk expat kepada Gendis yang nyambi kursus itu. "Kimkim mau makan?" tanyaku.
Kimkim mengangguk. Aku mengulurkan tangan menggandengnya ke ruang makan. Mbak Murni menyambut kami dengan senyum simpul. Pertama bertemu, aku langsung teringat ocehan Kimkim soal Mbak Murni suka main masak-masakan. Dan ya, perempuan ini senang berkutat di dapur membuat beragam olahan masakan dan kue. Browniesnya enak. Menurut Mbak Murni, "Mumpung Bapak nggak larang masak terus dapurnya komplit." Bapak yang dimaksud pasti sama dengan Pak Yadi, yaitu Mas Dinan.
"Mbak, Kimkim mau makan," kataku sembari mengangkat tubuh balita gemuk itu duduk di kursi makan.
"Saya siapkan, Miss," katanya.
"Saya aja, Mbak. Mbak bisa lanjut cuci piring."
Masakan yang tersaji di meja makan masih mengepulkan uap. Mbak Murni kembali melanjutkan kerjanya. Aku menyiapkan makanan Kimkim. Nasi, tumis buncis, ayam goreng, dan perkedel. Masakan di rumah ini tidak neko-neko. Kimkim menengadahkan tangan sambil mengucap doa makan. Satu lagi keajaiban yang kutemukan. Mas Dinan sudah membekali Kimkim ilmu agama walau masih sederhana.
"HAPPY EATING!" Kimkim dan lengkingannya adalah keajaiban lain di sini. Sungguh sesuatu. Anak ini sangat berbeda dengan di kelas.
Aku melirik Mbak Murni, lalu duduk merapatkan kursi pada Kimkim yang sedang menjejali mulutnya dengan sesendok munjung nasi. Catatan kecil, sendok dewasa bukan sendok khusus anak. Aku menelan ludah saat melihatnya makan. "Kim, Bunda sering main ke sini?"
Kimkim menatapku namun tangannya aktif membelah ayam. "No."
Lewat sudut mataku, Mbak Murni sudah meletakkan cucian bersih pada tempatnya lalu berjalan ke ruang cuci. "Terus Kimkim gimana ketemu Bunda?"
"Ya, ketemu Bunda." Kimkim menyuap satu munjung nasi lagi. Dia tidak menyisipkan lauk di sendoknya. Tangannya yang nanti akan mencomot lauk.
"Maksud Miss, ketemu sama Bunda dimana?"
"Di sekolah."
"Terus balik ke rumah Papa gimana?"
Kimkim mencomot buncis dengan tangan, diletakkan di sendok, lalu menyuapnya. Jangan mempertanyakan integritasku sebagai guru melihat cara makan muridku. Aku tidak membiasakan muridku makan teratur dengan table manner excellent atau mengunci percakapan selama makan. Tidak. Waktu makan bisa disisipi obrolan ringan dengan aturan berbicara sesudah makanan ditelan.
"Fetch Papa." Pasti maksudnya Mas Dinan menjemput Kimkim.
"Papa ngobrol sama Bunda dan Om?" Aku tahu tengah mengarahkan pisau ke leher sendiri dengan pertanyaan ini. Alih-alih berhenti aku malah ingin mengulik lebih.
"Nggak."
Gila! Keluarga ini hancur, jika itu kata yang masih cukup halus menggambarkan situasi mereka. Kimkim bayi tiga tahun, masih toilet training, tidak handal menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, danpunya orangtua tanpa pengetahuan membesarkan anak. Mas Dinan dan Selviana punya uang banyak. Ya, setidaknya mereka punya sesuatu yang pantas dibanggakan.
"Aku suka live with Papa tapi Bunda sad kalo aku go home." Kimkim bercerita lagi.
"Kimkim sad juga?"
"Sad," jawab Kimkim dengan fokus bertahan ke piring. Ingat Marsha di kartun Marsha and The Bear. Kimkim adalah Marsha versi manusia. Perbedaan besarnya Kimkim tidak punya tawa khas Marsha, ide usil Marsha, apalagi ekspresi Marsha. Dia bentuk menggemaskan yang 'tanggung'. Gemas tapi malas diremas.
Jawabannya barusan tidak terasa kuat saking dataaaaarr nada dan ekspresinya. "Papa bilang Papa sad kalo nggak sama aku."
"Kimkim bahagia bersama Papa?" tanyaku berhati-hati.
Kimkim menyuap nasi lagi. Kali ini dia berhasil menyisipkan lauk. Kepalanya mengangguk-angguk menjawab pertanyaanku. Kurasa cukup tanya jawabnya. Aku tidak perlu tergesa-gesa mencari tahu.
"Miss San mau live with aku?"
Aku mengerjapkan beberapa kali. Kimkim melihatku dengan mata gelapnya yang sanggup menenggelamkan. Pertanyaan itu terdengar salah, tapi yang bertanya bayi. Mungkin aku terlalu baper.
"May I?" tanyaku agak ragu.
"Tanya Papa boleh nggak Miss live with aku."
What the...
###
09/02/2020
Tanya papa kamu dulu boleh ga aku jadi mama kamu?
Oye oye 😋😋 aku mah mau banget...
KAMU SEDANG MEMBACA
You TOLD Me So
ChickLit''Miss, kenapa aku merasa jelek pagi ini?'' What?? Pertanyaan apa tuh?? Kenapa anak TK udah nanya yang susah gini? Miss aja nggak tau kenapa Miss belum punya pacar ampe sekarang, bathinku. ### Kedatangan murid baru bukan jadi hal yang seru. Kalau ta...