11. A Kiss?

3.1K 383 98
                                    

Maaf ya baru bisa update malem, aku di kejar deadline gais:((

Happy reading!!


****

Setelah makan malam, Mr Rans meminta semua keluarga termasuk Arina untuk berkumpul di ruang keluarga karena ada sesuatu yang ingin dia bahas. Kini semua telah berkumpul, Mr Rans duduk di sofa bersebelahan dengan sang istri. Sementara Devano duduk berhadapan dengan Arina di singel sofa.

"Karena semuanya sudah berkumpul, aku ingin membicarakan sesuatu yang penting." Nyonya Grace tampak mengerutkan dahi.

"Ada apa sayang? Kau terlihat serius sekali." memang benar kata Nyonya Grace, wajah Mr Rans itu tampak serius.

"Begini, aku ingin pernikahan Devano dan Arina di laksanakan minggu depan." ketiga orang di sana merasa kaget, apalagi Arina dan Devano.

"Dad, apa itu tidak terlalu cepat?" sanggah Devano, ia belum sesiap itu untuk memulai sebuah kehidupan baru yang akan mengikatnya dengan Arina. Ia pikir satu atau dua bulan lagi.

"Benar suamiku, lagi pula kau yakin menikahkan Devano dengan gadis seperti Arina." ucap Nyonya Grace enteng tanpa beban. Arina langsung menoleh dengan sorot mata yang sendu. Sekali lagi ia di rendahkan, secara tidak langsung ibu Devano masih meragukan Arina, atau bahkan tidak suka kepadanya.

"Grace! Jaga bicaramu!" ucap Mr Rans memperingati, pria itu tidak ingin Arina sakit hati karena ucapan sang istri.

"Oh ayolah sayang, aku sudah menyiapkan calon istri yang lebih cantik dan berkelas untuk Devano." Arina meremas ujung bajunya. Mencoba untuk tidak tersinggung atas perkataan Nyonya Grace. Laki-laki yang duduk di seberang Arina menatapnya dengan tatapan yang tidak terbaca.

"Apa maksudmu? mereka sudah bertunangan."

"Mereka hanya bertunangan belum menikah, dan itu masih bisa di batalkan bukan?" ucap Nyonya Grace tanpa melihat jika Arina berusaha menahan gejolak api di dadanya.

"Mom!" ucap Devano menegur sang ibu dengan nada yang keras, terkesan membentak. Dia tahu gadis di ujung sana sebenarnya tersiksa. Ucapan Ibunya sudah sangat keterlaluan.

"Kau baru saja mengeraskan suaramu pada ibumu sendiri Dev? Apa karena gadis itu, huh? Kau lihat sendiri kan sayang, gadis itu membawa pengaruh buruk pada Devano. Putra ku sendiri telah berani kepada ibu kandungnya. Aku tidak akan pernah setuju dengan pernikahan ini!" Nyonya Grace beranjak lalu menatap sinis Arina sebelum akhirnya pergi. Mr Rans menghela nafas, ia memijat kepala yang terasa pening.

"Arina, tolong jangan kau masukkan ke dalam hati segala ucapan istriku. Aku mewakilinya untuk minta maaf padamu." Arina menggeleng tegas, menyimpan rasa sedih di dalam hatinya.

"Tidak Paman, aku baik-baik saja. Semua ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya aku tau itu." jawabnya sambil tersenyum paksa.

Mr Rans tersenyum lega, "Syukurlah, aku tau kau memang gadis yang baik. Kalau begitu aku akan menyusul Grace untuk membujuknya." setelah mendapat anggukan dari Arina juga Devano, pria itu langsung berjalan menyusul sang istri.

Tersisa Devano dan Arina yang masih diam. Laki-laki itu bingung ingin memulai percakapan dari mana. Karena melihat Devano yang diam saja, Arina memutuskan untuk pergi ke kamarnya sekaligus menenangkan pikirannya.

Baru saja ia akan membuka pintu kamarnya, sebuah tangan kekar tiba-tiba menahan pergerakannya. Arina berbalik dan melepas tangan Devano dari pergelangan tangannya.

