44. Berpisah?

2K 242 172
                                    

Sebulan berlalu, setelah kejutan Arina di restoran, hubungan mereka membaik. Devano sudah berperilaku seperti biasanya, dan tidak ada lagi rasa canggung diantara mereka. Hubungan keduanya bisa di bilang harmonis lagi seperti sebelum-sebelumnya. Namun ada satu yang tidak berubah, hampir setiap hari Devano pulang larut malam. Arina tahu jika sebenarnya suaminya itu selalu keluar kantor pukul sepuluh, jadi ke mana perginya jika Devano tidak langsung pulang ke rumah.

Pernah saat itu Arina diam-diam mengikuti Devano setelah pulang dari kantor. Akan tetapi pria itu hanya mampir ke sebuah restoran, jadi Arina kembali pulang dan segera menghilangkan semua prasangka buruknya. Benar saja, saat pulang Devano membawakan dirinya banyak makanan. Kejadian itu sekitar satu minggu yang lalu.

Semakin lama Devano semakin sering pulang larut, bahkan ia sampai tertidur tanpa tahu kepulangannya. Arina mencoba untuk percaya meskipun di hati kecilnya ia menaruh rasa curiga pada sang suami. Jika kalian bertanya kenapa ia tidak bertanya langsung pada Devano, jawabannya adalah karena Arina tidak ingin hubungan yang baru saja berbaikan ini kembali retak karena sikapnya. Arina yakin suatu saat nanti Devano sendirilah yang akan bercerita padanya, dia hanya butuh kesabaran saja.

"Sayang, kamu melamun?" Devano datang sambil melingkarkan lengannya di perut Arina dari belakang. Wanita yang berdiri di balkon itu sedikit tersentak akan kehadiran sang suami.

"Sudah selesai mandi?" Devano mengangguk sekilas lalu mengecup pipinya singkat.

"Kamu belum menjawab pertanyaan ku, kenapa melamun hmm?" Arina lantas menggeleng pelan, ia menggerakkan tangan Devano untuk mengusap-usap perutnya yang datar.

"Aku sedang membayangkan kehadirannya."

"Tunggu lima bulan lagi sampai kandungan mu benar-benar kuat, sayang." Devano memang sudah tahu perihal Arina yang ternyata melakukan progam kehamilan tanpa sepengetahuannya. Tentu saja Devano marah pada awalnya, namun setelah mendengar penjelasan Arina ia pun memaklumi karena memang hubungan mereka renggang kala itu. Tetapi tidak untuk sekarang, pria itu akan setia mengantarkan Arina periksa ke rumah sakit. Dan ya, kata dokter Arina sudah bisa mengandung sekitar lima bulan lagi. Tidak masalah bagi mereka, bukankah jika dilalui bersama-sama maka waktu akan bergulir dengan cepat? Semoga saja.

Arina membalikkan tubuhnya menghadap Devano.

"Maaf kamu harus menunggu lama." Devano menggeleng tidak setuju.

"Tidak lama sayang, percayalah itu akan terasa singkat jika kita bersabar melaluinya," ucap Devano yang mendapat anggukan kecil dari sang istri.

"Terimakasih sudah mau menunggu, Mr Corald." Arina memeluk tubuh kekar suaminya dengan erat.

"Kita lalui bersama-sama, heum?" tukasnya membuat Arina mengangguk semangat.

Maafkan aku sayang, beri sedikit waktu lagi sampai aku mengatakan semuanya padamu.

*****

Sore hari itu Arina panik sekali, bagaimana tidak? Dengan tiba-tiba ibu mertuanya alias Nyonya Grace jatuh pingsan saat mereka tengah memasak untuk makan malam. Kebetulan Bi Mia sedang pulang kampung, jadi hanya ada mereka berdua di dalam rumah.

Arina langsung menghubungi ponsel Devano yang tak kunjung di angkat oleh suaminya, kemudian ia menelfon ayah mertuanya tetapi yang menjawab justru sekretarisnya dan berkata jika Mr Rans sedang rapat penting. Kepala Arina pening seketika, tidak ada cara lain ia langsung memesan taksi dan meminta bantuan supir untuk mengangkat tubuh Nyonya Grace.

Air mata Arina turun begitu saja, ia terlalu takut jika terjadi sesuatu pada wanita yang sudah ia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri. Karena setahunya Nyonya Grace tidak memiliki riwayat penyakit apapun.

Mr. CoraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang