24. Alibi

2.3K 306 73
                                    

Satu bulan berlalu, hubungan Arina dan Devano semakin mesra, bahkan mereka tidak segan-segan menunjukkan kemesraannya di depan kedua orangtua Devano maupun Bi Mia, laknat memang. Seperti pada pagi hari ini.

"Devano astaga, jangan menggangguku dulu." bagaimana Arina tidak kesal jika dari tadi suaminya itu menempel padanya, lengannya melingkar erat di perut ratanya.

"Diamlah, aku ingin memelukmu." Arina menghela nafasnya, percuma saja Devano tidak akan menuruti kata-katanya. Wanita itu kembali berkutat dengan peralatan dapur untuk membuat sarapan pagi.

Devano mengusap perut Arina berkali-kali, dengan wajahnya yang ia letakkan di bahu sang istri. Namun dahinya mengernyit tatkala ia melihat Arina berkaca-kaca.

"Sayang, apa kau marah? hei tidak perlu menangis. Baiklah aku tidak akan mengganggumu." Devano memutar tubuh Arina agar menghadapnya.

"Aku tidak menangis, mataku perih karena aku memotong bawang." Devano menghela nafas lega, ia pikir Arina menangis karena dirinya, tau-tau malah menangis karena memotong bawang.

"Huh, aku kira kau marah padaku." ucap Devano sembari mengecup pelipis istrinya.

"Bagaimana aku bisa marah padamu, Mr Corald." lirih Arina, sejenak Devano terdiam saat mendengar panggilan Arina.

"Apa? coba ulangi lagi kau memanggilku apa barusan?" Devano membuka telinganya lebar-lebar, padahal ia mendengarnya tadi.

"Tidak mau." tukasnya.

"Sayang jangan mempermainkan ku." Arina terkekeh sebentar lalu berjinjit ke telinga sang suami.

"Mr Corald?" Arina menundukkan kepalanya malu setelah membisikkan kata-kata. Devano terkekeh sebentar lalu menarik tubuh istrinya agar mendekat. Ia menyampirkan rambut Arina di belakang telinga. Perlahan Devano menundukkan kepala untuk menggapai bibir merah muda sang istri jika saja suara laknat itu tidak mengganggunya.

"Oh astaga, apa yang ku lihat ini. Hah dulu ada yang bilang tidak boleh bermesraan di dapur, lihatlah sekarang rupanya dia ingin menjilat ludahnya sendiri..." dengan santainya Mr Rans berjalan melewati keduanya sambil memamerkan senyuman jahilnya. Arina menyengir malu kemudian mencubit perut suaminya saat Mr Rans sudah pergi.

"Aww..."

"Dasar mesum!" Arina berjalan menaiki tangga meninggalkan Devano di dapur. Bagaimana bisa ia tertangkap basah oleh mertuanya sendiri, Arina sangat malu.

"Hei Arina pergi kemana kau!" Devano mendengus sebal, semua ini gara-gara ayahnya yang tidak tau malu itu berani menggodanya. Pria itu memutuskan untuk mengikuti langkah istrinya.

"Arina tunggu." langkah Arina terhenti saat Devano mencekal pergelangan tangannya, untung mereka sudah berada di dalam kamar.

"Aku benar-benar malu..." Devano menaikkan sebelah alisnya.

"Malu? kenapa?" Arina membesarkan matanya ke arah Devano yang menatapnya polos.

"Dad melihat kita, apa kau tidak malu?"

"Asal kau tau ya, mereka pernah melakukan lebih dari itu di depan mataku sendiri, menyebalkan." Devano merebahkan tubuhnya di sofa.

"Melakukan lebih?" tanya Arina yang diangguki oleh sang suami.

"Hmm, aku pernah tidak sengaja menangkap basah mereka saat akan.." Devano menggerakkan jarinya membentuk tanda kutip membuat Arina menutup mulutnya terkejut.

"Kau istriku, jadi bantu aku membalaskan dendam pada mereka." Arina ikut duduk di sebelah Devano.

"Tapi Dev-"

Mr. CoraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang