Setibanya di kamar, Devano menurunkan Arina dari gendongannya. Wanita itu masih menangis sesegukan membuatnya bingung harus bagaimana.
"Kau ini kenapa menangis? Ada yang sakit? Tunjukkan padaku, nanti biar aku obati," ucapnya lembut sambil mengusap air mata Arina.
"Sudah ya, jangan menangis." bukannya menjawab, Arina malah memeluk tubuhnya erat dan kembali menangis. Devano pun menyerah, ia membiarkan istrinya berbuat sesuka hatinya. Pria itu menepuk punggung Arina dengan tujuan agar tangisnya mereda.
Beberapa saat kemudian, Arina sudah berhenti menangis. Devano sedikit menjauhkan tubuhnya supaya bisa melihat wajah sang istri yang terlihat menyedihkan, matanya sembab dan hidungnya memerah.
"Katanya ingin pergi jalan-jalan, tapi malah menangis. Tidak jadi pergi nih?" Arina mengerucutkan bibirnya.
"Aku cuci muka dulu, kita jadi pergi pokoknya." Devano hanya geleng-geleng melihat tingkah istrinya. Dia memutuskan untuk mengganti pakaian sambil menunggu Arina.
Keadaan Arina sudah lebih baik, untungnya dia bisa menutupi wajah sembabnya dengan bantuan make up tipis. Mereka berempat sudah siap untuk jalan-jalan hari ini.
Devano bertugas mengemudi mobil kali ini. Tapi ia sedikit bingung dengan tingkah ke tiga orang yang berada di dalam mobil, entah ini hanya perasaannya saja atau memang mereka lebih banyak diam. Keadaan pun hanya di iringi suara musik dari radio. Jony dan Jenny sibuk bermain ponsel sedangkan Arina yang terus menatap jendela.
Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah danau Beratan. Devano menyewa boat yang ada di sana untuk mengelilingi danau itu. Arina dan Jenny tampak senang, bahkan mereka tak berhenti kagum akan keindahan alamnya. Yang menarik di tempat ini adalah kita bisa melihat Pura Ulun Danu yang begitu indah, seperti namanya pura itu terletak di tepi danau Beratan.
Mereka mengambil beberapa foto menggunakan kamera milik Devano. Pria itu membidik beberapa kali ke arah sang istri maupun Jenny dan Jony.
Setelah puas naik boat tenaga mereka sedikit terkuras, akhirnya Jony memutuskan untuk mencari makan saja, melihat istrinya yang juga kelelahan. Ia menyetir mobil untuk mencari makan.
Setelah lama berkeliling, Jony pun memilih resto yang terletak di depan pantai. Entah kenapa di Bali rasanya tidak lengkap kalau tidak makan sambil menatap pantai yang begitu indah.
Puas memanjakan lidah dengan makanan-makanan yang lezat, kini mereka duduk di sebuah gazebo yang terletak di tepi pantai. Dari sini Arina bisa melihat dengan jelas jernihnya air laut.
Devano melepas kaosnya karena tubuhnya berkeringat ditambah suhu yang sedikit panas membuatnya semakin gerah, begitu pula dengan Jony yang ikut melepas kaosnya. Saat Jony dan Jenny sibuk melihat foto-foto mereka tadi. Devano bergerak mendekati Arina, ia melingkarkan tangannya di pinggang sang istri membuat wanita itu sedikit terkejut.
Ia mengusap bahu mulus Arina yang terpampang. Ya, Arina memakai pakaian terbuka kali ini dan Devano dengan terpaksa mengiyakan karena melihat mood Arina yang sedang tidak bagus tadi, akhirnya ia mengalah agar tidak terjadi perdebatan lebih panjang.
"Aku hanya mengizinkanmu memakainya kali ini, jangan harap aku mengizinkanmu lagi lain kali, Arina." bisiknya tepat di telinga sang istri. Ia mendorong pelan bahu Arina hingga tubuhnya menabrak kayu penyangga. Wanita itu menahan dada telanjang Devano agar tidak terlalu dekat karena ia sadar masih ada pasangan lain di sini. Namun pria itu tetap mendekatkan wajahnya sampai beberapa senti lagi mungkin bibir keduanya bertemu jika saja Jony tidak mengganggunya dengan bunyi kamera yang mengarah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...