Sore ini, tampak dua orang wanita sedang duduk berhadapan di sebuah kafe. Namun mereka berdua enggan membuka suara sejak lima belas menit lalu ketika keduanya bertemu. Entah apa yang mereka pikirkan seolah sedang menyelami pikiran masing-masing, enggan untuk bersuara. Hanya hembusan nafas yang sedari tadi mereka lakukan.
Arina mengamati jam tangan yang ia kenakan, sudah hampir dua puluh menit wanita paruh baya didepannya ini tak kunjung bersuara membuat Arina jengah. Akhirnya ia pun bersuara agar cepat pergi dari sini.
"Ekhem... sebenarnya apa yang ingin anda bicarakan? maaf sebelumnya karena saya tidak punya banyak waktu." Ucap Arina memecah keheningan diantara keduanya. Ia sengaja memakai bahasa formal karena jujur Arina bingung harus bersikap seperti apa.
Tampak jika wanita di depannya ini memandang Arina dengan tatapan yang entahlah tidak bisa definisikan. Arina juga tidak tau apa yang sedang dipikirkan oleh Bundanya. Ya, tadi siang Rana meminta untuk bertemu, katanya ada yang ingin dibicarakan. Sesungguhnya Arina sendiri tidak ingin bertemu mengingat pertemuan terakhir mereka yang tidak baik, namun Arina punya setitik rindu pada wanita itu yang sudah lama meninggalkan dirinya dan juga sang Ayah.
"Arina tolong maafkan bunda, bunda benar-benar minta maaf, nak." ujar Rana yang akhirnya mengeluarkan suara setelah lama diam.
"Minta maaf untuk apa?" tanya Arina dengan wajah datarnya.
"Arina, bunda tahu kamu pasti sangat membenci bunda. Tapi asal kamu tau nak, bunda sangat menyayangi mu." Rana mencoba menggenggam kedua tangan Arina di atas meja yang untungnya tidak ada penolakan sama sekali.
"Langsung pada intinya saja, apa yang sebenarnya ingin anda bicarakan? Apa hanya itu?" Jujur saja Arina tidak ingin berlama-lama di sini karena ia selalu teringat betapa menderita Ayahnya saat wanita ini meninggalkan mereka begitu saja.
"Tidak nak." Jawab Rana sambil menggelengkan kepalanya.
"Bunda juga ingin meminta maaf untuk kejadian malam itu, bunda benar-benar tidak tahu kalau Devano suamimu nak, memang Thesa sering menceritakan Devano pada bunda tapi demi Tuhan bunda tidak tahu jika Devano suamimu. Bunda juga tidak bermaksud menjodohkan Thesa dengan Devano jika tahu ia suamimu nak. Tolong maafkan bunda, bunda sangat senang kamu memiliki keluarga yang sangat menyayangi mu Arina." ujar Rana dengan mata yang berkaca-kaca. Sungguh ia sangat menyayangi putrinya ini.
Arina menatap ke arah lain agar air matanya tidak menetes. Jujur saja di lubuk hatinya yang paling dalam Arina sangat merindukan wanita yang ada didepannya ini, ingin sekali ia memeluknya.
"Baguslah, sebaiknya anda katakan pada putri anda agar tidak mengganggu suami saya lagi." Arina menarik nafas sebentar lalu kembali berkata. "Apa ada yang ingin anda bicarakan lagi?" Rana menunduk lemas, ternyata Arina benar-benar membencinya. Ia pun menggeleng.
"Tidak apa jika kamu belum bisa memaafkan bunda, aku bisa memakluminya." Jawab Rana sambil tersenyum tipis menahan air matanya.
"Boleh bunda memelukmu?" Arina menatap Rana sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan. Rana pun segera bangkit untuk memeluk Arina dengan air mata yang menetes, ia menangis tanpa suara. Gadis kecil yang dulu ia banggakan kini sudah beranjak menjadi wanita dewasa yang sangat cantik dan berhati mulia.
"Bunda sangat menyayangimu nak, maafkan bunda yang harus meninggalkanmu dulu." Arina pun ikut membalas pelukan ibunya sambil menangis dalam diam. Ia sangat rindu. Jika benar Rana sayang padanya lantas mengapa kehadirannya tidak bisa menjadi alasan untuk keutuhan keluarga mereka dulu.
Mungkin Arina lupa bahwa setiap manusia punya batasnya masing-masing dan kita tidak bisa memaksakan keadaan, disesali sekalipun tidak akan mengubah keadaan, yang bisa dilakukan hanya berdamai dan mencoba menerima. Ya, Arina akan mencoba menerima fakta bahwa dia dan Thesa adalah saudara tiri. Ia bingung, entah harus senang karena ternyata Tuhan masih memberikan kesempatan untuk bertemu ibu kandungnya, atau sedih karena sebuah fakta baru yang tak ia diharapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomansaDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...