"Arina!!"
Teriakan seorang wanita menggema di setiap sudut ruangan, ketara sekali dari wajahnya jika ia sedang kesal. Alisnya menyatu dengan muka yang sedikit merona, bukan karena tersipu melainkan karena emosi yang ia rasakan saat ini. Saat melihat gadis yang dipanggil datang, matanya mendelik tajam sambil melemparkan bajunya yang bertuliskan Celine di bagian depan semula berwarna putih, kini ada noda biru di beberapa bagian.
"Ada apa, Bu?" jawabnya lembut sambil mengambil baju yang Ibunya lemparkan.
"Ada apa kau bilang!? Lihat bajuku kenapa ada noda di situ hah!!" wanita itu menunjuk pada bajunya sambil sedikit mendorong bahu Arina pelan.
"M-maaf Bu, mungkin terkena lunturan saat aku mencucinya."
"Maaf-maaf, kau tau berapa harga baju ini? Ck, aku harus merelakan baju kesayanganku menjadi rusak seperti ini, lain kali bekerjalah dengan benar. Dasar pembawa sial!!" wanita itu pergi tepat setelah ia bicara. Sedangkan Arina meneteskan air matanya, sungguh ia tidak tahu jika bajunya akan terkena lunturan.
"Ayah, apa aku salah hiks, aku benar-benar tidak sengaja merusak pakaian Ibu hiks." Arina mengambil foto yang berada di atas meja. Mengusapnya perlahan, di dalam foto itu terdapat sang Ayah yang berdiri tegap sambil tersenyum, seakan-akan senyum itu ditujukan untuknya.
Arina lahir dari keluarga yang berada sebelum perusahaan Ayahnya bangkrut yang menyebabkan keluarga mereka jatuh miskin. Semenjak itu Ayah Arina sering sakit-sakitan.
Satu bulan yang lalu Aditya Handono, Ayah Arina meninggal setelah terkena penyakit jantung. Gadis lugu itu sangat terpukul hingga ia sempat mogok makan selama tiga hari, atas bujukan saudara-saudaranya akhirnya ia mau makan dan menghilangkan keterpurukannya, meskipun terkadang Arina masih mengingat segala kenangannya bersama sang Ayah tercinta yang kadang membuatnya sedih. Kini ia tinggal bersama Ibu dan Adik tirinya yang masih menginjak bangku SMA. Aditya menikah lagi sekitar satu tahun yang lalu setelah lima bulan bercerai dengan Ibu kandung Arina yang entah di mana keberadaannya sekarang.
Arina mengusap air matanya dan meletakkan kembali foto Ayahnya ketempat semula, namun saat berbalik Arina tidak sengaja menyenggol sebuah album foto keluarganya. Gadis itu mengernyit saat melihat sepucuk kertas yang menyembul diantara lipatan-lipatan foto. Tidak ingin mati penasaran, akhirnya ia mengambil kertas itu dan mendapati sebuah surat.
Hai Arina gadis Ayah, ini adalah surat yang sengaja Ayah tulis untukmu, semoga kamu bisa menemukan surat rahasia ini sayang. Ayah tau semua perlakuan buruk Sarah padamu di belakang Ayah. Maafkan Ayah karena tidak bisa melindungimu, sungguh aku tidak mengerti ternyata Sarah wanita berhati busuk. Kamu harus kuat sayang, Ayah selalu ada bersamamu.
Jika kamu ingin meninggalkan rumah ini, tolong kunjungi alamat yang sudah Ayah tulis di balik surat ini. Itu alamat rumah sahabat baik Ayah, dia akan membantumu. Sekali lagi Ayah minta maaf, sampai jumpa.
Arina tidak menyangka ternyata Ayahnya telah mengetahui semua perlakuan buruk Sarah padanya selama ini. Arina membalikkan surat itu dan menemukan sebuah alamat rumah.
"Apa aku harus ke sana?" monolognya.
"Apa yang sedang kau lakukan! cepat lanjutkan pekerjaan mu, masih banyak piring kotor yang belum dicuci." Arina tersentak kaget saat mendengar suara Sarah yang berteriak tidak jauh darinya, dengan segera gadis itu menyembunyikan suratnya di dalam saku celana yang ia pakai. Kemudian ia berjalan menuju dapur untuk melanjutkan mencuci piring.
