"Kau sudah sehat, Arina?" tanya Mr Rans yang tengah menyantap sarapan paginya. Kata Bi Mia menantunya itu sedang tidak enak badan kemarin. Sementara itu Arina melirik Devano sekilas, pasti pria itu sudah mengatakan sesuatu pada ayah mertuanya.
"Ekhem Arina sudah baik-baik saja dad, kemarin dia hanya demam ringan." jawab Devano mewakili Arina yang tidak tau apa-apa. Wanita itu bingung dengan ucapan Devano yang jelas-jelas bohong. Namun ia memilih untuk diam saja.
"Aku akan berangkat, ada meeting penting pagi ini." setelah menghabiskan sarapan, Devano beranjak untuk pergi ke kantor.
"Aku antar ke depan." Arina segera mengikuti langkah sang suami.
"Dev, kenapa dad bertanya tentang kesehatan ku?" tanya Arina saat mereka sudah di depan mobil Devano. Pria itu berbalik menatap Arina.
"Kemarin Bi Mia bertanya kenapa kau tidak keluar dari kamar, ya aku jawab saja kalau kau tidak enak badan. Mungkin Bibi memberitahu dad, aku juga tidak tau itu."
"Tapi kenapa kau berbohong?" Devano menaikkan sebelah alisnya.
"Lalu kau ingin aku mengatakan jika kau kelelahan karena–" sebelum Devano melanjutkan ucapannya, Arina langsung memotongnya.
"Oh ok, aku tidak akan tanya lagi. Sudah sana cepat berangkat, jangan pulang larut malam dan jangan lupa untuk makan siang, kau kan pelupa jika sedang sibuk." ujar Arina panjang lebar, menimbulkan kurva tipis di bibir Devano.
"Kau ini ternyata cerewet ya." Devano mengusak rambut Arina. Tidak sengaja mereka mendapati dua orang yang sedang bermesraan di depan pintu. Lebih tepatnya Mr Rans dan Nyonya Grace. Sudah Devano bilang bukan jika ibunya itu tidak akan sanggup marah berlama-lama begitu juga dengan sebaliknya.
Mr Rans mengecup bibir Nyonya Grace mesra, tidak peduli jika ada Devano dan Arina yang melihatnya dari garasi. Pria itu juga mengecup kening Nyonya Grace lama sebelum masuk ke dalam mobil yang sudah ada di halaman depan. Nyonya Grace melambai sebentar lalu masuk rumah saat mobil suaminya pergi.
Devano kembali menatap Arina yang melihat kemesraan kedua orangtuanya dari awal. Matanya berbinar, menyiratkan harapan yang besar.
"Aku berangkat dulu." Arina lantas menghadap Devano dengan cepat lalu mengangguk pelan. Pria itu menarik dagu Arina dan mencium bibirnya lembut untuk beberapa detik kemudian melepasnya. Tidak lupa ia juga mengecup kedua pipi Arina yang memerah bak kepiting rebus.
"Kau tidak usah iri dengan mereka, kita bisa melakukan lebih dari itu." ucapnya kemudian masuk ke dalam mobil dan membunyikan klakson pada Arina. Wanita itu melambai kecil pada Devano yang perlahan menghilang dari pandangannya.
"Astaga Devano." benar-benar tidak bisa di tebak. Mungkin lain kali Arina harus lebih mempersiapkan mentalnya menghadapi sikap Devano yang manis ini.
****
"Dev, nanti malam kau ikut tidak ke pesta perayaan Pak Lim?" Justin bertanya dengan mulut yang sibuk menguyah makan siang. Kebetulan ia dan Devano tengah makan siang bersama saat ini, tentu saja di ruangan Devano.
"Memangnya itu penting?" Justin mengangguk lalu menelan makanannya.
"Setidaknya sebagai rasa timbal balik, Pak Lim banyak membantu perusahaan ini. Beliau juga datang di pernikahan mu kemarin, kan?" Devano membenarkan semua ucapan Justin dalam hati. Tapi ketahuilah jika Devano adalah laki-laki anti pesta atau apapun itu yang berbau alkohol, mabuk-mabukan. Itu sama sekali bukan kesenangan baginya.
"Di mana lokasinya?"
"Ballroom JW Marriott hotel." Devano akui selera Pak Lim tinggi juga ternyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...