Devano langsung pulang ke rumah selepas bekerja. Pria itu berjalan melewati ruang makan yang sudah ada Ayah dan Ibunya sedang makan malam.
"Hello Mom, Dad." Devano mengecup pipi Ibunya sekilas.
"Hei son, apa kau sudah makan malam?" tanya Nyonya Grace Corald sambil mengusap lengan Devano. Yang ditanya mengangguk mengiyakan ucapan sang Ibu.
"Aku sudah makan malam di luar, Mom." ucapnya dengan datar.
"Suamiku lihatlah putramu ini, dia tidak pernah makan malam dengan kita, dan lebih memilih makan malam di luar." adunya pada sang suami, memang benar Devano ini jarang sekali makan malam bersama keluarganya, padahal ia berkali-kali meminta putranya itu untuk pulang lebih awal agar bisa makan malam bersama. Namun Devano tetap Devano, pria keras kepala. Tidak pernah ia mau makan di rumah, katanya dia tidak suka dengan masakan rumah, dasar aneh. Kalau pagi pun ia selalu melewatkan sarapan di rumah, mungkin ia hanya akan makan roti dengan selai coklat, selebihnya Devano akan makan di kantor.
"Ibu mu benar Dev, seharusnya kau bisa menyempatkan waktu untuk makan malam bersama kita. Dad bisa memesan makanan cepat saji jika kau tidak suka masakan rumah." Devano hanya menghela nafas mendengar segala nasehat yang Ayahnya berikan, jika begini ia akan terus mendapat ceramah. Maka dari itu Devano meminta izin untuk kembali ke kamarnya.
"Baiklah, akan ku usahakan. Aku ingin istirahat dulu, selamat malam."
"Selalu saja seperti itu." ucap wanita awet muda itu sambil menatap punggung Devano yang semakin menjauh.
"Dia memang keras kepala, persis seperti dirimu, sayang." ucap Rans Corald, sang kepala keluarga kini memberikan tanggapan.
"Dia juga dingin persis seperti dirimu, suamiku." balas Nyonya Grace tak mau kalah. Sang suami terkekeh pelan.
"Ya, Devano memang putra kita. Kamu tidak lupa kan kita yang membuatnya bersama-sama? Jadi jangan heran jika sifat kita menurun padanya." Mr Rans kembali melanjutkan makan malamnya, mengabaikan tatapan tajam istrinya.
"Terserah kamu, yang terpenting aku tidak ingin dia sepertimu. Pria tercuek yang pernah ada di muka bumi ini." ujar Nyonya Grace.
"Ku kira kata-katamu sedikit kasar sayang, aku tidak secuek itu asal kamu tau." Mr Rans berjalan menuju istrinya yang masih setia duduk di kursinya.
"Bukankah aku pria ter-romantis yang pernah ada, hmm?" bisiknya dengan nada yang mampu membuat wanita beranak satu itu merinding. Tangannya tidak tinggal diam pria yang tidak lagi muda itu dengan berani mengusap-usap payudara istrinya yang berbalut piyama berbahan satin. Miss Grace melenguh pelan saat sang suami ingin menyentuh daerah sensitifnya, namun sebuah suara berhasil membuat keduanya saling menjauhkan diri.
"MOM DAD JANGAN MEMBUAT ANAK DI RUANG MAKAN! AKU TIDAK INGIN PUNYA ADIK DIUSIA KU YANG SEKARANG!" itu suara teriakan Devano dari atas tangga yang menatap ke arah mereka dengan wajah tengilnya.
"Dasar anak durhaka." gumam Mr Rans pelan.
"Sepertinya kita harus melanjutkan di kamar, sayang. Aku sudah tidak bisa menahannya." sang istri hanya mengangguk mengikuti langkah suaminya yang berjalan lebih dulu.
Setelah kedua orang tuanya masuk ke dalam kamar, Devano tertawa sebentar.
"Astaga, bisa-bisanya mereka melakukan itu di ruang makan." Devano menggelengkan kepala melihat kelakuan orangtuanya, dia tidak habis pikir. Padahal usia mereka berdua tidak lagi muda, namun perilakunya seperti abg yang sedang kasmaran saja.
Kemudian ia menuju lemari pendingin untuk mengambil minuman bersoda. Niat awal ingin mengambil minuman karena haus, malah terhenti karena dia melihat adegan yang—ah tidak usah dijelaskan lagi, Devano sampai ingin mual melihat Ayahnya dengan pandai merayu Ibunya. Mentang-mentang dia jomblo, mereka seenaknya bermesraan di depannya. Awas saja jika dia sudah punya istri, Devano berniat menunjukkan kemesraan di depan orangtuanya sebagai balasan. Tapi apa Devano bisa? memikirkannya saja sudah membuatnya geli, apa lagi melakukannya.
***
Plak
"Dasar pemalas! Kenapa kau tidak menyiapkan makan malam, huh!!" Arina memegang pipinya yang mungkin sekarang memerah karena tamparan ibu tirinya. Bukannya Arina tidak mau menyiapkan makan malam, namun tubuhnya sedikit lemas hari ini, kepalanya juga pusing.
"Kepalaku pusing Bu, aku tidak kuat lagi." rintihnya kesakitan matanya memanas ingin mengeluarkan air mata yang mendesak keluar tapi ia tahan.
"Jangan mencari alasan, sekarang cepat buatkan makan malam. Aku dan Yunan sangat lapar!" Arina hanya mengangguk dan berjalan pelan menuju dapur, saat di dapur ia melihat Yunan yang duduk di meja makan menatapnya heran.
"Pipimu kenapa, Kak?" tanyanya heran. Arina segera menutupinya dengan tangan dan menggeleng sambil tersenyum.
"Ah, ini mungkin aku tidur terlalu lama tadi jadi membekas." ucapnya ragu.
"Jangan membohongiku Kak, aku tau pasti itu ulah Ibu, kan?" Arina hanya diam tidak menjawab. Yunan adalah adik tirinya namun sikapnya sangat berbanding terbalik dengan Ibunya. Arina bersyukur setidaknya ada yang peduli padanya di rumah ini.
"Aku akan bicara pada Ibu." Arina segera menahan pergelangan tangan Yunan, ia menggeleng keras.
"Jangan kumohon." Yunan menghela nafas sambil memandang Kakaknya yang memelas itu.
"Baiklah, maafkan kelakuan Ibu ya Kak." Arina mengangguk kemudian ia tersenyum.
"Kau tunggu sebentar ya, Kakak akan memasak untuk makan malam." Yunan hanya mengacungkan jempolnya lalu kembali duduk di meja makan sambil bermain ponselnya. Arina segera memasak untuk makan malam agar ia bisa segera beristirahat.
________________
TBC
Yang nunggu Arina sama Devano ketemu, sabar ya masih dalam proses wkwk
Nih aku kenalin cast selanjutnya, pasti gak asing lagi dong!
Mr. Rans corald and Mrs. Grace Corald
Yunan Handono
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...