"Dasar lemot!" ucap Sarah saat Arina berjalan melewatinya.
"Aku akan segera menyelesaikannya, Bu."
"Yasudah sana cepat! Buatkan bekal untuk Yunan juga." ucap Sarah sambil mendorong punggung Arina.
****
Seorang pria tengah melirik arah jam tangannya sambil mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, rapat akan di mulai dalam lima menit lagi. Sebagai seorang atasan dia harus tepat waktu bukan, namun karena tadi malam ia harus begadang demi menyelesaikan pekerjaan, Devano telat bangun dan akhirnya ia harus kebut-kebutan agar sampai tepat waktu di kantornya. Tetapi apa yang diharapkan tak sesuai dengan kenyataan yang dihadapinya, ia justru terjebak oleh kemacetan lalu lintas di tegah perjalanan.
Sesampainya di kantor Devano berjalan dengan cepat, sebenarnya bisa saja dia berlari, namun pria itu tampaknya tidak ingin merusak image yang selama ini dia bangun. Bertepatan dengan rapat yang akan di mulai, Devano masuk ke dalam ruangan dengan nafas yang tersengal-sengal. Justin selaku sekretaris sekaligus sahabat Devano berinisiatif untuk memberikan segelas air putih yang langsung diteguk habis. Selesai mengatur nafasnya, pria itu membuka suara untuk memulai jalannya rapat pada pagi hari ini.
Seperti biasa, Devano selalu melakukan presentasi di depan klien dengan baik. Seperti ada daya tarik dari dalam dirinya yang membuat semua rekan bisnisnya selalu merasa puas.
"Tumben kau telat hari ini?" tanya Justin sambil membereskan semua berkas.
"Mungkin karena aku begadang semalam." ucap Devano sambil mengendikkan bahunya acuh.
"Kadang aku prihatin denganmu, kau adalah seorang pekerja keras. Sudah seharusnya kau memiliki istri yang mungkin akan menghilangkan rasa lelah mu."
"Lagi pula aku senang dengan pekerjaan ku yang sekarang, dan mengenai wanita, untuk saat ini aku tidak terlalu menginginkannya." jawab Devano.
"Oh ayolah, kau itu tampan juga mapan. Tinggal pilih salah satu dari wanita yang ada di muka bumi ini apa susahnya sih. Atau jangan-jangan kau...." Justin menyipitkan matanya menatap Devano yang tampak kebingungan.
"Apa maksudmu?"
"Jangan-jangan kau penyuka sesama batang, huh?!" Devano mendelik tajam, sambil mencebik sebal.
"Kau ingin potong gaji rupanya." ujarnya kelewat ketus.
"Eitt, aku hanya bercanda oke. Aku tahu kau ini pria sejati, bukan begitu?" ucap Justin sambil terkekeh. Devano hanya memutar bola matanya malas menanggapi segala bulshit-an Justin.
"Omong-omong, kenapa kau tidak berkencan saja dengan model cantik yang tergila-gila padamu itu?" bukannya menjawab pertanyaan Justin, Devano justru melenggang pergi dari ruang rapat meninggalkan Justin yang mendengus kesal karena diabaikan.
"Astaga manusia macam apa dia? bisa-bisanya dia malah pergi disaat aku menunggu jawaban. Aku jadi kasihan dengan pasangannya nanti, pasti dia kedinginan di dekat Vano, hiihhh." Justin merinding membayangkan betapa dinginnya Devano nanti.
"JUSTIN KAU INGIN TERUS MELEDEKKU ATAU PERGI DARI SANA!!!" Justin kalang kabut untuk keluar dari ruangan, rupanya manusia es itu masih ada di depan pintu.
"Sial, ternyata dia belum pergi. Jangan sampai Vano memotong gaji ku. My money i'm coming!" Justin segera berlari menyusul Devano ke ruangannya.
___________
TBC
Akhirnya bisa up chapter pertama. Gimana tanggapan kalian, komen dong:vBagi yang belum tau Justin, nih dia si ganteng nan cerewet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomansDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...