"Ada apa?" Devano mengulum bibirnya, sebenarnya ia bingung akan mengatakan atau tidak.

"Kau tidak keberatan dengan pernikahan ini, bukan?" sungguh seumur hidup Devano, baru kali ini dia merasa gugup meski tidak terlihat, namun percayalah bahwa saat ini Devano mati-matian menyembunyikan rasa gugupnya dari Arina.

"Jika itu yang Paman minta, lantas apa aku punya pilihan lain?" benar juga, Arina pasti akan menuruti apa kata Ayahnya. Kenapa kau jadi bodoh seperti ini Devano!

"Ya kau benar, aku hanya memastikan saja." ucap Devano datar, Arina terlihat menghembuskan nafasnya kasar.

"Lalu kau, kenapa kau tidak mencoba menolak. Bukankah kau sedang dekat dengan model cantik itu." rahang Devano mengeras, ia mengalihkan pandangannya. Tidak mungkin kan ia mengatakan jika dengan menikahinya makan PT. Hans akan menjadi milik Devano sepenuhnya.

"Karena dari kecil aku selalu menuruti apa kata Ayah ku." tandasnya.

"Lalu bagaimana dengan ibumu?" Devano mengernyit tidak paham dengan maksud Arina.

"Apa maksudmu?"

"Kenapa, kau tidak menuruti keinginan ibumu juga?" Devano menyipitkan matanya lalu mendorong bahu Arina hingga punggungnya membentur tembok kamarnya. Devano mengunci pergerakan Arina dengan meletakkan kedua tangannya di sisi kepala Arina.

"Jadi kau ingin aku menikahi mu dan Selin sekaligus, begitu?" entah kenapa Arina selalu lemah jika Devano sudah berbicara rendah padanya.

"Aku tidak bilang begitu?"

"Tapi perkataan mu menunjukkan bahwa kau ingin aku begitu." Devano menyeringai saat melihat Arina yang tampak gugup.

"A-aku tidak!"

"Ya! Kau ingin ku jadikan istri yang ke berapa hm? Pertama? Oh atau istri ke dua, katakan?" Arina mencoba menghindari tatapan Devano.

"Aku tidak ingin jadi yang pertama maupun ke dua." Devano langsung menyahutinya.

"Lalu?" Arina kembali menghadap Devano sambil berucap sebuah kalimat yang ia ambil dari kata hatinya.

"Aku ingin menjadi satu-satunya." untuk beberapa detik Devano hanya terdiam. Ia masih menyelami iris coklat Arina.

"Kau tau kenapa aku menuruti keinginan Ayah dari pada Ibuku?" Arina menggeleng pelan. Devano tersenyum tipis kemudian ia berucap tepat di hadapan Arina.

"Karena aku tau siapa yang terbaik untukku." ucapan Devano sukses membuat pipi Arina merona. Gadis itu menunduk malu berusaha menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya yang terurai. Devano menjauhkan tubuhnya dari Arina.

"Tidurlah." ujarnya singkat. Arina mendongakkan kepalanya menatap Devano yang lebih tinggi darinya. Gadis itu sedikit berjinjit lalu tanpa permisi ia mendaratkan sebuah kecupan di pipi Devano yang hanya diam bak patung. Arina langsung berlari masuk ke dalam kamar lalu menutup pintunya. Ia bersandar di belakang pintu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Arina tidak percaya ia bisa melakukan hal itu, sungguh memalukan sekali.

Devano menatap pintu kamar Arina yang baru saja tertutup, tangannya terangkan untuk menyentuh pipinya yang beberapa detik lalu di cium begitu saja oleh Arina. Kedua ujung bibinya tertarik ke atas membentuk sebuah kurva. Laki-laki itu menggeleng lalu berjalan memasuki kamar di sebelah Arina.

____________

TBC

Kayaknya aku gabisa rajin update lagi deh:'( karena aku banyak tugas dan di kejar deadline juga. Ini aja aku baru sempet update malem gini.

Sekali lagi maaf ya, eh kalian masuk sekolah tanggal berapa nih?

Mr. CoraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang